Di bawah bimbingan Master Liang, Rosyid mempelajari berbagai hal, mulai dari filsafat kehidupan, pengobatan tradisional, hingga strategi militer. Namun, yang paling berharga adalah pelajaran tentang kebijaksanaan dan kehidupan. Master Liang sering berkata, "Ilmu tanpa kebijaksanaan adalah pedang tanpa kendali. Gunakanlah ilmu untuk membangun, bukan menghancurkan."
Selama bertahun-tahun Rosyid menuntut ilmu, ia tidak hanya menyerap ilmu, tetapi juga mengajarkan kembali apa yang telah ia pelajari kepada masyarakat sekitar. Rosyid menjadi penghubung antara dua budaya, membawa nilai-nilai Islam sekaligus meresapkan kebijaksanaan Timur ke dalam dirinya.
Akhirnya, saat tiba waktunya untuk pulang, Rosyid merasa dirinya telah berubah. Ia bukan lagi pemuda yang hanya mencari ilmu untuk dirinya sendiri, tetapi seseorang yang siap membagikan ilmu kepada orang lain.
Kembali ke desanya, Rosyid disambut dengan sukacita. Ia membawa ilmu yang tidak hanya berupa pengetahuan, tetapi juga nilai-nilai luhur yang mengajarkan kebijaksanaan, kesabaran, dan pengabdian.
Hadis yang pernah ia dengar di masa kecil kini menjadi nyata dalam kehidupannya. Menuntut ilmu hingga ke negeri yang jauh bukan hanya soal jarak, tetapi juga soal perjalanan hati dan jiwa dalam mencari makna hidup.
"Sesungguhnya ilmu adalah cahaya. Dan aku berharap, cahaya ini dapat menerangi desa kita, juga hati kita," ucap Rosyid di hadapan masyarakat desanya.
Dan cahaya itu pun mulai menyebar, menembus batas waktu dan jarak, menjadi warisan berharga yang tak lekang oleh zaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H