Daffa kehilangan Lena. Sahabat terbaik sejak mereka masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Sahabat terbaik Daffa yang selalu membuat hari-hari Daffa lebih hidup dan berwarna. Walau Daffa telah memiliki sahabat sejak di bangku SMA hingga saat ini, saat menjelang sidang kelulusan strata satu-nya, tetap Lena adalah sosok yang membuat bahagianya terasa sempurna.
Dua minggu sudahNamun dua minggu sudah Lena tak ada kabar. Tak bisa dihubungi sama sekali. Terakhir mereka bertemu adalah di kampus. Dan Lena tak banyak bercerita saat itu.
"Mungkinkah dia marah atas pengakuan yang gue ucapkan dua minggu lalu? Tapi kenapa? Aarghh!" Daffa mengacak-acak rambutnya yang memang belum tersisir sejak pagi tadi.
Daffa mulai menyesali keputusannya. Keputusan untuk mengungkapkan rasa cinta dan sayangnya kepada Lena. Ia merasa bersalah dan berdosa karena telah merusak persahabatan mereka.
"Apakah rasa ini sebuah kesalahan? Lena ... please come back to me!" Gumam Daffa.
Bahkan berpuluh pesan berisi permintan maaf, penyesalan, juga kerinduan Daffa kirimkan, tapi tak ada satupun terbalas. Telepon Daffa pun tak pernah dijawab. Daffa mulai putus asa. Dua minggu tanpa kabar Lena yang begitu menyiksa baginya.
Tak lama, ponsel pintar Daffa berbunyi. Menandakan ada satu pesan yang masuk. Daffa pun segera mengambil ponselnya yang berada di atas nakas dan membuka pesan yang masuk. Daffa nyaris berteriak bahagia saat ia lihat nama si pengirim pesan adalah Lena.
[Kita ketemu di cafe biasa ya! Aku tunggu jam 5.]
Daffa segera melirik jam tangannya. Sudah jam setengah empat sore. Daffa pun segera bersiap-siap.
~~***~~
Jam lima kurang sepuluh menit. Daffa tiba di caffe yang dimaksud Lena. Ia memilih tempat duduk di sebelah kanan pintu masuk, sebelah kaca. Tempat biasa mereka jika ke tempat itu. Tak perlu menunggu lama, Lena pun akhirnya tiba. Garis wajahnya bertolak belakang sekali dengan Daffa. Tak ada semburat bahagia terpancar dari wajah Lena.