Mohon tunggu...
Money

Keuntungan Berinvestasi dalam Obligasi

17 Mei 2017   02:18 Diperbarui: 17 Mei 2017   02:31 1705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Bapepam LK dalam peraturan No. IX A, 14, mendefinisikan obligasi (sukuk) sebagai sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian penyetaan yang tidak terpisahkan.

Obligasi syariah berbeda dengan obligasi konvensional. Semenjak ada konvergensi pendapat bahwa bunga adalah riba, maka instrument-instrumen yang punya komponen bunga (interest-bearing instruments) ini keluar dari daftar investasi halal. Karena itu, di munculkan alternative yang di namakan obligasi syariah pada awalnya penggunaan istilah “ obligasi syariah” sendiri di anggap kontradiktif. Obligasi sudah menjadi kata yang tak lepas dari bunga sehingga tidak di mungkinkan untuk di syariah kan. Merujuk kepada fatwah dewan syariah nasional No 32/DSN-MUI/IX/2002, “obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang di keluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.”

STRUKTUR DAN KINERJA OBLIGASI SYARIA

            Obligasi syariah sebagai bentuk pendanaa-n (financing) dan sekaligus investasi (investment) memungkinkan beberapa bentuk struktur yang dapat di tawarkan untuk tetap menghindarkan pada riba. Berdasrkan peringatan tersebut, obligasi syariah dapat memberikan:

  • Bagi hasil berdasarkan akad Mudharabah/muqharadah/qiradh atau musyarakah. Kareena akad mudharabah/musyarakah adalah kerjasama dengan skema bagi hasil pendapatan atau ke untungan, obligasi jenis akan memberikan return dengan penggunaan tern indicative/expected return karena sifatnya yang floating dan tergantung pada kinerja pendapatan yang di bagi hasilkan.
  • Margin/free berdasarkan akad mudharabah/salam/isthisna atau ijharah. Dengan akad mudharabah/salam/isthisna sebagai bentuk jual beli dengan skema cost plus basis, obligasi jenis ini akan memberikan fixed return.

PRINSIP OBLIGASI SYARI’AH

            Setelah perusahaan menerbitkan obligasi syariah, maka perusahaan tersebut harus menjalankan prinsip-prinsip yang mengatur obligasi syariah tersebut. Prinsip obligasi syariah antara lain:

  • Pembiayaan hanya untuk suatu transaksi atau suatu kegiatan usaha yang spesifik, di mana harus dapat diadakan pembukuan yang terpisah untuk menentukan manfaat yang timbul.
  • Hasil investasi yang di terima pemilik dana merupakan fungsi dari manfaat yang di terima perusahaan dari dana hasil penjualan obligasi, bukan dari kegiatan usaha yang lain.
  • Tidak boleh memberikan jaminana hasil usaha yang semata-mata merupakan fungsi waktu dari uang (time value of money)
  • Obligasi tidak dapat di pakai untuk menggantikan hutang yang sudah ada (bay al dayn bi al dayn)

PRINSIP PERBEDAAN OBLIGASI KONVENSIONAL DENGAN OBLIGASI SYARIAH (SUKUK)

  • Berupa penggunaan konsep imbalan dan bagi hasil sebagai pengganti bunga, adanya suatu transaksi pendukung (underlying transaction) berupa sejumlah tertentu asset yang menjadi dasar penerbitan sukuk dan adanya akad atau perjanjian antara para pihak yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Selain itu, sukuk juga harus di struktur secara syariah agar instrument keuangan ini aman dan terbebas dari riba, gharar dan maysir.
  • Sukuk merupakan utang berbunga tetap, tetapi lebih merupakan penyertaan dana (investasi) yang di dasarkan pada prinsip bagi hasil jika menggunakan akad mudharabah dan musyarakah. Transaksinya bukan akad hutang piutang melainkan penyertaan. (Andri soemitro, 2013:131)

SYARAT-SYARAT YANG HARUS DI PENUHI UNTUK MENERBITKAN OBLIGASI SYARIAH:

  • Aktivitas utama (core business) yang halal, tidak bertentangan dengan substansi fatwa No. 20/DSN-MUI/IV/2001. Fatwa tersebut menjelaskan bahwa jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan syariah islam di antaranya adalah:
  • Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang
  • Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional
  • Usaha yang memproduksi, mendistribusi, serta memperdagangkan makanan dan minuman haram
  • Usaha yang memproduksi, mendistribusi, atau menyediakan barang-barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.
  • Peringkat investment grade:
  • Memiliki fundamental usaha yang kuat
  • Memiliki fundamental keuangan yang kuat
  • Memiliki citra yang baik bagi public
  • Keuntungan tambahan jika termasuk dalam komponen Jakarta Islamic index (JII)

Daftar pustaka

  • Burharudin,Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010)
  • Ade Arthesa danEdia Handiman. Bank dan Lembaga keuangan bukan Bank (Jakarta: Indeks.2009)
  • Soemitra,Andri.Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (jakata:kencana.2009)
  • Nafik HR,Muhammad. Burasa Efek dan Investasi Syariah (Jakarta:Serambi Ilmu Semesta.2009)
  • Heykal,Muhammad. Tuntunan dan Aplikasi investasi Syariah.(Jakarta:Elex Media Komputindo,2012)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun