Selain dampak negatif dari keluarga itu sendiri, MS mengatakan bahwa kejadian ini juga menimbulkan dampak negatif lainnya dari pihak luar.Â
"Aku juga pernah di-bully waktu sekolah SD dan SMP, diejek dengan kata-kata 'tukang kawin' oleh temen aku, sampe aku ngamuk di sekolah." lanjutnya.Â
MS menambahkan juga bahwa kejadian-kejadian tersebut memengaruhi emosinya yang cenderung tidak stabil dan mudah marah.Â
"Dampak dari ini semua juga membentuk karakter aku yang keras dan tidak bisa mengontrol emosi hingga kadang tantrum".Â
Meski begitu, seiring berjalannya waktu dan bertambahnya usia, membuat MS sadar bahwa perilaku tersebut tidak baik, dan saat ini ia merasa lebih bisa mengontrol emosi serta lebih legowo-an.
Menurut penelitian berjudul "Disorganisasi Keluarga Mempengaruhi Perkembangan Kepribadian Anak" mengatakan bahwa terapi keluarga menjadi salah satu upaya mengatasi dampak disorganisasi keluarga.Â
Anggota keluarga bekerja sama untuk menyelesaikan konflik dan memperbaiki hubungan dalam terapi keluarga. Terapis keluarga membantu penyelesaian perselisihan, peningkatan komunikasi, dan pengembangan hubungan yang sehat.Â
Anak-anak juga diberikan dukungan emosional olehnya. Konseling individu, di mana anak-anak dapat dengan aman mengungkapkan pemikiran mereka dan mendapatkan dukungan, metode ini bermanfaat bagi anak-anak yang terkena dampak dari disorganisasi keluarga.Â
Konselor membantu anak-anak dalam mengatasi masalah yang disebabkan oleh keluarga yang berantakan, mengelola emosi, dan mengembangkan harga diri.
Selain itu, dukungan sosial yang sesuai bagi anak dapat menjadi solusi yang tepat untuk anak yang terdampak. Dukungan ini dapat diperoleh dari pihak luar selain keluarga, seperti contohnya dari teman, guru, dan masyarakat sekitar. Contohnya bisa dengan tidak mencemooh anak yang mengalami kejadian tersebut.
Orang tua dapat mengidentifikasi langkah-langkah yang diperlukan untuk perbaikan dan memahami dampak disorganisasi keluarga terhadap anak mereka dengan bantuan pendidikan dan pemahaman.Â