Mohon tunggu...
Wilda Nabila Yoga
Wilda Nabila Yoga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurnalistik Unpad

Seorang mahasiswa yang tertarik pada bidang jurnalisme salah satunya adalah mengenai isu general yang terjadi di sekitar lingkungan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Jadi Pelopor Pertama di Indonesia, After Waste Sulap Sampah Plastik Jadi Gitar Elektrik

3 Juli 2024   15:42 Diperbarui: 3 Juli 2024   15:50 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentang After Waste 

Keberadaan sampah plastik hingga saat ini masih belum bisa dikendalikan. Pertanyaan tentang bagaimana regulasi diberlakukan masih menjadi sebuah misteri. Kemana sampah yang tidak terhitung jumlahnya itu berakhir? Bagaimana lagi harus dikendalikan? 

Menjawab pertanyaan itu, After Waste tak tinggal diam. Salah satu penggerak dari industri yang bergerak di bidang pengolahan sampah plastik High-Density Polyethylene (HDPE) dan Low-Density Polyethylene (LDPE) daerah Cianjur. After waste memilih fokus pada sampah tutup botol plastik yang kemudian disulap menjadi barang-barang yang memiliki nilai jual. Sama halnya dengan industri lain, barang-barang yang dihasilkan berupa furnitur, tatakan gelas dan yang tidak terduga yaitu gitar elektrik. 

Infografis tentang After Waste/dok. pri
Infografis tentang After Waste/dok. pri

Industri yang berdiri tahun 2022 ini menyebut bahwa bukan tanpa alasan mereka membangun After Waste. Adhim mengatakan bahwa Naufal sang partner pernah bekerja di salah satu perusahaan daur ulang di Jakarta sebelum akhirnya mengajak dirinya untuk membangun industri ini. Kurangnya kesadaran warga sekitar terhadap jumlah sampah di tempat industri ini berdiri menjadi salah satu motivasi mereka. Tak sedikit pula warga Cianjur hanya tau cara memakainya tanpa tahu cara mendaur ulang limbah plastik yang dihasilkan sehari-hari. Selain itu, belum ada juga kesadaran untuk sekadar mengurangi penggunaan plastik dalam berkehidupan setiap harinya. Pemerintah juga belum maksimal dalam menangani sampah, di Cianjur sendiri pengelolaan sampahnya hanya dibuang di TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) tanpa dipilah, pemerintah juga tidak menyediakan tempat daur ulang. Beberapa fakta tersebut dirasa cukup untuk Naufal dan Adhim memulai industri ini. 

Naufal dan Adhim berhasil membuat inovasi baru dalam industri kreatif khususnya bidang pengolahan sampah. Siapa yang tidak kenal gitar? Dengan popularitasnya, gitar menjadi salah satu alat musik yang paling sering digandrungi pemusik, baik yang handal maupun pemula ketika ke toko musik. Alunan musik yang tercipta membuat siapapun yang dengar terpana. Namun, siapa sangka? Alat musik yang biasanya terbuat dari kayu ini berhasil disulap dengan ciamik. Menjadikannya sebagai produk pertama yang dihasilkan, gitar elektrik milik After Waste menjadi gitar pertama milik Indonesia yang terbuat dari bahan tak lazim. 

“Produk pertama yang dibuat adalah gitar listrik, alasannya karena emang suka musik dan rekan saya, Naufal juga punya band”, ujar Adhim, salah satu founder dari After Waste.

Gitar Elektrik Berbahan Plastik Pertama di Indonesia

Produk gitar elektrik dan badan gitar elektrik berbahan sampah plastik | sumber: instagram @after_waste
Produk gitar elektrik dan badan gitar elektrik berbahan sampah plastik | sumber: instagram @after_waste

Perjalanan Naufal dan Adhim dapat dikatakan tidak singkat, mereka membutuhkan waktu sekitar 6 bulan untuk belajar mengolah sampah tutup botol menjadi sebuah gitar yang layak pakai. After Waste dalam pembuatan gitar elektriknya tidak melakukannya seorang diri, After Waste hanya bertugas untuk membuat body gitar. Hal ini sebab After Waste juga mempertimbangkan banyak hal, seperti suara yang dihasilkan. Sehingga, untuk pembuatan satu gitar utuh diperlukan kolaborasi dengan industri lain. Pengrajin gitar dan kayu yang bertugas untuk memproduksi neck gitar dan memastikan gitar yang dihasilkan sesuai dengan standar gitar pada umumnya.  

Satu produksi body gitar membutuhkan sekitar 3 kg atau sekitar 3000  tutup botol. Tutup botol ini juga didapatkan dari hasil kolaborasi dengan pengepul sampah yang berada di sekitar Cianjur. Tidak hanya pengepul yang dilibatkan dalam pengumpulan bahan, After Waste juga melibatkan masyarakat sekitar untuk turut berkontribusi menyelamatkan bumi. Masyarakat sekitar juga ikut dilibatkan dalam pembuatan gitar jika sekiranya membutuhkan tenaga lebih. Namun, Adhim mengatakan bahwa produk-produk yang dihasilkan oleh After Waste saat ini masih terbatas dengan penggunaan tutup botol plastik sebagai bahan utamanya karena keterbatasan alat produksi yang digunakan. 

Gitar yang diproduksi selama kurang lebih tiga minggu itu dibanderol dengan harga kisaran 2,5 juta rupiah. Sejauh ini penjualan hanya dapat dilakukan melalui sosial media instagram dan salah satu e-commerce dengan sistem custom atau sesuai request customer. Industri milik Naufal dan Adhim ini berhasil menjual 4 buah gitar elektrik. Penjualan secara langsung hanya bisa dilakukan ketika mereka membuka booth di pameran-pameran tertentu. 

Prestasi After Waste

Infografis prestasi After Waste/dok. pri
Infografis prestasi After Waste/dok. pri

“Sebenarnya kita punya program kayak kalo pengen custom produk di After Waste itu boleh bawa tutup botol sendiri dari customer-nya. Kalau customer bawa tutup botol sendiri harganya jadi lebih murah. Pernah terjadi sih waktu itu bikin tatakan gelas, bikin lima tatakan jadi pake kurang lebih 1 kg tutup botol”, tukas Adhim. 

Program kerja yang dibuat ini diharapkan dapat mengurangi sampah plastik secara perlahan, meskipun kecil setiap tindakan dari masyarakat akan sangat berarti. Melalui program kerjanya ini After Waste secara tidak langsung mengajak customer-nya untuk turut mengambil peran dalam menjaga bumi dari musuh terbesarnya.  

Gitar elektrik kebanggan mereka pernah turut menyumbangkan bantuannya untuk tempat di mana mereka berdiri. Gempa bumi yang melanda Cianjur pada akhir tahun 2022 berhasil menggerakan After Waste untuk ikut berkontribusi memberi sumbangan kepada saudara mereka dengan cara melelang satu gitar listrik tutup botolnya dan berhasil terjual. Lelang dimulai dengan harga 2,5 juta rupiah, tanpa berekspektasi tinggi ternyata gitar itu berhasil terjual di angka 6 juta rupiah. Hal ini juga yang membuat After waste dilihat oleh musisi ternama, Kunto Aji. Menjadi sebuah kebanggaan juga untuk mereka. Bak pepatah mengatakan sekali dayung dua tiga pulau terlampaui. Selain dapat saling membantu korban gempa mereka juga dilirik oleh musisi ternama Indonesia. 

Terhitung cepat dalam proses pembuatannya, Naufal dan Adhim mengaku belum pernah gagal dalam membuat gitar elektrik. Pernyataan tersebut yang melatarbelakangi kerja sama atau kolaborasi yang mereka lakukan dikatakan selalu berhasil. Melalui kanal instagram milik mereka, masyarakat atau customer dapat menilai bagaimana After Waste menyulap suatu produk. After Waste juga memproduksi barang lainnya yang digunakan oleh industri lainnya. Bahkan industri ini juga sudah berkolaborasi dengan brand-brand yang sudah cukup terkenal, terakhir kali mereka berkolaborasi dengan Adorable Projects menciptakan sepatu dan tas yang juga diperjualbelikan.

Tidak sampai sana, After Waste terus mengembangkan industri milik mereka, yang awalnya tidak diketahui siapapun untuk lebih dikenal lagi. Melalui berbagai kesempatan, mereka mengikuti lomba-lomba yang diadakan. Salah satunya adalah lomba yang diadakan oleh Kementerian Perindustrian Republik Indonesia (KemenPerIn). After Waste, industri kecil dari Cianjur ini berhasil keluar sebagai juara satu. Memenangkan perlombaan ini, lagi-lagi menerbangkan nama industri mereka. After Waste juga berhasil memperkenalkan produk kebanggan mereka dalam perlombaan tersebut yaitu gitar elektrik.

Dampak After Waste untuk Masyarakat

Meskipun sudah banyak membawa inspirasi dan perubahan bagi masyarakat, khususnya daerah Cianjur. Melalui pernyataannya, Adhim mengaku kurang puas akan pencapaiannya. Menurutnya industri miliknya ini belum banyak membantu Cianjur khususnya dalam mengurangi sampah plastik. 

“Menurut saya dampak dari After Waste sendiri belum terlalu besar di Cianjur karena orang-orang Cianjur sendiri masih belum aware. Tapi After Waste sendiri cukup besar di luar kota, mungkin karena emang target pasar kita di luar kota Cianjur juga”, tutur Adhim. 

Selain itu, Adhim menambahkan bahwa pengelolaan sampah di kota Cianjur sendiri juga belum begitu baik karena sampah-sampah tersebut hanya dibuang ke tempat pemrosesan akhir (TPA). Sedangkan, di kota-kota lain sudah banyak yang menerapkan pengelolaan sampah terintegrasi dengan memisahkan sampah ke dalam beberapa jenis seperti sampah organik dan anorganik, sekaligus pengelolaan daur ulangnya. 

Berangkat dari kekecewaan itu, Adhim memberikan harapannya untuk After Waste agar bisa terus berjaya serta mampu melebarkan sayap industri milik mereka. 

“Harapan kedepannya semoga After Waste bisa lebih berinovasi lagi agar bisa lebih besar dalam berkontribusi menyelamatkan bumi”.

Kalau kamu, sudah bantu apa untuk menjaga kelestarian bumi? 

Penulis: Alifya Widya Cahyani, Rahmita Adinda Rizky, Wilda Nabila Yoga

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun