Mohon tunggu...
Wild Dove
Wild Dove Mohon Tunggu... -

I will fly high to reach the limit

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Politik Pepes Peda

30 September 2011   23:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:27 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku merasa malu, karena masih punya kemaluan yang mungkin juga banyak dimiliki oleh kalian. Aku tidak terbuai oleh teriakan-teriakan berbau pete bakar dari warung si mbok ketrek, sebab sambel goreng pete yang kumasak lebih halal tanpa memakai duit dari dompet mas kentir, yang muntah darah, terperas para bandit pembangunan di kota. Upah tak layak, perlindungan yang asal kentut dari perut buncit yang entah kapan tengkurap di liang kubur. Ketika keadilan berteriak pepes ikan peda, aku akan lantang berteriak, inilah bumiku. Lalu bagaimana saat kedigdayaan kian menjajah? Tak usah gentar, karena negara tinggal menunggu mati. Negeri ini gudang omong kosong berbumbu semur jengkol, nikmat, namun bau pun menyeruak. Perutku mual, kemunafikan jengkol busuk di istana megah berbatu kerikil derita kuli berupah darah, tercambuk aniaya penguasa bulu ketek. Aku muak, menjurus jijik. Kapan kalian bertindak dengan otak, bukan dengan makan otak-otak. Aku lantang bersuara, dalam kemontokan jari bercengkerama dengan aksara berpisau makna, rasa takut entah diletakan dimana, aku lupa. Gentarku hilang kala bermain kata-kata pedas, menyerupai harga cabai yang tetap saja lebih mahal dari sekilo daging kerbau di pasar wage an. Kapan kalian mau berhenti bermain petak umpat dengan petani? Permainan atas harga gabah, cabai, kedelai, entah palawija dan kelapa sawit mana lagi yang kalian incar. Sekarang mulai jua bermain sepak takraw pada garam yang berkilau dulau Madura nan indah merangsang hati. Masa kalian tak malu, hingga bersembunyi saat menyepak harga dan mengantungi keuntungan. Bingung aku, tapi tetap saja aku lahap menghabiskan pepes ikan peda dengan sedikit nasi yang tersisa di piringku, tanpa sambal terasi yang dulu pernah menghiasi hidangan di warung tegal mbok murti. Pepes pedaku, tanpa garam lagi. Hambar. Tawar. Lalu kuminum es teh tawar di gelas yang mulai retak.

***

Originally by Wild Dove [caption id="attachment_138519" align="aligncenter" width="300" caption="http://www.tching.com/Post.aspx?postuid=d151443f-097f-4ad2-86f7-e082995d87d1"][/caption]

***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun