- mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak lambang negara;
- dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan lambang negara.
Oleh karena itu, untuk dapat dihukum dengan aturan-aturan ini , orang tersebut harus memenuhi seluruh unsur-unsur pidananya terutama “dengan maksud” atau dengan sengaja menghina lambang negara dan unsur-unsur pidana itu perlu dibuktikan dan ini kembali pada wewenang aparat penengak hukum untuk senantiasa Pro aktif menjalankan amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan Atau diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) Pasal 154a tentang sanksi bagi penghina lambang Negara.
Saya berharap hukum pidana harus tetap menjunjung tinggi prinsip ultimum remedium Artinya sanksi pidana harus dijadikan senjata pamungkas dalam menyelesaikan suatu kasus apalagi menyangkut eksistensi simbol negara dimata masyarakat internasional bukan memberikan penghargaan dan sejenisnhya. Sekali lagi Negara Kuat jika diimbangi dengan upaya penegakan hukum yang berkeadilan, bermanfaat dan mendapatkan kepastian hukum. Sehingga Hukum harus menjadi panglima bagi bangsa ini, diperkuat dalam asas fiat justitia ruat caelum, artinya hendaklah keadilan ditegakkan, walaupun langit akan runtuh. Dalam adagium : nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali yang mengandung tiga prinsip dasar yang harus menjadi acuan setiap aparat penegak hukum :
– Nulla poena sine lege (tiada pidana tanpa undang-undang)
– Nulla Poena sine crimine (tiada pidana tanpa perbuatan pidana)
– Nullum crimen sine poena legali (tiada perbuatan pidana tanpa undang-undang pidana yang terlebih dulu ada)
Semoga diimplementasikan oleh pihak-pihak terkait, sekian dan teirmakasih
Salam Hormat
Higinus Wilbrot, S.H
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H