Dalam beberapa tahun terakhir banyak kejadian yang dilakukan oleh oknum yang menghina simbol-simbol negara baik lewat ungkapan, tulisan bahkan lewat adegan foto. Kebebasan berpendapat atau bereksperimen telah disalahgunakan, bicara tentang suatu kebebasandalam bingkari NKRI bukan berarti bebas dalam segalah hal namun ada batasan-batasan, artinya kebebasan harus bertanggungjawab senantiasa berjalan sesuai dengan aturan konstitusi.
Higinus Wilbrot, S.H (Penulis) Kader Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI)
Kembali penulis membaca informasi terbaru tentang sekelompok anak muda sedang berpose bareng naik diatas kepala patung pahlawan, Saya kembali teringat dengan kejadian yang hampir sama beberapa minggu yang lalu ada seorang artis bernama Zaskia Gotik menghina pancasila. Ia menyebut bahwa tanggal Kemerdekaan RI pada 32 Agustus dan lambang sila kelima bebek "nungging". justu saat ini dijadikan Duta pancasila , ada juga kejadian seorang pimpinan ormas yang jelas-jelas menghina pancasila dalam sebuah video yang diugah dalam youtube tetapi dibiarkan begitu saja oleh aparat bahkan dijadikan tokoh panutan.
Semua elemen bangsa ini harus kembali memperlajari sejarah berdirinya bangsa yang besar ini berkat perjuangan para pendiri bangsa yang berjuang hanya untuk mempersatukan wilaya daratan dan lautan berserta segalah isinya yang begitu luas dengan nama Negara kesatuan Republik Indonesia yang dihuni oleh berbagai masyarakat dengan berbagai Suku, Agama, Ras dan golongan. Maka sebagai generasi penerus perluh menjaga, menghormati serta menghargai jasa para pahlawan.
Bangsa Indonesia ini akan menjadi bangsa yang kuat dan jaya jika Hukum menjadi panglima untuk memenej persoalan kehidupan sosial masyarakat, Jika kemudian hukum bukan panglima maka jangan heran ada warga negara bertindak bebas untuk melecehkan simbol Negara tanpa ada hukuman sebagai efek jera. Untuk itu rasa nasionalisme, cinta tanah air dengan menghargai jasa para Pahlawan harus senantiasa diTumbuhkembangkan melalui lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan hingga lingkungan masyarakat.
Begitu banyak persoalan penghinaan terhadap simbol Negara, saya kembali bertanya dalam diri , kenapa negara ini begitu lemah menghadapi oknum-oknum yang menghina simbol-simbol negara?, apakah memang aparat negara ini takut sehingga belum berani memproses secara progresif terhadap para penghina simbol negara? dan Saya berharap pertanyaan kritis ini bisa dijawab oleh pihak aparat penegak hukum untuk tidak segan-segan memproses secara hukum bagi setiap warga negara yang telah menghina simbol negara.
Ada beberapa dasar hukum yang bisa menjerat pelaku penghinaan terhadap simbol negara sebagai berikut sebagaimana diuraikan secara singkat sebagai berikut
Simbol dan Lambang adalah Sama
Simbol dan Lambang merupakan dua istilah yang memiliki arti sama. Kamus Besar Bahasa Indonesia(“KBBI”)yang kami akses dari laman Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI memberikan arti kedua istilah tersebut sebagai berikut:
Lambang Yaitu
1.sesuatu seperti tanda (lukisan, lencana, dan sebagainya) yang menyatakan suatu hal atau mengandung maksud tertentu; simbol
2.tanda pengenal yang tetap (menyatakan sifat, keadaan, dan sebagainya)
3.huruf atau tanda yg digunakan untuk menyatakan unsur, senyawa, sifat, atau satuan matematika
Lambang Negara Adalah simbol resmi suatu Negara
Jadi, simbol negara dan lambang negara adalah dua istilah yang mempunyai arti yang sama, tidak ada perbedaan.
Di Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan(“UU 24/2009”), bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan Indonesia merupakan simbol kedaulatan dan kehormatan negara, serta simbol identitas wujud eksistensi bangsa dan negara. Ini menegaskan bahwa lambang negara adalah salah satu simbol negara.
Lambang Negara Indonesia
Lambang Negara Indonesia adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia berbentuk Garuda Pancasila yang kepalanya menoleh lurus ke sebelah kanan, perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda.
Sanksi Pidana Bagi yang Menghina Lambang Negara
Berikut kami uraikan pasal-pasal yang dapat dikenakan terhadap orang yang menghina lambang negara:
1.Pasal 154aKitab Undang-Undang Hukum Pidana(“KUHP”)
“Barang siapa menodai bendera kebangsaan Republik Indonesia dan lambang Negara Republik Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat puluh lima ribu rupiah.”
Terkait pasal ini, R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal(hal. 133) menjelaskan bahwa “menodai” adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menghina.
2.Pasal 57 UU 24/2009:
Setiap orang dilarang:
a.mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Lambang Negara;
b.menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran;
c.membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai Lambang Negara; dan
d.menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-Undang ini.
Ancaman pidana bagi orang yang melanggar ketentuan di atas diatur dalam Pasal 68 UU 24/2009:
“Setiap orang yang mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”
Dari bentuk-bentuk larangan terhadap lambang negara yang dimaksud di atas dapat kita lihat unsur-unsur pidananya:
- setiap orang;
- mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak lambang negara;
- dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan lambang negara.
Oleh karena itu, untuk dapat dihukum dengan aturan-aturan ini , orang tersebut harus memenuhi seluruh unsur-unsur pidananya terutama “dengan maksud” atau dengan sengaja menghina lambang negara dan unsur-unsur pidana itu perlu dibuktikan dan ini kembali pada wewenang aparat penengak hukum untuk senantiasa Pro aktif menjalankan amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan Atau diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) Pasal 154a tentang sanksi bagi penghina lambang Negara.
Saya berharap hukum pidana harus tetap menjunjung tinggi prinsip ultimum remedium Artinya sanksi pidana harus dijadikan senjata pamungkas dalam menyelesaikan suatu kasus apalagi menyangkut eksistensi simbol negara dimata masyarakat internasional bukan memberikan penghargaan dan sejenisnhya. Sekali lagi Negara Kuat jika diimbangi dengan upaya penegakan hukum yang berkeadilan, bermanfaat dan mendapatkan kepastian hukum. Sehingga Hukum harus menjadi panglima bagi bangsa ini, diperkuat dalam asas fiat justitia ruat caelum, artinya hendaklah keadilan ditegakkan, walaupun langit akan runtuh. Dalam adagium : nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali yang mengandung tiga prinsip dasar yang harus menjadi acuan setiap aparat penegak hukum :
– Nulla poena sine lege (tiada pidana tanpa undang-undang)
– Nulla Poena sine crimine (tiada pidana tanpa perbuatan pidana)
– Nullum crimen sine poena legali (tiada perbuatan pidana tanpa undang-undang pidana yang terlebih dulu ada)
Semoga diimplementasikan oleh pihak-pihak terkait, sekian dan teirmakasih
Salam Hormat
Higinus Wilbrot, S.H
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H