Mohon tunggu...
Wiko Arif Wibowo
Wiko Arif Wibowo Mohon Tunggu... -

Jaringan BEM Biologi| Humas & Jaringan GC| Badan Alumni & Jaringan JMMB| Divisi Penelitian BiOSC| Agent StopBiopiracy| Fakultas Biologi UGM

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kenapa sih, Mesti Teriak "Stop Biopiracy"?

6 November 2013   19:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:31 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang anak kecil yang berusia sekitar 5 tahun tengah asyik bermain sendiri di halaman depan rumahnya dengan berbagai macam mainan yang ada disekelilingnya. Ia dengan imajinasinya terhanyut dan masuk dalam dunia fantasinya, bahkan mengindahkan seruan makan yang dilontarkan oleh Ibundanya. Meskipun berdasarkan waktu saat itu menunjukkan waktunya sang anak untuk makan siang, namun saking asyiknya sang anak tidak merasakan tuntutan lambungnya untuk segera makan, sang anak masih asyik bermain. Sang anak memang berasal dari keluarga yang kaya raya, dimanjakan oleh kasih sayang kedua orang tuanya dan dimanjakan dengan berbagai macam mainan yang dibelikan oleh Ayahnya.

Waktu yang terus berlalu tak jua membuat sang anak beranjak untuk makan meskipun sang Ibunda telah mengingatkannya untuk kesekian kalinya, hingga akhirnya tiba-tiba datanglah seorang temannya yang berusia sedikit lebih besar darinya dan turut serta bermain dengan sang anak. Hal itu membuat sang anak makin seru bermain dengan robot-robotnya, mobil-mobilannya dan pesawat tempur bersama temannya. Hal tersebut tidak berlangsung lama ketika tiba-tiba temannya memutuskan untuk pulang dan mengakhiri permainan, namun sang anak tiba-tiba menyadari bahwa ternyata temannya membawa satu dari sekian banyak mainannya pulang kerumah tanpa memberitahukannya. Sang anak pun akhirnya menangis, berontak dan marah menuntut mainannya untuk segera dikembalikan.

***

Indonesia kini dapat diibaratkan seperti sang anak yang dianugerahi kekayaan alam dan keanekaragaman genetik yang luar biasa oleh Sang Pencipta, bahan tambang yang melimpah, tanah yang subur, kekayaan laut yang luar biasa dan megabiodiversity menjadikan negara ini kaya. Dengan kekayaan tersebut, banyak manusia-manusia negara lain datang berinvestasi, berbisnis atau hanya sekedar menikmati indahnya surga khatulistiwa, sementara kita sibuk dan terlena dengan segala kekayaan yang ada pada kita saat ini, sehingga kita hanya terbengong-bengong bingung untuk bagaimana cara memanfaatkannya. Sayang sekali, kekayaan itu hingga saat ini tidak bisa menjadikan rakyat negara ini menjadi sejahtera.

Manusia negara lain mengeruk keuntungan di Indonesia dengan investasi terhadap bahan tambang dan mineral serta pengolahannya. Manusia negara lain berhasil mendoktrin para remaja Indonesia dengan berbagai macam cara, baik mode, lifestyle,olahraga dan budaya. Manusia negara lain menjadikan Indonesia sebagai negara penampungan semua benda yang mereka ciptakan. Tak puas mengeruk keuntungan, kini manusia negara lain juga mencuri kekayaan Indonesia yang lain, yaitu keanekaragaman genetik biodiversitas Indonesia. Manusia negara lain menguasai teknologi, lantas apakah semua yang ada di Bumi ini menjadi hak mereka semua? Keuntungan hanya untuk mereka? Itu semua di tanah kita, itu hak kita! Bahkan sang anak pun mengerti itu.

Fenomena yang menarik disini adalah pencurian genetik atau umum disebut biopiracy. Biopiracy adalah pengambilan sampel kode-kode genetik suatu organisme yang digunakan untuk rekayasa genetika sehingga diperoleh sesuatu hal (spesies baru dengan varietas yang lebih unggul,dll) yang diciptakan dari rekayasa genetika tersebut yang memberikan keuntungan sepihak tanpa adanya transparansi proses yang jelas antara peneliti dengan negara pemilik kode genetik tersebut. Fenomena biopiracy ini umum terjadi pada negara-negara berkembang yang belum dapat mengeksplore kekayaan alamnya, baik itu bahan tambang, keragaman genetik dan sumber daya manusianya. Logikanya, negara berkembang yang cenderung terbelakang akan semakin terbelakang dan negara maju akan semakin maju. Bagaimana tidak? Keuntungan diciptakan hanya untuk manusia negara lain (serta lembaga dan negaranya), sementara keuntungan yang mereka peroleh itu juga hasil dari penjualan produk hasil rekayasa genetika ke negara asal dari sumber kode genetik tadi yang merupakan negara terbelakang, apakah itu adil? Anak kecil pun tau, jika itu semua adalah kecurangan! Apakah kita akan terus berdiam diri? Dimana letak kedaulatan negara kita?

Biopiracy ini tidak hanya berbicara tentang biologi dan sains, tapi tentang negara kita, Indonesia. Segala halnya akan terkait dengan kehidupan berbangsa dan bernegara, baik itu politik, hukum, ekonomi dan budaya. Hal ini merupakan sebuah bentuk penjajahan versi modern dengan kita selalu dijajah, selalu! Ini hak kita, persamaan kedudukan setiap negara di dunia Internasional, kita harus memperjuangkan itu! Jika bukan kita, lalu siapa lagi? Akankah kita selalu menjadi terbelakang? Bangkitlah pemuda Indonesia, Biopiracy isn’t about Biology, it’s about Indonesia!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun