Mohon tunggu...
wike handayani
wike handayani Mohon Tunggu... Akuntan - I am according My RABB rules

a mother and wife improve being better human in Alloh rules An Accountant try better

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hadiah Insentif Pajak di Tengah Pandemi Virus Corona

12 April 2020   21:07 Diperbarui: 13 April 2020   05:47 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

HISTORY PAJAK

      Pada zaman dahulu arti kata pajak yaitu pemberian. Arti Pajak sendiri merupakan suatu perbuatan, Tindakan secara ikhlas, tampa pamrih, atas kemauan sendiri untuk memberi sesuatu secara sukarela dari rakyat kepada pemimpinnya. Sesuatu yang diberikan tersebut biasanya biasanya berupa barang hasil usaha atau yang dapat diperjual belikan seperti bahan makanan pokok seperti gandum, sayuran, buah, hewan ternak, emas.   

       Pada masyarakat yang pemikirannya sudah maju dan berkembang terdapat kewajiban untuk membayar retribusi kepada penguasa (Frecknall-Hughes, 2015). Penemuan beberapa artefak sejarah berupa tulisan kuno yakni baji di Mesopotamia ( Irak ) yang melukiskan bahwa sejak zaman dahulu para bangsa primitive yang berada di daerah tersebut sudah menyerahkan hasil buminya seperti emas, hewan ternak kepada kuil sebagai penguasa. Pada Mesir Kuno pemberian paksa kepada penguasa berupa barang produksi dan pertanian jika tidak mempunyai sesuatu untuk diberikan dapat berupa melakukan pelayanan atau tenaga kerja (Smith, 2015).

      Zaman Revolusi Industri di Inggris terdapat pergolakan antara buruh dan baron pemilik tanah yang menimbulkan perjanjian antara buruh dan pemilik tanah bernama Magna Charta Libertatum, yang slogan terkenalnya adalah: “…No scutage nor aid should be levied without the consent of the common counsel of the realm…” artinya Raja John tidak boleh meminta dengan paksa pajak/retribusi dari buruh / rakyat tanpa persetujuan dari penasihat umum raja (Arlidge dan Judge, 2014).

     Zaman kerajaan hingga penjajahan dimulai dari upeti kepada raja, pajak penjualan barang di pasar, pajak sewa tanah terjadi di Indonesia. Nama upetinya Cintingentern dan  Verplichte Leverantien atau lebih dikenal dengan tanam paksa. Gubernur Jendral Raffles mewajibkan pajak atas tanah sebagai Lnantante dalam bahasa Belanda, artinya sewa tanah. Lnantante (sewa tanah) diganti menjadi pajak tanah sewaktu Jepang berkuasa, dan setelah Indonesia merdeka diganti menjadi Pajak Hasil Bumi.

     Peraturan perpajakan di Indonesia merupakan peraturan dari zaman penjajahan sebelum adanya reformasi perpajakan tahun 1983. Reformasi perpajakan terjadi karena banyak peraturan yang bersifat colonial sehingga reformasi dilakukan agar system perpajakan lebih efektif, efisien, mengikuti  perkembangan zaman/globalisasi sesuai dengan prinsip equality, simplicity, fairness. Pemerintahan dibangun oleh ‘’tool” yaitu pajak yang mengikuti perubahan zaman peraturannya sehingga menjadi alat ukur yang baik (Blankson, 2007:67).

Pajak di era modern mempunyai fungsi antara lain:

  • Fungsi Anggaran (Budgetair)

Bugetair berfungsi untuk standard untuk biayain pembangunan.

  • Fungsi Mengatur (Regulerend)

Berfungsi untuk melaksanakan kebijakan fiskal. Contoh insentif pajak di tengah menghadapi musibah virus corona

  • Fungsi Stabilitas

Berfungsi untuk moneter agar perekonomian dapat dikendalikan, Contohnya dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.

  • Fungsi Redistribusi Pendapatan

Meningkatkan perekonomian masyarakat dengan banyaknya lowongan kerja.

       Di akhir tahun 2019 dunia dikagetkan oleh adanya virus corona atau COVID 19. Virus yang mirip dengan virus MERS ini berasal dari kota Wuhan Cina. Virus ini pertama kali ditemukan di sebuah pasar yang menjual belikan hewan terdapat seorang penjual yang mengalami radang tenggorokan dan mengalami sesak napas. Semenjak itu virus ini merebak mulai dari pasar di Wuhan lalu menyebar ke 1 kota merebak hingga negara. Virus ini mudah sekali berkembang melalui perantara udara dan manusia.

       Dunia menghadapi wabah virus corona yang tidak hanya berimbas kepada kesehatan tetapi ekonomi. Perekonomian dunia diperkirakan akan mengalami krisis seperti krisis yang pernah terjadi di tahun 2008 menurut International Monetary Fund/IMF ( 2020 ). Hal ini disebabkan karena berkurangnya intensitas perdagangan antar negara-negara di dunia akibat pembatasan masuk suatu negara akibat virus corona. Berkurangnya perdagangan jual beli antar negara yaitu ekspor impor. Menurut for Economic Co-operation and Development / OECD ( 2020 ) dalam rangka mencegah pengangguran, kestabilan investasi, menjaga arus kas sektor usaha, mendorong konsumsi, dan sebagainya akan diterapkan berbagai kebijakan instrument pajak.

Menurut research DDTC kebijakan pajak yang digunakan yaitu

  • Stimulus PPh badan dan PPh pribadi bertujuan untuk meningkatkan arus kas sektor usaha dan rumah tangga, mendukung investasi dan pekerjaan  seperti pemotongan tarif, pengembalian dan subsidi pajak.
  • flexibilitas administrasi perpajakan yakni tenggat waktu pembayaran/pelaporan, penangguhan pembayaran, dan pemutihan denda/bunga diperpanjang hingga 31 April 2020.
  • Jumlah penderita COVID 19, terdapat keterkaitan antara jumlah kasus positif COVID-19 dengan jumlah kebijakan pajak yang dilakukan oleh pemerintah. Kasus pandemic virus corona yang jumlah angka penderitanya tinggi di negara-negara tersebut, untuk merangsang perekonomian lebih menyukai menggunakan berbagai stimulus pajak.

     Indonesia mengalami pandemic virus Covid 19 dari akhir Februari 2020 dimulai dari kota Depok. Pasien pertama terkena karena mengadakan kontak dengan wisatawan asing dari Jepang. Jepang merupakan salah negara yang awalnya mengalami pandemic virus Corona terbesar di dunia. Virus Corona ini berdampak besar terhadap perekonomian Indonesia yakni banyak pendapatan perusahaan yang berhubungan dengan ekspor impor berdampak besar. Peraturan yang digunakan adalah Permenkeu 23/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak terdampak Wabah Virus Corona dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-156/PJ/2020 tentang Kebijakan Perpajakan sehubungan dengan Penyebaran Wabah Virus Corona-19 serta Perppu 1 Tahun 2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak terdampak Wabah Virus Corona .

Menurut Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-156/PJ/2020 tentang Kebijakan Perpajakan sehubungan dengan Penyebaran Wabah Virus Corona-19 berisi:

  • penetapkan tanggal 14 Maret 2020 hingga tanggal 30 April 2020 sebagai keadaan kahar (force majeure) dalam sektor pajak oleh pemerintah.
  • Penangguhan pelaporan SPT Masa PPh orang pribadi dan pelunasan jika terdapat Kurang Bayar diperpanjang hingga 30 April 2020 tanpa dikenakan denda administrasi
  • Wajib Pajak Orang Pribadi yang wajib menyampaikan Laporan penempatan, realisasi pengalihan dan investasi harta karena mengikuti amnesty pajak batas pelaporan diperpanjang hingga 30 April 2020
  •  Wajib Pajak mendapatkan relaksasi pengajuan upaya hukum tertentu seperti permohonan keberatan, pengurangan, penghapusan sanksi administrasi atau surat tagihan pajak kedua,  pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak oleh Wajib Pajak dapat menyampaikan pada hingga tanggal 31 Mei 2020

Melalui Lampiran Permenkeu 23/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak terdampak Wabah Virus Corona dijelaskan tentang fasilitas, insentif dan cara penghitungan yakni:

  • Fasililitas PPh Pasal 21 yang ditanggung Pemerintah (DTP) untuk 440 Kelompok Lapangan Usaha (KLU)Wajib Pajak.
  • Fasilitas PPh Pasal 22 mengenai Impor yang dibebaskan.
  • Pengurangan Besar Angsuran PPh Pasal 25 sebesar 30% dari Januari hingga Desember 2019
  • Pengembalian Pendahuluan Pembayaran PPN untuk 102 Kelompok Lapangan Usaha (KLU)Wajib Pajak.

Perppu 1 Tahun 2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak terdampak Wabah Virus Corona memberikan pengurangan tarif pajak penghasilan badan menjadi sebesar 22 persen untuk tahun-tahun pajak 2020 dan 2021 dimana sebelumnya dalam Pasal 17 Undang-Undang no.36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 25 persen, dan menjadi 20 persen mulai tahun pajak 2022.

Sebagai salah satu cara untuk mendukung penanggulangan dan penanganan virus Corona di Indonesia dikeluarkan” tool “ pajak melalui Permenkeu 23/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak terdampak Wabah Virus Corona, Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-156/PJ/2020 tentang Kebijakan Perpajakan sehubungan dengan Penyebaran Wabah Virus Corona-19 dan Perppu 1 Tahun 2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak terdampak Wabah Virus Corona patut disyukuri mengingat beratnya dampak dan kehancuran ekonomi dunia karena penggebluk COVID-19.

INSENTIF PAJAK 2009 VS INSENTIF PAJAK 2020

     Pemerintah pernah menempuh kebijakan insentif Pajak Penghasilan PPh 21 di tahun 2009. Saat itu, yang dibebaskan oleh pemerintah yaitu Pajak Penghasilan (PPh) bagi karyawan di industri manufaktur, pertanian (termasuk peternakan, perkebunan, kehutanan, dan perburuan), serta perikanan yang memiliki penghasilan bruto di bawah Rp 5 juta/bulan. Saat itu tarif 5% untuk Pajak Penghasilan PPh 21 bagi karyawan yang penghasilan bruto maksimal Rp 5 juta/bulan.

         Penurunan tingkat konsumsi di tahun 2008 dari 5,3% menjadi 4,9% di tahun 2009 oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Kenyataan yang terjadi di lapangan, stimulus Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan PPh 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) hanya sekitar Rp 300 miliar di tahun 2009. Tidak sampai 5% penyerapannya. Hasil kurang bagus untuk penyerapan stimulus pajak berupa insentif Pajak Penghasilan PPh 21. Diharapkan insentif Pajak Penghasilan PPh 21 tahun 2020 tidak seperti tahun 2009 yang di-anggarkan sebesar 6,5 Triliun tetapi kurang terserap. Insentif Pajak Penghasilan PPh pasal 21 diberikan untuk menjaga konsumsi/daya beli dan mencegah PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Sehingga kalau pemerintah kembali ingin menerapkan insentif Pajak Penghasilan PPh 21, apalagi dengan skema Ditanggung Pemerintah (DTP), harus melihat data dan pengalaman di tahun 2009. Jangan sampai jauh panggang dari api, sudah ada anggarannya tetapi realisasi dari anggaran Ditanggung Pemerintah (DTP) tidak digunakan/termanfaatkan dengan baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun