Di desa penulis selesai lebaran (salam salaman satu kampong) ya selesai juga kegiatannya, warga sekitar lebih banyak yang pulang kampung ke desa mereka masing-masing. Kecuali yang tanah kelahirannya memang di desa ini. Baru ramelah di halaman mereka.
Jika penulis simpulkan, tradisi dan Sosial keagamaan di desa penanggungan tempat penulis tinggal tidak Setradisonal kehidupan beragama di desa lainnya. Hal ini dikarenkan penduduk yang tinggal disekitar pinggir jalan raya Jember-Bondowoso memiliki beberapa Ormas serta kepribadian berbeda. Sehingga untuk mereka yang ber ormas Nu tetap dengan Ke NUannya, sedang mereka yang ber ormas Muhammadiyah dengan corak pemikirannya sendiiri. Sehingga diharapkan tidak ada perbedaan ormas yang menjadikan pro dan kontra antara pemikiran yang satu dengan lainnya.
Indah bukan, jika agama yang kita tanam dari dalam hati mampu menyatukan beberapa keragaman pendapat yang berbeda. Kita hormati mereka yang tidak sependapat dengan kita. Mereka tidak tahlil tidak apa-apa. Kita tak berjilbab panjang-panjang pun tidak apa-apa. Apapun ormas mu, kita satu agama. Islam. Biarkan Allah yang menilai ibadah kita.
Inilah wajah kehidupan beragama islam di desa penanggungan pinggir jalan raya Jember Bondowoso.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H