Â
Masa BDR sungguh membuat frustrasi. Semua sekolah tutup untuk waktu yang tak bisa diprediksi kapan akan buka lagi.
Orangtua tetiba harus menjadi guru penuh waktu untuk anak-anaknya. Padahal mapel mungkin banyak yang tak pernah mereka pelajari waktu masih sekolah dulu.
Guru-guru tetiba harus menjadi aktor/aktris, penulis skenario dan bahkan youtuber, untuk membuat video bahan ajar pembelajaran bagi murid-muridnya. Kebutuhan gadget yang memenuhi spec tetiba harus diadakan. Penggunaan data menjadi berlipat ganda dari pemakaian normal.
Ana-anak tetiba harus terkurung di dalam rumah. Tak bisa bertemu kawan-kawannya, bersosialisasi, berolah raga, dan kegiatan lain. Belajar di rumah, olah raga di rumah.
Semua kegiatan dilakukan di dalam rumah. BDR yang sudah berjalan berbulan-bulan ini, menimbulkan kebosananan, belum lagi jika BDR tidak berjalan dengan baik.
Susah mengerti pembelajaran yang disampaikan guru, sehingga malas mengerjakan tugas-tugas yang diberikan.
Alhasil, keributan mulai muncul. Orangtua frustrasi, anak-anak frustrasi, pertengkaran dan bahkan ada kasus ekstrim dimana sseorang ibu menusuk anaknya hingga meninggal karena kesal anaknya nggak ngerti-ngerti ketika diajari.
Jika keluarga kita mengalami hal seperti ini. Anak-anak mulai malas belajar, tak mau mengerjakan tugas. Kini saatnya kita mundur ke belakang. Tarik nafas dalam-dalam, istighfar, dan jangan paksa anak-anak untuk belajar atau mengerjakan tugas.
Biarkan mereka meninggalkan buku pelajaran dan tugas sekolah sejenak. Tak usah pusing soal nilai atau rapor. Nilai rapor sekolah jelek bukan akhir segalanya. Belajar jika dalam kondisi terpaksa dan tertekan juga tak akan bisa mendapakan hasil yang optimal.
Beri kesempatan ana-anak untuk istirahat sejenak, beri mereka kebebasan untuk mengerjakan hal-hal yang menarik minat mereka. Beri dukungan penuh.