Masa gabut karena pandemi c0vid19 membuat saya cukup punya waktu luang untuk mengikuti berita-berita artis. Ada hal yang menarik perhatian saya, yaitu kisruhnya hubungan Aurel dan Azriel dengan ibu kandung mereka, Mimi KD.
Hal-hal sepele yang seharusnya biasa saja menjadi masalah besar dan mengakibatkan perseteruan yang panjang di dunia maya maupun di dunia nyata.Â
Sebagai ibu dengan 3 anak, yang juga mengalami masalah perceraian. Sungguh saya ikut prihatin melihatnya. Bagaimanapun, dari sisi Aurel dan Azriel berseteru dengan ibu kandung akan sangat merugikan diri sendiri. Agama mengajarkan untuk selalu memuliakan ibu. Ibumu..ibumu..ibumu. Karena ridho Allah dekat dengan ridho Ibu.
Saya ingat pernah melihat di youtube ada seorang yang bertanya pada seorang ustdz, yang intinya dia waktu kecil "dibuang" ibunya, setelah dewasa dan mapan, ibunya sering datang ke rumahnya. Dia merasa kesel, marah, karena ibunya dulu tak mau merawatnya, kenapa setelah dia dewasa datang terus ke rumahnya.
Ustadz menjawab, " kalaupun semua yang kamu miliki kamu berikan pada ibumu, maka itu belum cukup untuk membayar seluruh kebaikan ibumu padamu". Â
Hubungan perasaan adalah hubungan yang paling rumit. Setiap perceraian pasti menyisakan sakit hati dan luka yang -tanpa kebesaran jiwa- akan membekas dalam waktu lama dan akan memicu berbagai pertengkaran meski hanya persoalan sepele. Dari kedua belah pihak.
Ketika Aurel komen di ig Mimi KD dengan mengatakan bahwa wa nggak dibalas-balas, sebenarnya itu komplain biasa saja. Anak-anak biasa tidak sabaran, sama seperti ketika anak pulang ke rumah, pintu terkunci, ketuk ketuk pintu ga dibuka-buka, karena si ibu di belakang dan tidak mendengar, maka pasti dia akan teriak, mama lama amat sih ga bukain pintu. Sesederhana itu.Â
Membangun rumah tangga ke dua karena perceraian dengan sejarah yang kurang mengenakkan akan membuat hubungan menjadi sulit. Apalagi jika pasangan ikut campur. Ketika saya bercerai, karena masalah, you know lah, tak ada banyak persoalan yang muncul dalam relasi hubungan ayah dan anak-anaknya, yang semua ikut dengan saya.
Kenapa? Karena si ayah melarang keras istrinya ikut campur dalam hubungannya dengan anak-anaknya. Bahkan saya pun tidak ikut campur. Ketika ayahnya anak-anak menjenguk, mereka saya beri ruang dan waktu untuk bepergian bersama, makan bersama, tanpa kehadiran saya.Â
Lupakan sakit hati karena penyebab perceraian, itu tak ada hubungannya dengan anak-anak. Jadi tak selayaknya anak-anak harus menanggung kesedihan karena perceraian orangtuanya.Â
Pernah pada suatu masa, si istri cemburu berat tiap kali si ayah ini menjenguk anak-anaknya ke rumah. Karena jarak jauh yang memisahkan, maka hanya bisa berkunjung 6 bulan sekali. Tiap kali berkunjung selalu ditelpon si istri tiap hari dan bahkan istri ini nge wa saya dan menuduh macam dan sungguh membuat tidak enak.
Lalu si ayah ini melarang leras si istri untuk ikut campur dalam hubungan dia dengan anak-anaknya dan melarangnya untuk berkomunikasi dengan saya. Jadilah suasana damai tak ada masalah yang cukup berarti dalam relasi ayah dan anak.
Anak-anak memaafkan ayahnya, sayang dan hormat apapun yang telah dilakukan di masa lalu. Si ayah menyadari tanggung jawabnya dans elalu ada pada saat anak-anak membutuhkan.
Kembali ke kasus Aurel dan Mimi KD, berdasar pengamatan saya sih, sang suami ini tidak perlu mencampuri hubungan istri dengan anak-anaknya,. Tak perlu harus merasa menjadi pahlawan dengan alasan membela si istri. Lah ini kan pertengkaran biasa antara ibu dan anak.
Jika tak ada yang ikut campur, masalah  pasti tak akan menjadi melebar seperti sekarang ini. Selayaknya, beri kesempatan Mimi KD untuk memperbaiki hubungan dengan anak-anaknya, memberi ruang  bagi si istri untuk menjalin komunikasi, tidak ikut campur, tidak berkomentar yang akan membuat persoalan menjadi makin runyam, yang akan membuat anak sakit hati dan bertingkah tidak hormat.
Tidak hanya suami, kakak, saudara atau siapapun tak layak untuk membela sisi manapun, Biarkan ibu dan anak ini memiliki ruang nyaman untuk saling berkomunikasi dan mengungkapkan rasa sayangnya.
Untuk menyelesaikan persoalan "rasa" ini, selama-lamanya, yang diperlukan hanya kerendahan hati, sebagai yang lebih tua, bagi saya tak apa jika  Mimi KD meminta maaf pada anak. Minta maaf atas segala penderitaan anak-anak di masa kecil, minta maaf jika anak merasa sakit hati dan terluka.
Alih-alih mengatakan bahwa harus berterimakasih pada masa lalu. Dan membela diri terus menerus. Meminta maaf adalah awal untuk melakukan rekonsiliasi. Sebaliknya anak-anak juga harus meminta maaf pada Ibu mereka atas apapun yang mereka lakukan yang menyakiti hati ibu mereka.
Lalu keduanya sepakat untuk menerima masa lalu sebagai bagian yang harus diterima, ditutup dan tidak diungkit lagi. Lalu bicara dari ke hati apa yang mereka saling inginkan agar hubungan kedua belah pihak menjadi baik kembali di masa depan.
Saya rasa  jika saja itu bisa dilakukan pasti akan banjir air mata. Saya yakin bahwa dibalik keceriaan seorang Aurel, kemarahan MImi KD, hati mereka menangis dengan persoalan yang terus menerus merundung hubungan mereka. Sungguh melelahkan memendam sakit  hati dan saling membalas menyakiti. Apalagi sakit hati terhadap anak kandung dan ibu kandung, bagi saya itu sakit yang tak terperi.
Sudah saatnya semua keluarga membantu mereka melakukan rekonsiliasi dengan TIDAK IKUT campur dan memberi ruang kebebasan bagi ibu dan anak ini untuk bertemu dan berkomunikasi untuk menghapus segala sakit dan kesalah pahaman yang selama ini terjadi. Semoga semua bisa diselesaikan dengan baik dan bisa kembali menjalin hubungan yang sehat selayaknya ibu dan anak. Aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H