Di era ORBA, karirnya melejit dgn cepat. Dari prajurut Kopassus (dulu Kopasandha) sampai menjadi Danjen Kopassus dan terakhir sebagai Pangkostrad dengan pangkat Letnan Jendral TNI.
Apakah semua itu berkaitan dengan status beliau sebagai menantu Pak Harto? Boleh jadi demikian. Namun kecerdasan dan keberanian beliau dalam menjalankan tugas sbg prajurit TNI diakui oleh berbagai kalangan.
Beliau memperhatikan kesejahteraan anak buah. Beliau turun langsung mengatur strategi, sampai ke Timtim dan Irian Jaya.
Setelah pak Harto lengser, beliau dituduh menculik dan membunuh beberapa orang aktivis. Lalu ada pula tuduhan bahwa beliau akan melakukan kudeta. Tak ayal lagi, beliau disidang oleh Dewan Kehormatan Perwira dgn vonis diberhentikan dari TNI (kabarnya hingga saat ini uang pensiun beliau masih cair setiap bulan).
Beberapa tahun beliau berkelana ke Luar Negeri, bahkan sempat menjadi pelatih perang di Yordania sana. Ketika kembali ke tanah air, beliau mendirikan parpol.
Lewat parpol itu dan dukungan parpol lain, Â pada tahun 2009 beliau berpasangan dengan Mega untuk maju pada pilpres. Mereka berdua gagal.
Waktu itu ada perjanjian (disebut sbg Perjanjian Batu Tulis) dimana salah satu kesepakatan dgn kubu Mega, pada periode mendatang (2014), beliaulah yang akan dicapreskan (pada 2009 beliau cawapres). Akan tetapi pada 2014 kubu Mega mencapreskan Jokowi (berpasangan dengan JK) dan menang.
Sebelumnya beliau pernah "menjodohkan" Ahok dgn Jokowi. Setelah pasangan itu sukses memenangkan pilgub DKI, Ahok menyatakan keluar dari parpol beliau yang mengusung Ahok.
ada pilgub DKI berikutnya, beliau tiba2 mengusung Anies sebagai cagub DKI, berpasangan dgn Sandiaga. Anies yang pernah jadi timses dan mentri Jokowi, di luar dugaan banyak orang, berhasil memenangkan pilgub, menumbangkan Ahok.
Pada pilpres 2019 beliau kembali mencapreskan diri bersama Sandiaga sbg cawapres. Beliau tdk mengambil ulama sbg cawapres, sebagaimana yang dilakukan kubu lawan.
Gagal untuk kedua kalinya, walau tim hukum beliau menggugat ke MK. Hasil sidang MK menolak semua gugatan, sehingga keputusan KPU yang memenangkan pasangan lawan dgn perolehan 55,5% dinyatakan sah.
Tiba-tiba kemarin beliau jumpa Jokowi di stasiun MRT. Timbul pro dan kontra atas pertemuan itu. Sebagian bilang beliau telah berkhianat. Sebagian bilang itu hanya taktik politis belaka.
Itulah beliau Jendral TNI Purnawirawan Prabowo Subianto yang mungkin sudah sangat "kenyang" dengan berbagai cercaan. Tidak hanya dicerca sbg penculik dan pembunuh, tapi juga dituding sebagai pengusaha yang tidak membayar gaji karyawannya. Lalu dituding pula memiliki lahan ribuan hektar di Sumatera.
Ada pula tuduhan pro HTI, pro khilafah. Bahkan masalah pribadi keluarganya pun sering diungkit di medsos oleh para buzzer lawan politik beliau. Hal mana tdk muncul ketika beliau jadi cawapres Mega pada tahun 2009 lalu.
Adakah beliau "membalas" segala hujatan, Â tudingan dan cercaan itu? TIDAK. Â
Ibarat pertandingan sepak bola., beliau hanya "bertahan" sambil melakukan konsolidasi. Mungkin pada saatnya beliau akan melakukan serangan balik? Entahlah.
Sebagai simpatisan PKS (yang berkoalisi dgn Gerindra), maka saya ikut kebijakan PKS dgn mendukung Pak Prabowo sebagai Capres. Beliau saya nilai layak menjadi Presiden RI. Walaupun beliau gagal dua kali, namun adanya 44,5% rakyat yg memilih beliau menunjukkan bahwa beliau tidakkah seburuk yang dihujatkan oleh lawan politiknya.
Dan perlu dicatat, bahwa tahun ini Gerindra sukses meraih ranking 2 mengalahkan parpol besar masa lalu, Golkar, dan parpol lainnya, spt PD, Nasdem, dll. Ini menunjukkan bahwa Prabowo bukanlah tokoh sembarangan.
Demikian sedikit catatan saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H