Ketiga, kita sudah punya aturan RPJMN dan musrembang nasional yang lebih sesuai dengan era saat ini dimana lagi berkembangnya demokrasi partisipatoris yang tidak lagi sentralistik tapi benar benar menerapkan penyerapan aspirasi dari bawah alias buttom up dan juga lebih menonjolkan eksistensi rakyat sebagai subyek pembangunan seperti saat era jokowi, bukan lagi elit sebagai subyek kekuatan nasional yang dapat memperlemah kinerja presiden.
Untuk itu mari kita renungkan kembali gagasan gagasan yang berbau masa lalu yang sentralistik dan PDIP sebagai partai pemenang pemilu sekaligus partai wong cilik harus mampu belajar dari pengalaman bahwa sistem yang tersentral akan membunuh kreatifitas publik dalam partisipatoris pembangunan berkesadaran ,bahkan sistem yang sentralistik bisa menciptakan otoriterisme elit yang membelenggu kekuatan rakyat dalam penguatan pembangunan yang berkelanjutan.
Saran kami mending manfaatkan sistem yang sudah ada dengan fokus penguatan partisipatoris publik melalui musrembang dan perumusan dalam RPJMN yang bersumber pada aspirasi publik. Andaikan GBHN ingin dihidupkan maka rumuskan saja UU Rencana Pembangunan Semesta Berencana (RPSB ) yang konsepnya sama dengan GBHN tanpa harus mengembalikan presiden sebagai mandatoris MPR yang membuat sistem kita setback lagi.
#SalamPencerahan
)* Penulis adalah DIREKTUR EKSEKUTIF CENTER STUDY REPUBLIC ENLIGHTMENT FOR PROGESSIF MOVEMENT (CS REFORM ) dan juga pemerhati sosial politik nasional tinggal di jatengÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H