Mohon tunggu...
Wijaya Kusumah
Wijaya Kusumah Mohon Tunggu... Guru - Guru Blogger Indonesia

Teacher, Motivator, Trainer, Writer, Blogger, Fotografer, Father, Pembicara Seminar, dan Workshop Tingkat Nasional. Sering diminta menjadi pembicara atau nara sumber di bidang ICT,Eduprenership, Learning, dan PTK. Siapa membantu guru agar menjadi pribadi yang profesional dan dapat dipercaya. Wijaya adalah Guru SMP Labschool Jakarta yang doyan ngeblog di http://wijayalabs.com, Wijaya oleh anak didiknya biasa dipanggil "OMJAY". Hatinya telah jatuh cinta dengan kompasiana pada pandangan pertama, sehingga tiada hari tanpa menulis di kompasiana. Kompasiana telah membawanya memiliki hobi menulis yang dulu tak pernah ditekuninya. Pesan Omjay, "Menulislah di blog Kompasiana Sebelum Tidur". HP. 08159155515 email : wijayalabs@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengajar dengan Cinta, Bertahan dengan Derita: Kisah Duka Para Guru Honorer

20 November 2024   13:30 Diperbarui: 20 November 2024   13:35 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Omjay guru blogger Indonesia/dokpri

Mengajar dengan Cinta, Bertahan dengan Derita: Kisah Duka Para Guru Honorer. Inilah kisa Omjay dalam rangka memeriahkan bulan guru Indonesia. Masih banyak guru-guru kita yang belum dibayar layak. Kisah mereka wajib kita suarakan.

Di sudut-sudut sekolah yang mungkin kurang diperhatikan, terdapat sosok-sosok pahlawan tanpa tanda jasa: para guru honorer. Mereka adalah individu yang mengabdikan hidupnya untuk mencerdaskan generasi bangsa, meskipun harus berjuang melawan berbagai tantangan yang kerap kali menghimpit. Kisah mereka adalah kisah cinta yang tulus, namun juga penuh derita.

Setiap pagi, para guru honorer ini bangkit lebih awal, menyiapkan materi pelajaran dengan sepenuh hati. Mereka datang ke sekolah bukan hanya untuk mengajar, tetapi juga untuk memberikan harapan dan inspirasi bagi anak-anak didiknya. Dengan sabar, mereka menjelaskan pelajaran, membantu siswa yang kesulitan, dan menjadi pendengar yang baik bagi cerita-cerita kecil namun berarti dari murid-muridnya. Di balik senyuman yang mereka tunjukkan, tersimpan beban berat yang harus mereka pikul.

Dalam perjalanan mengajar, banyak dari mereka yang menghadapi ketidakpastian. Gaji yang tidak menentu, bahkan sering kali tidak dibayar selama berbulan-bulan, adalah kenyataan pahit yang harus diterima. Beberapa guru honorer harus mencari pekerjaan sampingan demi memenuhi kebutuhan sehari-hari, sementara tetap berusaha memberikan yang terbaik di kelas. Mereka berjuang melawan stigma bahwa pekerjaan mereka tidak sebanding dengan pengorbanan yang telah diberikan.

Kondisi ini sering kali membuat mereka merasa diabaikan. Meskipun berkontribusi besar terhadap pendidikan, status mereka sebagai guru honorer membuat suara mereka teredam. Dalam rapat-rapat pendidikan, mereka jarang diundang untuk berbicara, padahal merekalah yang berhadapan langsung dengan siswa setiap harinya. Keberadaan mereka sering kali dipandang sebelah mata, seolah-olah kontribusi mereka tidak memiliki nilai yang setara.

Namun, di balik semua derita itu, cinta mereka terhadap pendidikan tidak pernah pudar. Setiap kali melihat senyum di wajah murid-muridnya saat memahami pelajaran, rasa lelah itu sirna seketika. Mereka tahu bahwa meskipun pengorbanan mereka tidak diakui, dampak yang mereka berikan akan terus hidup dalam ingatan dan hati para siswa. Semua itu adalah bukti nyata bahwa cinta mereka untuk mengajar lebih besar daripada segala kesulitan yang dihadapi.

Cerita tentang guru honorer adalah pengingat bagi kita semua akan pentingnya menghargai setiap pengorbanan yang dilakukan demi pendidikan. Mereka adalah pahlawan yang bertarung dalam diam, tanpa pamrih, untuk menciptakan perubahan. Sudah saatnya kita memberikan perhatian lebih kepada mereka, memastikan bahwa hak-hak mereka terpenuhi, dan mengakui peran vital yang mereka mainkan dalam membentuk masa depan bangsa.

Mengajar dengan cinta, bertahan dengan derita. Hal itulah realita yang dialami oleh para guru honorer. Semoga kisah mereka menjadi inspirasi bagi kita semua untuk lebih menghargai dan mendukung pendidikan, serta memberikan pengakuan yang layak bagi mereka yang telah memberikan segalanya untuk generasi penerus.

Omjay dan pak Acep/dokpri
Omjay dan pak Acep/dokpri

Derita Guru Honorer: Kisah di Balik Pengabdian

Guru honorer adalah pahlawan pendidikan yang sering kali terabaikan. Mereka mengabdikan diri dengan tulus, namun harus menghadapi berbagai kesulitan yang membuat perjalanan mereka penuh derita. Omjay banyak mendengarkan cerita pak Acep Sopin ketika menjadi guru honorer di sekolah negeri.

Berikut adalah beberapa aspek dari derita yang dialami oleh guru honorer:

1. Ketidakpastian Finansial

Salah satu derita terbesar yang dialami guru honorer adalah ketidakpastian dalam hal gaji. Banyak dari mereka yang tidak menerima gaji secara teratur, bahkan ada yang harus menunggu berbulan-bulan untuk mendapatkan bayaran. Hal ini membuat mereka sulit memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, seperti membayar sewa, membeli makanan, dan pendidikan anak.

2. Kurangnya Pengakuan

Meskipun memiliki peran penting dalam pendidikan, guru honorer sering kali merasa diabaikan. Mereka tidak mendapatkan pengakuan yang layak atas kontribusi mereka. Dalam banyak kasus, mereka tidak diikutsertakan dalam pelatihan atau program pengembangan profesional, yang mengakibatkan stagnasi dalam pengembangan diri dan kemampuan mengajar.

3. Beban Kerja yang Berat

Guru honorer sering dihadapkan pada beban kerja yang lebih berat dibandingkan dengan guru tetap. Mereka mengajar di beberapa sekolah sekaligus untuk memenuhi kebutuhan finansial, yang mengakibatkan waktu dan perhatian mereka terbagi-bagi. Hal ini tidak hanya mempengaruhi kualitas pengajaran, tetapi juga kesehatan fisik dan mental mereka.

4. Stigma Sosial

Ada persepsi negatif di masyarakat terhadap guru honorer, yang sering dianggap kurang profesional atau tidak sebanding dengan guru tetap. Stigma ini membuat mereka merasa kurang dihargai dan terkadang tidak dihormati oleh siswa, orang tua, atau bahkan rekan kerja.

5. Keterbatasan Akses Sumber Daya

Guru honorer sering kali tidak memiliki akses yang memadai terhadap sumber daya pendidikan, seperti buku, alat peraga, atau fasilitas pembelajaran yang memadai. Hal ini membatasi kemampuan mereka untuk memberikan pengalaman belajar yang berkualitas bagi siswa.

6. Komitmen Tanpa Kepastian

Meskipun mereka berdedikasi untuk mengajar, banyak guru honorer yang merasa terjebak dalam situasi yang tidak pasti. Status mereka yang tidak permanen membuat mereka khawatir akan masa depan, termasuk kemungkinan dipecat atau tidak diperpanjang kontraknya.

7. Pengorbanan Pribadi

Banyak guru honorer yang mengorbankan waktu bersama keluarga dan kehidupan pribadi mereka demi tugas mengajar. Mereka sering kali harus menghabiskan waktu larut malam untuk mempersiapkan materi pelajaran, yang mengurangi waktu berkualitas dengan orang terkasih.

Omjay guru Informatika SMP Labschool Jakarta/dokpri
Omjay guru Informatika SMP Labschool Jakarta/dokpri

Penutup dan Kesimpulan

Derita yang dialami oleh guru honorer adalah cerminan dari sistem pendidikan yang perlu diperbaiki. Masyarakat dan pemerintah perlu memberikan perhatian lebih kepada mereka, menghargai pengabdian mereka, dan memastikan bahwa hak-hak mereka terpenuhi. 

Dengan dukungan yang tepat, diharapkan guru honorer dapat terus mengajar dengan cinta, meskipun dalam kondisi yang penuh tantangan. Perubahan ini bukan hanya untuk kesejahteraan mereka, tetapi juga demi masa depan pendidikan yang lebih baik bagi generasi penerus.

Demikianlah kisah Omjay kali ini tentang Mengajar dengan Cinta, Bertahan dengan Derita: Kisah Duka Para Guru Honorer. Semoga dibaca oleh para penentu kebijakan pendidikan di negara Indonesia.

Salam Blogger Persahabatan

Omjay/Kakek Jay

Guru Blogger Indonesia

Blog https://wijayalabs.com

Omjay guru blogger Indonesia/dokpri
Omjay guru blogger Indonesia/dokpri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun