Selain itu, siswa yang diujikan tidak semuanya sehingga belum melihat semua kemampuan siswa di sekolah. Hanya siswa yang terpilih saja yang ikut AKM.
3. Program Sekolah Penggerak
Program Sekolah Penggerak adalah inisiatif untuk meningkatkan kualitas sekolah di seluruh Indonesia. Namun, program ini dikritik karena dianggap tidak merata. Padahal masih banyak gedung sekolah yang kurang baik kondisi gedungnya.
Banyak sekolah di daerah terpencil merasa diabaikan karena tidak memiliki akses yang sama terhadap sumber daya dan pelatihan yang ditawarkan. Hal ini menimbulkan kesenjangan yang lebih besar antara sekolah-sekolah di daerah perkotaan dan pedesaan.
4. Fokus pada Teknologi Tanpa Infrastruktur Memadai
Dengan berkembangnya teknologi dalam pendidikan, Nadiem Makarim mendorong penggunaan platform digital dalam proses belajar mengajar. Namun, kritik muncul terkait infrastruktur yang belum memadai, terutama di daerah terpencil.Â
Banyak siswa yang tidak memiliki akses internet yang stabil atau perangkat yang memadai untuk mengikuti pembelajaran daring, sehingga tujuan digitalisasi pendidikan menjadi sulit tercapai. Inilah mengapa ada anggota DPR komisi X dari NTT yang marah sama Nadiem Makarim.
5. Kurangnya Keterlibatan Stakeholder
Kritik lain yang muncul adalah kurangnya keterlibatan berbagai stakeholder dalam merumuskan kebijakan pendidikan. Beberapa guru, orang tua, dan siswa merasa bahwa suara mereka tidak didengar dalam proses pengambilan keputusan.Â
Hal ini menciptakan ketidakpuasan dan resistensi terhadap kebijakan yang diterapkan. Banyakpakar pendidikan tidak diajak bicara sehingga kebijakan pendidikan dianggap hanya maunya sendiri.