Bisakah menulis Tanpa Ide dan menjelma menjadi buku? Pasti bisa asalkan anda tahu caranya. Omjay sendiri pernah mengalaminya. Akhirnya tulisannya jadi juga. Omjay belajar dari buku karya budiman hakim. Judulnya menulis tanpa ide.
Perlu anda ketahui ya. Saat itu, Omjay sempat bingung mau menulis apa di hari yang penuh ceria. Sebab banyak sekali yang ingin dituliskan dan disampaikan kepada orang lain atau pembaca. Sementara itu datanya masih belum lengkap, dan sumber berita juga belum jelas terdata.
Omjay sempat bingung ketika ketika hendak menulis buku guru penggerak bersama ibu Tuti Alawiyah waktu itu. Beliau sudah duluan ikut pendidikan guru penggerak angkatan pertama selama 9 bulan. Sedangkan Omjay baru mengikutinya di angkatan 7 selama 6 bulan.Â
Nah, pada akhirnya kita menceritakan kisahnya dari sudut pandang masing-masing. Ketika disatukan, oleh editor penerbit Andi Yogyakarta. Naskah bukunya, ternyata lebih enak dibaca. Editor memang jago mengedit kata-kata menjadi lebih bermakna dan dipahami pembaca. Bukunya laku keras dan banyak dibeli orang yang ingin tahu apa itu guru penggerak.
Buku Guru Penggerak akhirnya jadi selama 2 minggu. Omjay sempat buat pertanyaan santai di beberapa WA Group PGRI. Apa yang disebut guru penggerak menurut sudut pandang masing-masing. Ternyata jawabannya banyak dan lebih dari 100 jawaban. Dari pertanyaan itulah akhirnya lahir buku guru penggerak, mendorong gerak maju pendidikan nasional.
Ada beberapa pertanyaan pemantik. Apa itu guru penggerak? Mengapa dibutuhkan guru penggerak? Bagaimana menjadi guru penggerak? Dari ketiga pertanyaan itu akhirnya muncul beberapa pertanyaan lainnya yang kami jawab di buku guru penggerak.
Buku guru penggerak ini dibuat awalnya tanpa ide yang jelas. Omjay mencoba menguraikan sendiri dari pengalaman menjadi guru dari tahun 1994. Ibu Tuti Alawiyah menuliskan pengalamannya selama mengikuti pendidikan guru penggerak angkatan 1 selama 9 bulan.
Menulis tanpa ide, ternyata dapat melahirkan ide yang cemerlang ketika kita mendapatkan teman diskusi. Waktu itu ibu Tuti dan Omjay masih sama-sama sedang menyelesaikan disertasi doktor di Pascasarjana UNJ. Omjay (Wijaya Kusumah) di jurusan teknologi pendidikan, dan ibu Tuti Alawiyah di jurusan Penilaian dan Evaluasi Pendidikan. Kami berdiskusi hanya lewat WA saja.
Setelah menulis, dan kemudian menerbitkan buku guru penggerak, alhamdulillah kami berdua kini telah mendapatkan gelar doktor teknologi pendidikan untuk Omjay, dan doktor Penilaian Evaluasi Pendidikan untuk Ibu Tuti Alawiyah dari Pascasarjana UNJ, Rawamangun, Jakarta Timur.
Sekarang kami ingin melanjutkan membuat buku baru tentang implementasi kurikulum merdeka. Lagi-lagi Omjay belum ada ide mau mulai menulis darimana. Apakah dari mengapa kurikulum harus berubah atau mengapa kurikulum merdeka disahkan pemerintah menjadi kurikulum nasional? Segudang pertanyaan ada di kepala Omjay yang sudah mulai memutih rambutnya.