Guru penggerak kok ngabisin duit rakyat? Begitulah seorang kawan bertanya kepada Omjay. Tentu saja program guru penggerak dan pengajar praktik memerlukan duit yang banyak dari rakyat. Duit tersebut diambil dari anggaran Kemdikbudristek yang telah disetujui DPR. Tidak seperti program KBMN PGRI yang sama sekali tidak menggunakan uang rakyat. Kami saling berbagi dan menginspirasi tanpa menggunakan uang rakyat. Kegiatan kami tidak masuk APBN maupun APBD. Semua murni dari guru oleh guru dan untuk guru.
Melansir berita dari detik edu, anggaran kementerian pendidikan, kebudayaan, riset, dan teknologi atau Kemdikbudristek naik di tahun 2024. Anggarannya menjadi 97 triliun dan program guru penggerak menjadi skala prioritas. Mendikbud Nadiem Makarim ingin guru penggerak menjadi program unggulannya. Sementara guru yang tidak menjadi guru penggerak tidak menjadi program unggulannya.
Sebagai salah satu guru yang sudah mengikuti program pendidikan guru penggerak, memang anggarannya sangat besar. Setiap kali mengikuti lokakarya guru penggerak kami diberikan konsumsi, dan uang transportasi juga uang pulsa untuk mengganti kuota internet. Jumlahnya hampir sama dengan gaji guru honorer yang digaji di sekolah negeri. Begitulah seorang kawan menceritakan ke Omjay.
Ada kegembiraan ketika menerima amplop dari BBGP Yogyakarta, namun ada kesedihan yang Omjay rasakan. Omjay membayangkan kalau uang tersebut untuk membayar gaji guru honorer di sekolah negeri, tentu tak ada ketimpangan sosial dan rasa ketidakadilan. Masih banyak guru-guru kita yang digaji murah. Padahal mereka semua adalah guru penggerak yang mempunyai kewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa.
Melansir dari berita yang Omjay baca di detik edu, anggaran pendanaan untuk program pendidikan guru penggerak memang sangat besar. Itu belum termasuk pengajar praktik, fasilitator, petugas BBGP, dan lain sebagainya. Sayangnya, program guru penggerak belum menyentuh semua guru di Indonesia. Baru sebagian kecil saja. Sehingga wajar memberikan kecemburuan di kalangan guru. Harusnya uang rakyat diberikan dan dirasakan untuk semua guru Indonesia.
"Contoh hal yang membuat lucu adalah adanya aplikasi PMM untuk guru. Namun belum ada aplikasi PMM untuk dosen. Kurikulum merdeka justru tidak memerdekakan guru dalam menggunakan aplikasi. Seolah-olah hanya aplikasi PMM saja yang menjadi solusi untuk peningkatan mutu pendidik. Padahal kalau mau jujur banyak aplikasi yang bagus dan tidak kalah bagus dengan aplikasi PMM". Begitulah seorang kawan memberikan komentarnya.
Melansir informasi dari quipper, tugas guru penggerak memang tidak mudah, karena itulah Kemdikbudristek menggelontorkan uang atau duit yang sangat besar untuk program tersebut. Namun, pada akhirnya program ini belum menyentuh semua guru Indonesia sehingga uang rakyat hanya dihabiskan untuk guru-guru pilihan. Mereka yang tidak terpilih dianggap tidak berkontribusi terhadap program Kemdikbudristek.