Simak secara online di https://live.siberkreasi.id pada Senin (9/10/2023), 09.00 – 11.00 WIB live dari ajang IGF 2023 – Kyoto. Pastikan kita terlibat dan menjadi saksi peletakan tonggak sejarah teknologi digital bagi generasi mendatang.
Perkembangan pesat teknologi Artificial Intelligence (AI) ternyata membuat sejumlah pihak resah. Kekuatan AI tentu di satu sisi dapat memberikan dampak positif dalam hal pengembangan pengetahuan. Namun, ketika tidak dikelola dengan baik, AI dapat mengancam manusia dan kemanusiaannya. Untuk itulah maka sejumlah pimpinan tinggi dunia berkumpul di Kyoto, dalam kegiatan Internet Governance Forum (IGF) 2023.
“Dalam konteks AI, harus ada keberimbangan antara melakukan promosi dan menegakkan regulasi!’, demikian ditegaskan oleh Kishida Fumi, Perdana Menteri Jepang, Senin (9/10/2023), pada diskusi panel khusus AI. Hanya dengan demikian, menurutnya, AI akan dapat memberikan manfaat yang luas, juga mengurangi risiko negatifnya. Disampaikan pula olehnya bahwa negara-negara G7 memiliki target akhir tahun ini akan telah memiliki acuan tata kelola AI yang diharapkan.
Adapun Indonesia, menghadapi dinamika AI terkini, tidak tinggal diam. Indonesia telah memiliki sejumlah rujukan yang bersifat nasional, semisal Strategi Nasional AI, Klasifikasi Standar Pengembangan Lini Bisnis Pemrograman Berbasis AI dan juga UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang telah mengakomodir pemrosesan data yang kompleks.
Demikian Wakil Menteri Kominfo Indonesia, Nezar Patria, menyampaikan di panel yang sama. “Dalam menyikapi perkembangan AI, tentu saja juga perlu ada kebijakan yang mendukung pada sejumlah hal terkait, semisal perihal moderasi konten, keberimbangan dan non-diskriminasi pasar (teknologi digital – Red.) dan juga upaya (penguatan) literasi digital,” tambahnya.
Di sisi lain, Vinton G Cerf, yang lebih dikenal sebagai Bapak Internet Dunia, menyampaikan kepeduliannya tentang AI berdasarkan pengalamannya sebagai dedengkot programmer. “Semakin kita tergantung kepada teknologi, maka akan semakin datang pula risiko-risikonya kepada kita,” tegasnya. AI, menurutnya, tidak hanya soal bagaimana system tersebut akan dikelola, “tapi kita juga harus memastikan darimana sumber materi yang digunakan AI sebagai sebuah machine learning. Kita baru dapat mempertimbangkan kualitas (AI – red.) apabila kita tahun sumber materi yang diolahnya,” ujarnya.
Cerf pun mengingatkan, “teknologi AI juga dapat menghasilkan hal yang tak benar. Jika teknologi memiliki probabilitas untuk benar, maka dia juga memiliki probablitas untuk menjadi salah,” tandasnya.
Demikianlah kisah Omjay kali ini. Semoga bermanfaat buat pembaca kompasiana. Terima kasih.
Salam Blogger Persahabatan