Beberapa waktu lalu, pengelola kompasiana meminta kompasianer untuk menulis tentang pekerjaan rumah yang diakukan oleh siswa di sekolah. Terjadi pro dan kontra dalam tanggapannya.
Bagi docjay, pekerjaan rumah atau PR masih diperlukan oleh siswa. Mengapa diperlukan? Supaya siswa lebih memahami materi yang telah diberikan. Sebab waktu yang diberikan oleh sekolah untuk guru mata pelajaran masih kurang.
PR membuat siswa mencoba hal-hal materi baru yang baru saja diterimanya. Dengan mengerjakan PR, siswa menjadi lebih mantap mempraktikkan apa saja yang sudah didapatkannya hari ini. Siswa belajar secara mandiri tanpa batasan waktu dan tempat.
DokJay masih ingat ketika kuliah S2 di kampus UNJ Rawamangun. Saat itu, Prof. Conny Semiawan memberikan kuliah tentang ilmu pendidikan. Semua mahasiswa diberikan tugas PR membuat resume dari apa yang beliau sampaikan. Mahasiswa tidak diberikan kesempatan mengikuti kuliah berikutnya, bila tugas atau PR yang diminta belum selesai.
Cerita di atas adalah cerita yang Omjay eh DocJay alami ketika kuliah di pascasarjana UNJ Rawamangun Jakarta Timur. Hasilnya, docJay mendapatkan nilai A dari mata kuliah tersebut. Sebab materi yang diberikan menjadi lebih nyantol atau lebih lama dalam long time memori di kepala docJay.
Cerita di atas itu untuk orang dewasa dan mahasiswa S2 pascasarjana. Lalu bagaimana dengan siswa SMP dan SMA? Berdasarkan pengalaman DocJay menjadi guru dari tahun 1992, PR masih diperlukan oleh siswa. Sebab waktu yang diberikan sangat terbatas. Tentu PR yang diberikan harus terukur dan tidak membebani siswa. Sebab masih banyak mata pelajaran lain yang juga harus dipelajari siswa. Guru tidak boleh seenaknya memberikan PR kepada siswa. Semua harus terukur dan berdasarkan kesepakatan antara guru dan siswa. Kalau sudah sepakat, barulah guru memberikan PR untuk dikerjakan di rumah.
Jangan sampai siswa mengeluh karena banyak PR dari berbagai mata pelajaran. Seperti siswa di SMP. Ada 10 mata pelajaran yang harus mereka kuasai. Kalau ada 10 mata pelajaran yang diberikan PR, maka bisa mabok PR siswanya. Mereka tidak lagi menemukan proses pembelajaran yang menyenangkan. PR yang menumpuk akan membuat siswa menjadi STRESS.
OLEH KARENA ITU, KUALITAS MATERI YANG DIBERIKAN GURU KEPADA SISWA HARUS BAGUS. Guru harus menguasai berbagai metode pembelajaran dan memiliki strategi pembelajaran agar materinya sampai ke OTAK siswa. Berikan siswa kemerdekan dan ajak siswa untuk menguasai materi dengan asyik tanpa paksaan dari siapapun. Semua itu dimulai dari perencanaan pembelajaran yang disesuaikan dengan capaian pembelajaran yang sesuai dengan fase siswa.
Caranya? Guru dan siswa harus merasakan pembelajaran yang menyenangkan. Sehingga pemberian PR bukan menjadi sebuah beban tapi sebuah kebutuhan agar materi yang dipelajari semakin dikuasai. Saat ulangan akhir semester, nilai siswa baik dan di atas KKM dalam kurikulum 2013 atau KKTP dalam kurikulum merdeka.
Sebaiknya PR diberikan kepada siswa untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang materi yang sudah dipelajari sehingga siswa semakin menguasai materinya.
Selain itu, PR diberikan melatih siswa untuk mengasah rasa tanggung jawab mengerjakan tugas yang diberikan dengan sebaik-baiknya. Siswa merasa punya tanggung jawab untuk menyelesaikan tugasnya dengan sebaik-baiknya.
Perlu juga disadari bahwa pemberian PR bukan menjadi beban orangtua siswa. Sebab PR harus membuat siswa bekerja secara mandiri dan bukan dibantu oleh orangtuanya.
Demikianlah pendapat docJay dalam opini pilihan kompasiana. Semoga dapat dipahami oleh mereka yang masih memerlukan PR untuk lebih menguasai materi pelajaran.
Guru wajib memberikan penjelasan untuk apa PR diberikan dan sampaikan tujuannya. Dengan begitu, PR yang diberikan membuat siswa senang untuk belajar di mana saja dan kapan saja.
Salam Blogger Persahabatan
DocJay
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H