Abang bajaj bercerita. Biasanya suka ikut naik bajaj bersama ayahnya. Tadi sudah merasa capek jadi tidak ikutan ayahnya naik bajaj keliling kota Jakarta.
Beliau juga cerita baru saya penumpangnya. Belum ada satupun penumpang yang berhasil beliau bawa. Sehari setoran Rp.60.000 dan buat bayar gas Rp. 20.000. Sore itu beliau senang sekali dapat penumpang seperti saya. Katanya bayar berapa saja beliau terima.
Terharu juga saya mendengar ceritanya. Beliau ditabrak mobil sehingga tangan kirinya patah di saat malam tahun baru 2019.Â
Anak muda yang menabrak bajaj beliau langsung lari. Beliau berjalan kaki dari Kwitang ke Jatiwaringin. Kendaraan bajaj beliau titipkan pada orang yang ada di kwitang Jakarta pusat.
Dari situlah kesulitan demi kesulitan hidup beliau hadapi. Untunglah bertemu dengan salah seorang ustadz dan pengurus masjid sehingga bisa tinggal di gudang masjid Al iman. Istrinya kabur tak kuat menahan penderitaan. Tinggal beliau bersama ketiga anaknya harus bertahan hidup di ibukota Jakarta. Beliau sendiri berasal dari kota Cirebon.
Saya terharu mendengar kisah hidupnya yang diuji dengan berbagai cobaan hidup. Saya mendengar dan menyimak kisah hidupnya sampai mengeluarkan air mata. Semoga ada orang baik lainnya yang membantu beliau dari kesulitan hidup.
Ketika sampai di depan gedung guru Indonesia, saya memberikan uang lebih. Supaya beliau bisa membayar setoran bajaj hari ini. Saya pun mengucapkan terima kasih karena sudah mengantarkan saya ke kantor PGRI. Saya punya prinsip. Semakin banyak memberi maka akan semakin banyak menerima. Itulah falsafah hidup yang selalu saya pegang.
Alhamdulillah sampai juga saya di acara buka puasa bersama. Pembawa acara telah membuka acara dengan perasaan senang dan riang.Â
Seriang dan bahagia hati saya bertemu kawan-kawan pengurus PGRI. Sudah lama juga tidak kopdar dengan mereka. Rasa kangen terobati sore itu.
Sudah hampir 2 tahun saya tak datang ke gedung guru Indonesia (GGI) Sebuah gedung bersejarah dan banyak menyimpan kenangan perjuangan para guru.Â