Dari anggota biasa, saya diminta menjadi pengurus Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis. Kami menyingkatnya menjadi APKS. Kegiatan satu frekawensi adalah kegiatan unggulan kami.
Kegiatan APKS banyak sekali. Hampir setiap asosiasi mata pelajaran memiliki program sendiri. Kami di ikatan Guru TIK PGRI sudah banyak membuka kelas online selama masa pandemi ini. Sudah banyak guru yang mengikuti kegiatannya.Â
Saya melihat sudah banyak pengurus PGRI di tingkat kota dan kabupaten melaksanakan berbagai kegiatan. Mereka perwakilan para pengurus PGRI di tingkat provinsi akan melaporkan kinerjanya kepada pengurus besar PGRI.
PGRI adalah organisasi guru tertua dan terlama di Indonesia. Tapi sayangnya tidak semua guru bergabung di PGRI dan memiliki kartu anggota. Mungkin karena malas berorganisasi. Mungkin juga karena telah mendaftar di organisasi guru lainnya.
Selama ini organisasi guru lebih dari satu. Saya hitung sudah lebih dari 34 organisasi guru ada di Indonesia. Organisasi guru TIK saja ada 3 jumlahnya. Para guru dibebaskan memilih organisasi yang sesuai hati nuraninya.
Saya sendiri memilih PGRI sebagai organisasi yang sesuai dengan hati nurani saya. Kiprahnya sudah teruji dan hasil perjuangannya dapat dilihat dengan kasat mata. Salah satunya adalah tunjangan profesi guru yang disingkat TPG. Kawan-kawan menyebutnya sertifikasi guru. Berkat perjuangan PGRI, guru-guru di Indonesia mendapatkan TPG.
Selain itu, banyak guru di Indonesia yang merasakan nyaman berada di sekolah masing-masing. Jadi tidak perlu bergabung ke organisasi guru manapun. Mereka sudah merasa nyaman untuk tidak bergabung di organisasi guru manapun.
Guru-guru seperti ini sudah semakin banyak jumlahnya. Mereka cukup aktif di musyawarah guru mata pelajaran atau MGMP. Juga kelompok kerja guru yang disingkat KKG.
Itulah sedikit jawaban mengapa banyak guru tidak memiliki kartu anggota dan bergabung di PGRI. Barangkali ada tambahan info dari pembaca kompasiana. Terima kasih.
Salam blogger persahabatan
OmjayÂ