Studi-studi nasional maupun internasional, salah satunya PISA, menunjukkan bahwa banyak siswa kita yang tidak mampu memahami bacaan sederhana atau menerapkan konsep matematika dasar. Skor PISA tidak mengalami peningkatan yang signifikan dalam 10 sampai 15 tahun terakhir. Sekitar 70% siswa usia 15 tahun berada dibawah kompetensi minimum membaca dan matematika. Studi tersebut memperlihatkan adanya kesenjangan besar antar wilayah dan antar kelompok sosial ekonomi dalam hal kualitas belajar. Setelah pandemi, krisis belajar ini menjadi semakin parah. Kalau kita tidak turun tangan langsung, akan banyak anak yang learning loss. Itulah yang sama-sama kita khawatirkan.
Pertama, Kurikulum Merdeka disusun untuk mengatasi krisis pembelajaran (learning loss)
Salah satu program cepat tanggap kemdikbud dalam menangani pandemi adalah membuat kurikulum darurat dengan memangkas materi kurikulum 2013 sampai ke materi esensial saja. Ketika ditawarkan ke sekolah-sekolah, sekitar 31,5% sekolah mengadopsi kurikulum darurat ini, dan hasilnya sangat menggembirakan. Sekolah-sekolah yang menggunakan kurikulum darurat lebih sedikit mengalami learning loss daripada sekolah yang tetap full menggunakan kurikulum 2013. Data lengkapnya bisa dibaca di Naskah Akademik. Kurikulum Merdeka adalah penyempurnaan dari kurikulum darurat ini. Krisis pembelajaran diperparah oleh pandemi COVID-19 dengan hilangnya pembelajaran (learning loss) dan meningkatnya kesenjangan pembelajaranÂ
- Sebelum pandemi, kemajuan belajar selama satu tahun (kelas 1 SD) adalah sebesar 129 poin untuk literasi dan 78 poin untuk numerasi.Â
- Setelah pandemi, kemajuan belajar selama kelas 1 berkurang secara signifikan (learning loss).Â
- Untuk literasi, learning loss ini setara dengan 6 bulan belajar. Untuk numerasi, learning loss tersebut setara dengan 5 bulan belajar.
(Diambil dari sampel 3.391 siswa SD dari 7 Kab/ Kota di 4 provinsi, pada bulan Januari 2020 dan April 2021)
Kedua, Tidak ada paksaan dalam penerapan kurikulum merdeka
Sekolah boleh memilih salah satu dari tiga kurikulum sesuai kesiapannya: tetap pakai kurikulum 2013, memakai kurikulum darurat, atau mencoba kurikulum merdeka (boleh secara bertahap). Kepala sekolah dipersilahkan untuk memilih kurikulum yang tepat dan cocok dengan berdiskusi dengan MKKS serta kepala dinas pendidikan di daerahnya masing-masing.
Ketiga, Keunggulan Kurikulum Merdeka
- Lebih sederhana dan mendalam
- Materinya lebih sedikit, hanya yang esensial, sehingga murid dan guru bisa punya kemewahan waktu untuk mendalami suatu tema.
- Lebih merdeka
- Tidak ada peminatan di level SMA, murid-murid bisa memilih mapel sendiri. Guru-guru bisa mengajar sesuai capaian peserta didik (capaian pembelajaran dihitung per fase, bukan per tahun). Sekolah boleh mengembangkan kurikulum sendiri sesuai karakteristik sekolah dan siswa.
- Lebih relevan dan interaktif
Karena materi lebih sedikit, ada waktu utk pembelajaran berbasis projek, dengan tujuan mengasah satu atau beberapa karakter di profil pelajar pancasila (berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong-royong, kreatif, bernalar kritis, mandiri). Dua puluh persen dari jam pelajaran digunakan utk projek-projek aktual lintas mapel, misalnya tentang climate change, kebencanaan, krisis kesehatan, isu toleransi, dll.