Mohon tunggu...
Wijaya Kusumah
Wijaya Kusumah Mohon Tunggu... Guru - Guru Blogger Indonesia

Teacher, Motivator, Trainer, Writer, Blogger, Fotografer, Father, Pembicara Seminar, dan Workshop Tingkat Nasional. Sering diminta menjadi pembicara atau nara sumber di bidang ICT,Eduprenership, Learning, dan PTK. Siapa membantu guru agar menjadi pribadi yang profesional dan dapat dipercaya. Wijaya adalah Guru SMP Labschool Jakarta yang doyan ngeblog di http://wijayalabs.com, Wijaya oleh anak didiknya biasa dipanggil "OMJAY". Hatinya telah jatuh cinta dengan kompasiana pada pandangan pertama, sehingga tiada hari tanpa menulis di kompasiana. Kompasiana telah membawanya memiliki hobi menulis yang dulu tak pernah ditekuninya. Pesan Omjay, "Menulislah di blog Kompasiana Sebelum Tidur". HP. 08159155515 email : wijayalabs@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Karpet Merah untuk Guru Penggerak

9 Februari 2022   08:04 Diperbarui: 9 Februari 2022   09:25 4539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karpet Merah Untuk Guru Penggerak menjadi topik hangat diskusi para guru pelopor. Mereka yakin guru pelopor jauh lebih unggul daripada guru penggerak.

Sekarang ini istilah guru penggerak sudah dipakai oleh kementerian pendidikan, kebudayaan, riset dan teknologi. Seolah-olah hanya mereka yang menjadi guru penggerak yang bisa memimpin di sekolah. Karpet merah pun digelar. Mereka yang lulus pendidikan dan latihan guru penggerak akan dipromosikan menjadi kepala sekolah. Sementara mereka yang tidak ikut diklat guru penggerak tidak dipromosikan menjadi kepala sekolah.

Bagi saya ini sebuah lelucon lucu. Sebab mereka yang terpilih menjadi kepala sekolah adalah orang yang memang terpilih dan memiliki bakat kepemimpinan. Terkecuali buat mereka yang memang sengaja ditunjuk sebagai kepala sekolah oleh pimpinan yayasan sekolah swasta. Biasanya karena ada hubungan kekeluargaan atau koneksi. Lebih tepatnya dibilang KKN.

Tradisi di sekolah kami, kepala sekolah dipilih oleh guru dan wajib mengikuti tes seleksi yang dibuat oleh yayasan pembina UNJ. Tes seleksinya tidak mudah. Saya sendiri ikut merasakan tesnya. Mulai dari tes TOEFL sampai psikologi. Kemudian ada tes wawancara bersama dosen UNJ. Setelah itu kami wawancara dengan pimpinan yayasan dan presentasi program. Belum lagi ditambah dengan tes kesehatan dan tes tertulis.

Tes seleksi calon kepala sekolah tidak mudah. Jadi kalau hanya lewat seleksi calon guru penggerak yang katanya bagus itu, saya kok belum yakin. Sebab prosesnya saja masih mengundang banyak pertanyaan. Kalau jaringan internet anda lemot,maka sudah bisa dipastikan anda tak lolos program guru penggerak.

Kritik pedas buat program guru penggerak Kemdikbud ristek. Buat saya program ini hanya menghabiskan dana APBN saja. Tidak ada hal-hal baru saya temukan. Dulu namanya guru mitra dan guru imbas. Hanya ganti nama saja menjadi guru penggerak.

Seorang kawan bercerita. Untuk menjadi guru penggerak dibatasi usia. Jadi yang usianya tidak sesuai dengan kriteria guru penggerak, maka dianggap bukan guru penggerak. Lalu guru yang ada di kemenag dianggap bukan guru penggerak karena seleksinya hanya lewat SIM PKB Kemdikbudristek.

Mari kita melihat kembali sejarah perjuangan negara Indonesia. Saat itu ada yang bergabung dalam pasukan tentara nasional Indonesia dan ada yang bergabung sebagai pasukan gerilyawan. Mereka menjadi pasukan gerilyawan yang disegani. Baik kawan maupun lawan.

Pagi ini saya menonton film dokumenter sejarah perjuangan para pasukan TNI dan gerilyawan itu. Pasukan Belanda dibuat ketar ketir dan menderita. Mereka akhirnya ada yang mendukung dan membelot mendukung perjuangan rakyat Indonesia.

https://www.youtube.com/watch?v=bwL4wdki3BQ

Setelah menyimak film dokumenter Belanda itu, buat kawan kawan yang tidak terpilih menjadi guru penggerak, tetaplah kita berjuang mencerdaskan kehidupan bangsa. Kita berjuang menjadi guru pelopor dan bukan pengekor. Jadilah guru penggerak yang sebenarnya. Bukan guru yang digerakkan oleh Kemdikbudristek hanya karena ingin dipromosikan sebagai kepala sekolah.

Saat ini jabatan kepala sekolah kurang dilirik. Terlebih lagi oleh mereka yang ingin merdeka mengajar. Banyak kepala sekolah tidak merdeka karena sistem meminta mereka menghamba kepada penguasa dan bukan kepada murid. Padahal slogan yang dikampanyekan adalah menghamba pada murid dan bukan kepada penguasa.

Jadi karpet merah buat guru penggerak silahkan saja digelar. Kami tetap mendukung dan siap untuk memberi kritik pedas. Nanti sama-sama kita lihat kualitasnya. Lalu kita bandingkan dengan kualitas guru pelopor yang diseleksi oleh alam. Guru penggerak menggunakan dana APBN, guru pelopor menggunakan dana mandiri. Serahkan penilaian kepada dewan guru yang kritis di sekolah lalu perhatikan apa yang terjadi.

Salam blogger persahabatan

Omjay
Guru Blogger Indonesia
Blog https://wijayalabs.com

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun