Lantas mengapa Kementerian Pendidikan tidak juga menghentikan kegiatan pembelajaran tatap muka di sekolah? Mungkin banyak alasan yang bisa menjadi bahan pertimbangan, karena luasnya Indonesia. Secara pribadi saya bisa memakluminya.
Seorang penonton yutube berkomentar.
Kembali lagi semua orang harus bisa bekerjasama, tetap prokes ketat jangan kasih kendor. Teori saja namun pelaksanaan di lapangan beda. Lebih baik kalau tidak bisa disiplin jangan sekolah dulu. Kecuali sekolahnya memang benar-benar bagus dan disiplin dalam prokes.Â
Pihak sekolah juga orangtua juga wajib disiplin. Jangan sampai karena ketidakdisiplinan ini anak-anak malah terenggut hak sehat dan hak pendidikan. Sehat tidak hanya fisik tapi juga mental.Â
Kita mencontoh ke negara jepang sejak pandemi tidak ada yang namanya PJJ. Karena disiplinnya berjamaah. Pemerintah, sekolah, orangtua kerja keras bareng-bareng demi hak anak-anak.Â
Jangan saling menyalahkan. Pokoknya prokes harga mati titik. Kalau gak kompak ya sampai kapanpun anak-anaklah yang menjadi korban.. kehilangan masa-masa bermainnya dan kehilangan masa-masa belajar bersama kawan sekelasnya. Kasihan sekali.Â
KITA HARUS SABAR, dan JANGAN TIDAK SABAR KARENA COVID, MASIH MERAJALELA...dan...namanya anak2 msh kurang PEKA dan tidak bisa menjaga PROKES...akhirnya yang terkena KORBAN masyarakat lagi.
Pembelajaran tatap muka atau PTM 100 persen telah diberlakukan di sejumlah sekolah di Indonesia termasuk DKI Jakarta sejak awal Januari ini. Meski tidak sepenuhnya berada di sekolah karena pembelajaran yang masih terbatas, tapi ancaman penyebaran covid-19 termasuk varian omicron masih menghantui. Munculnya sejumlah kluster sekolah perlu diwaspadai dan menjadi peringatan penting untuk mengevaluasi kesiapan belajar di masa pandemi covid-19.Â
Bagimana menurut anda? Mari kita berdiskusi plus dan minusnya. Terima kasih.
Salam Blogger Persahabatan