Renungan diri di hari keempat puasa.
Puasa hari keempat berjalan lancar seperti biasanya. Namun godaan syahwat dan hawa nafsu semakin besar. Terutama ketika melihat makanan dan minuman di saat berbuka puasa. Pilih makan dulu apa sholat berjamaah dulu?
Godaan setan di dalam diri berkata. "Makan saja dulu. Daripada saat sholat ingat makan". Lalu malaikat datang. "Sholatlah dahulu, makan kemudian". Baik dan buruk selalu datang di dalam hati. Kita harus bisa memilih yang terbaik. Hati nurani tak akan pernah berdusta. Ikuti saja kata hatimu.
Pergulatan itu terjadi dahsyat hari ini. Seorang kawan yang baik hati mengirimkan fotonya di saat berbuka puasa. Ada sambal, ikan cuek goreng bakwan jagung dan sayur bayam bening. Nikmat sekali melihatnya. Apa lagi bila itu benar. Heeemm... benar-benar ada dihadapan mata di dunia nyata.
Masih 26 hari lagi puasa. Tapi godaan dunia begitu dahsyat. Itulah mengapa tak mudah menjadi manusia yang takwa. Godaan terbesar adalah melawan diri sendiri.
Tadi siang saya sholat Jumat di masjid Al hidayah dekat rumah. Saya jalan kaki ke masjid. Biar tubuh yang tambun ini dipaksa bergerak. Jangan hanya naik turun mobil saja. Jalan kaki membuat tubuh kita sehat.
Sampai masjid saya duduk bersebelahan dengan orang gendut. Saya seperti mentertawakan diri saya sendiri. Perutnya gendut badannya gemuk. Kayak petarung sumo dari Jepang.
Saya jadi malu kepada diri sendiri. Seharusnya berat badan saya semakin menurun. Bukan justru malah bertambah di bulan Ramadhan ini. Bukanlah seharusnya puasa membuat kita turun berat badannya? Ikut merasakan derita si miskin. Mereka menahan haus dan lapar. Sebab tak ada yang bisa dimakan.
Habis sholat taraweh saya melakukan refleksi diri. Saya berkaca pada diri ini. Sudahkah menjadi pribadi yang takwa? Jawaban jujur saya tuliskan. Aku belum menjadi hambaNya yang takwa.
Semoga di bulan Ramadhan yang mulia ini, kita mampu menahan hawa nafsu dan berbagai keinginan yang menggoda hati. Terus menerus memperbaiki diri setiap hari.
Semoga pula puasa Ramadhan tahun ini membuat kita menjadi ulat dan kepompong. Ada pergulatan dalam dirinya sebelum menjelma menjadi kupu-kupu yang indah di pandang mata. Bisakah kita memasuki kepompong Ramadhan ini?
Hanya kita yang bisa melaluinya dengan mampu melawan hawa nafsu dalam diri. Tak mudah menjelma menjadi kupu-kupu yang indah di saat idul Fitri nanti. Tapi bisa kita lakukan bila kamu dan saya mau belajar dari kisah ulat yang menjelma menjadi kupu-kupu.
Salam blogger persahabatan
Omjay
Guru Blogger Indonesia
Blog http://wijayalabs.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H