Pagi ini, Senen, 10 Agustus 2020, Pukul 10.00-12.30 WIB saya diundang untuk ikut berdiskusi dengan litbang KPK. Saya hadir mewakili APKS PGRI. Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis yang merupakan alat kelengkapan organisasi PGRI di tingkat pengurus besar.Â
Ternyata, litbang KPK sudah berdiskusi dengan NU dan Muhammadiyah terlebih dahulu. Kami merupakan organisasi besar ketiga yang diajak berdiskusi tentang Program organisasi penggerak atau POP yang digagas oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Saya menyimak diskusi dengan cermat melalui aplikasi zoom. Mulai dari sambutan pak Wawan Wardiana dari direktur Litbang KPK sampai sambutan dan pemaparan ibu ketua umum Pengurus Besar PGRI, Prof. Unifah Rosyidi.Â
Saya menjadi lebih paham mengapa PGRI mengundurkan diri dari Program Organisasi Penggerak atau POP Kemdikbud yang beberapa waktu lalu telah diluncurkan oleh Mendikbud Nadiem Anwar Makarim.Â
Proses seleksi tidak transparan dan efektivitasnya perlu dikaji ulang. Banyak hal yang harus dikomunikasikan sehingga ada 3 organisasi besar seperti NU, Muhammadiyah dan PGRI yang mengundurkan diri dari POP.
Diskusi dipimpin pak Suyadi dari KPK dan host mbak Zahwa dari KPK. Banyak informasi yang saya dapatkan dari para pengurus PGRI di daerah. Satu per satu mereka menyampaikan pendapatnya.Seperti dari Papua, Riau, Sulawesi Tenggara, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan provinsi lainnya.Â
Intinya, program organisasi penggerak kemdikbud belum layak untuk dijalankan saat ini dan sebaiknya ditunda atau dananya dialihkan kepada kegiatan yang lebih membutuhkan. Disinilah kebijakan mendikbud diperlukan dalam mendengar dan belajar.Â
Jadi jangan memaksakan diri ketika ada masukan yang konstruktif dari PGRI dan organisasi besar lainnya. Saya sebenarnya sudah gatal ingin bicara, namun saya tahan saja.
Banyak yang ingin ditanyakan, namun waktunya tidak cukup. Seorang pengurus PGRI menuliskan di chat zoom diskusi. "Saya sudah tidak perlu lagi mengajukan pernyataan/pertanyaan karena yang ingin saya kemukakan sudah terbawakan pembicara sebelumnya, misalnya menyangkut legalitas dan limit waktu yang sudah terlalu mepet sehingga tidak tepat lagi POP ini dilanjutkan sekarang. Bisa saja ditunda atau bahkan dibatalkan, dan dananya dialihkan ke penanganan Pembelajaran Jarak Jauh pada era pandemi ini. Apalagi adanya kecemburuan dengan organisasi lain yang "mungkin baru saja" mau melakukan diklat, misalnya, sementara organisasi lain, seperti PGRI ini jauh sebelumnya sudah biasa dengan kegiatannya semacam ini".
Saya sempat tersenyum, ketika pengurus PGRI dari Maluku Utara menuliskan seperti ini. "Assalamu'alaikum... Mohon Ibu Ketum berkoordinasikan dengan pak mentri terkait pernyataan beliau yang viral " siswa minta pulsa ke Sekolah" ini di Malut orang Tua Murid/Siswa meminta pulsa ke sekolah. Mohon Bu!"
Semua yang disampaikan Ibu Ketua Umum PB PGRI ini adalah representasi dari pemikiran dan pertimbangan kami dari daerah sebagai alasan untuk mundur dari POP. DARI NTT :Â