Kisah lebaran hari kesepuluh.
Kisah lebaran hari kesepuluh ini saya mulai dengan doa. Semoga anda yg membaca kisah ini selalu sehat dan bahagia bersama keluarga tercinta. Aamin.
Malam ini tidur di rumah emak esih (ibu mertua) bersama istri. Banyak saudara di bandung. Setiap malam tidurnya bisa pindah-pindah.
Malam kemarin di rumah aa yayat di situgunting dan malam sebelumnya tidur di rumah teh ros di jamika bandung.
Seneng kalau mudik ke bandung. Banyak yang nawarin tempat tidur. Tinggal pilih saja mau dimana.
Kebetulan jarak antar rumah tidak terlalu jauh. Jadi bisa jalan kaki. Bahkan kalau lapar bisa makan di mana saja. Hahaha.
Kemarin diajak keponakan yang beli rumah di buah batu. Lalu ada tetangganya yang mau jual rumahnya. Jadi kepengen punya rumah di bandung.
Semoga Allah melapangkan rezeki kami sekeluarga. Aamiin.
Kalau memang jodoh dan duitnya ada bisa kebeli. Kami pasrahkan kepada Allah.
Niat yang kuat serta diiringi usaha biasanya akan terwujud. Begitulah kisah nyata kami ketika membeli rumah di Garut.
Jadi kalau liburan bisa main ke cipanas atau darajat Garut dan pulang ke rumah kita yang mungil. Tidak perlu lagi tidur di hotel seperti dulu. Mahal bayar sewanya!
Sambil menonton piala dunia saya merenung. Ingat masa lalu ketika masih bujangan. Kalau Allah ridho akan dimudahkan segala urusan kita.
Dulu sewaktu bujangan saya sudah punya rumah sendiri. Tinggal permaisurinya yang belum ada waktu itu.
Saya berdoa kepada Allah agar diberikan istri yang baik hatinya. Sholekah dan cantik jelita.
Alhamdulillah dapat istti orang bandung dan mulai saat itulah saya bisa pulang kampung mudik ke bandung.
Maklumlah saya sudah tidak punya kampung. Saya lahir dan besar di jakarta. Lalu bekerja di ibu kota jakarta.
Orang tua saya senang banget punya mantu orang bandung krn mereka bisa bertemu saudaranya di bandung.
Ayah saya berasal dari ujung berung bandung dan ibunda dari purwakarta. Masih org sunda. Tapi karena besar di jakarta sdh jadi org betawi.
Banyak org yg tdk percaya kalau saya keturunan org sunda. Sebab dialek saya sdh seperti orang betawi asli.
Begitulah kenyataannya. Bahasa betawi saya lebih kental daripada bahasa sunda. Namun demikian, bila istri saya sdg ngomel atau marah marah, saya minta pakai bahasa sunda saja. Dengan begitu saya tidak tahu kalau istri sedang marah hahaha.
Sekarang ini saya ajarkan kedua putri kami bahasa sunda. Jadi mereka ngobrol sama ibunya pakai bahasa sunda. Jangan seperti saya. Ngaku orang sunda tapi bahasanya bahasa betawi hehehe.
Bahasa daerah memang harus dilestarikan. Ajarkan anak anak kita bahasa asal usul nenek moyangnya. Sehingga ketika mereka besar bisa bahasa daerahnya masing masing. Jangan sampai bahasa daerah punah karena kita tak pernah mengajarkannya.
Kalau adik bungsu saya lain lagi. Dibawa suaminya ke Pekalongan. Sekarang kalau ketemu bahasanya sudah lebih medok dari orang jawa. Jadi banyak org tdk tahu kalau adik saya org sunda yg besar di Jakarta.
Liburan masih panjang dan kisah lebaran ini akan saya bukukan.
Demikianlah kisah lebaran hari ini. Rencana besok akan balik ke bekasi. Ikut pesta demokrasi dan memilih pemimpin yg dapat dipercaya.
Pilkada serempak membuat kami sekeluarga untuk balik ke rumah dulu. Besoknya balik lagi ke Bandung melanjutkan liburan sekolah yang masih panjang.
Liburan lebaran ini alhamdulillah ibadah sholat 5 waktu jadi lebih tertib. Mulai dari sholat subuh sampai isya dilaksanakan tepat waktu dan berjamaah di masjid.
Alhamdulillah semoga bisa terus seperti ini. Menjaga sholat 5 waktu secara berjamaah ternyata tidak mudah. Mohon doanya terus istiqomah. Aamiin.
Salam blogger persahabatan
Omjay
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H