Alhamdulillah sudah sampai di kota kembang Bandung. Semalam kemacetan terjadi di sepanjang tol cikampek. Perjalanan dari Bekasi menuju Bandung yang biasanya cuma 2 jam menjadi 4 jam. Arus mudik nampaknya mencapai titik kulminasinya semalam.
Saya merasa bahagia sudah sampai di kampung halaman. Siap bersilahturahim dan sungkem kepada mertua dan kakak ipar. Meskipun saya bukan orang Bandung asli, saya merasakan bahwa berlebaran di kampung halaman pasti berkesan.
Seperti semalam saya melihat ada mobil yang isinya padat sekali. Bagian atas penuh dengan barang bawaan. Sementara di dalam mobil penuh dengan orang. Ada teteh, aa, bapak, emak, dan anak anak. Mereka bergembira walaupun di jalan mengalami kemacetan. Bagi mereka macet adalah hiburan. Itulah yang mereka rasakan walaupun harus berjalan pelan pelan dalam kendaraan.
Saya berdua saja sama istri tercinta. Sesekali istri menyumpali biskuit ke mulut saya agar tidak mengantuk. Oh sweet....., kami seperti pasangan kekasih yang sedang berbulan madu. Sambil mengunyah biskuit mata tetap terjaga menjalankan kendaraan.
Mobil mobil besar seperti truk dan bus datang berdampingan. Kalau tidak hati hati bisa ditabrak dari depan dan belakang. Saya putuskan santai saja bawa mobilnya. Atur kecepatan dan ikuti irama kendaraan lainnya. Sempat ingin menyalip tapi urung dilakukan. Biar lambat asal selamat.
Pukul 20.15 wib akhirnya sampai juga di kota Bandung dengan keluar tol pasir koja. Senang banget akhirnya sampai juga ke kota kembang. Mobil akhirnya sampai ke tujuan dan parkir manis di depan apotik jamika bandung.
Perut terasa lapar karena belum diisi nasi. Untunglah ada mang komar penjual nasi goreng dan mie tek tek. Sementara istri langsung ke rumah kakak dan ibu mertua. Sepiring nasi goreng dan segelas minuman teh manis membuat tubuh ini terisi. Tenaga semakin bertambah dan siap untuk beribadah.
Di rumah kakak ipar alhamdulillah dapat pinjaman sepeda motor. Saya langsung ke alun- alun dan masjid raya Bandung. Sampai di sana masjid sudah dikunci. Saya belum sholat isya dan sholat maghrib. Kemacetan di jalan tol membuat saya memutuskan sholat di Bandung saja. Kami tidak berhenti di reast area yang padat isinya.
Dari petugas masjid saya dipersilahkan masuk lewat pintu samping masjid. Dari situ saya menuju ruang utama. Sayangnya ac sudah dimatikan dan lampu lampu dipadamkan. Tinggal lampu lampu kecil saja yg dinyalakan.
Di dalam masjid saya berdoa dengan sangat khusyuk. Saya merasakan kenikmatan sholat dan bertemu Allah lewat sholat. Tadinya saya hendak bermalam di masjid raya Bandung. Namun karena tidak ada program itikaf di masjid ini, maka saya pulang pukul 00.15 wib. Kata petugas baru malam ke 27 ada program itikaf yang diisi oleh pengurus masjid untuk pemberian materinya.
Entah kenapa malam itu begitu berkesan buat saya secara pribadi. Seperti ada malaikat yang menemani. Â Malaikat membisikkan sesuatu di telinga ini untuk terus melakukan kebaikan dan kebajikan.
Pulang dari masjid raya saya nikmari suasana malam kota Bandung di bulan ramadan. Saya melewati jalan sudirman yang ramai dan pasar Andir yang sudah mulai dipenuhi para pedagang. Penjual dan pembeli nampaknya sudah mulai beraktivitas melakukan jual beli di pasar ini.
Sampai di jalan jamika saya berhenti di tukang sate madura. Saya membeli 20 tusuk sate ayam untuk makan sahur. Tukang sate bercerita kalau semalam bisa menghasilkan uang sejuta dan dalam sebulan bisa menghasilkan uang 30 juta. Paling sedikit setengah juta sehari. Saya membayangkan gaji guru honor yang tidak sampai setengah juta penghasilannya. Sungguh kalah jauh dengan tukang sate yang hanya tamatan sd.
Malam itu saya menjadi tersenyum sendiri. Jiwa kewirausahaan harus juga diajari dan melekat dalam diri seorang guru. Sehingga guru mampu menafkahi dirinya sendiri. Sebab tangan di atas lebih mulia daripada tangan di bawah.
Saya menjadi terinspirasi dengan cerita tukang sate. Katanya yang namanya rezeki itu tidak akan salah orang. Setiap orang sudah ada rezekinya masing masing. Rezeki kita kejar dia lari. Kita diam rezeki datang sendiri. Jadi siapkan diri untuk menjemput rezeki dengan memperbanyak sedekah, katanya.
Sampai rumah kakak ipar saya sedang menonton acara televisi. Ada siaran langsung dari tanah suci. Adzan isya terdengar merdu di telinga. Mereka yang sedang tawaf di masjidil haram langsung berhenti membuat barisan rapih untuk sholat isya berjamaah.
Saya menjadi teringat sewaktu menjalankan ibadah umroh bulan Desember 2017. Rasanya tak percaya bisa sholat berjamaah di depan kabah persis. Seperti mimpi rasanya. Namun nyata di depan mata. Itulah sebuah kisah nyata yang tak akan terlupa.
Saya tertidur di ruang tamu. Saya bermimpi indah di tanah suci mekah. Anak dan istri ikut menemani. Kami menjalankan rukun Islam yang kelima.
"Sahur sahur sahur! " Kakak ipar membangunkan saya. Â
Di meja makan sudah banyak makanan dan minuman yang siap disantap saat sahur. Saya bersyukur kepada Allah. Rasanya damai sekali hati ini. Air wudhu membasuh muka dan membuat suasana sahur menjadi bersuka cita.
Tak lama berselang adzan subuh berkumandang dari masjid al islam Bandung. Kami pun beranjak ke masjid melaksanakan sholat subuh berjamaah. Pulang dari masjid dapat oleh oleh buletin dakwah at Taubah. Judulnya waspada penyakit ingin diberi. Sebuah penyakit di masyarakat yang selalu ingin diberi dan tak mau memberi. Menarik sekali isinya.
Sambil menonton berita di televisi saya tuliskan kisah ini. Sebuah bus dengan penuh penumpang tertabrak di daerah kuningan. Semoga tidak ada korban yang meninggal. Aamiin.
Akhirnya saya sudahi dulu kisah ramadan hari ke-24 ini. Semoga puasa yang kita jalankan tak hanya mendapatkan haus dan lapar saja. Tapi juga mampu mengendalikan hawa nafsu kita. Aamiin.
Salam blogger persahabatan
Omjay
Kunjungi http://wijayalabs.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H