Sedih juga melihat nasib bangsa ini. Mungkin para pendiri bangsa sedang bersedih di alam sana. Kita bersedih melihat bangsa ini yang menerapkan hukum rimba. Siapa yang kuat, dia yang berkuasa. Tak peduli kritikan dan masukan datang dari sana sini.
Begitupun dalam dunia pendidikan kita. Seringkali guru tak diberi kesempatan untuk menyampaikan uneg-unegnya. Organisasi guru pun terjebak dalam kerjasama kekuasaan. Akhirnya, kita belum melihat organisasi guru yang independent. Itulah mengapa para guru yang kritis, membuat sendiri organisasi guru. Organisasi guru yang benar-benar memperjuangkan nasib guru. Organisasi guru yang didirikan oleh guru, dibangun dan dikelola sendiri oleh guru.
Contoh yang paling konkrit adalah telah diterapkannya kurikulum 2013. Kurikulum yang syarat dengan muatan politik, sehingga guru harus menerima apa adanya yang diinginkan sang penguasa. Tak ada lagi dialog, dan pokoknya harus diterapkan, karena ini sangat urgensi sifatnya. Begitu kata petinggi kemendikbud waktu itu. Guru dilarang untuk menolak kurikulum baru. Pokoknya guru tinggal melaksanakan saja.
Katanya pendidikan kunci pembangunan. Bapak Wakil Presiden sudah menuliskannya di koran Kompas pada Senin, 27 Agustus 2012. Anda silahkan mencarinya di internet melalui mesin pencari google. Tetapi mengapa masih ada hukum rimba dalam dunia pendidikan kita? Pokoknya guru harus menerima apapun yang diminta sang penguasa. Guru tak lagi sebuah profesi yang merdeka. Guru hanya petugas atau birokrat yang melaksanakan tugas dari pimpinanannya.
Kabar buruk yang diterima dari berbagai daerah adalah ditundanya teman-teman pengajar mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk mengikuti sertifikasi guru, dan Uji Kompetensi Guru (UKG). Mata pelajaran ini telah dihilangkan pada kurikulum 2013. Banyak guru TIK yang menjadi korbannya. Mereka yang terbiasa menerima tunjangan profesi guru (TPG) menjadi tidak mendapatkannya. Ada juga yang terpaksa pindah ke birokrasi karena mata pelajarannya tiada. Sementera guru honor menerima nasib dirumahkan atau bertahan dengan mengajar mata pelajaran Prakarya. Mereka tak sanggup bicara, hanya air mata yg tertumpah kepada ilahi robbi.
Inilah bukti bahwa hukum rimba masih terjadi dalam dunia pendidikan kita. Para guru yang sudah lulus sertifikasi pun tetap mendapatkan perlakuan yang tak menyenangkan. Hal yang seringkali terjadi adalah pemberkasan untuk verifikasi data seringkali mendadak, dan akibatnya guru banyak yang meninggalkan kelas demi untuk mengurus administrasi sertifikasi guru. Tugas guru berubah menjadi seorang pemburu. Mereka menjadi pemburu sertifikasi guru. Padahal pemburu bukan pendidik.
Ketika peserta didik mengalami penurunan nilai, guru selalu disalahkan. Ketika anak-anak Indonesia kalah bersaing dalam bidang Sains dan Matematika dengan negara lainnya, guru lagi yang sering disalahkan. Namun guru tetap tersenyum, dan tak pernah sekalipun mengeluh. Kami tetap berjuang tanpa harus banyak bicara. Kami tetap bertekad untuk mencerdaskan bangsa ini.
Hukum rimba dalam dunia pendidikan kita semoga segera berakhir. Para guru harus bersatu dan tidak lagi bergerak sendiri-sendiri. Mari kita seperti tubuh yang menyatu. Bila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka kita semua merasakannya. Saya hanya bisa berdoa, semoga hukum rimba segera hilang dalam dunia pendidikan kita.
Salam Blogger Persahabatan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H