Kita harus menyadari bahwa tugas, pokok, dan fungsi guru sangatlah mulia. Bila guru menyadari ini, maka guru tak akan pernah takut untuk dipecat meskipun dia bersuara lantang. Hal yang harus dilakukan guru adalah tingkatkan terus profesionalismenya dan didiklah anak bangsa dengan sepenuh hati dan kedisiplinan tinggi.
Rezeki dari Tuhan Sang Maha Pemberi pasti akan selalu mengalir deras ketika guru ikhlas dalam menjalankan tugas yang sangat mulia ini. Rezeki itu datangnya dari Allah dan bukan dari pimpinan sekolah. Guru harus mampu memberikan keteladanan dimanapun dia berada. Tak ada dikotomi guru kota dan guru desa.
Guru cuma ada satu, yaitu guru profesional sesuai dengan bidang yang diampunya. Tak ada lagi yang berendah diri karena ada di desa lalu merasa tak berarti apa-apa. Justru penulis salut dengan guru di desa. Tanpa berteriak lantang, tapi pesannya sampai. Sebab guru melakukannya dengan keluhuran budi dan akhlaqul karimah. Sifat "al amin" (dapat dipercaya) dari kanjeng Nabi Muhammad SAW dapat diterjemahkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sifat Sidiq, Tabligh, Amanah, dan Fathonah selalu ada dalam diri para guru yang ingin selalu maju dan mau belajar sepanjang hayat.
Perlu juga disadari, guru yang bersuara lantang menolak UN belum bisa dikatakan guru yang hebat, kalau dia tak memiliki sifat kenabian di atas. Namun setidaknya, mereka sudah mampu berpikir keras dan memeras otaknya untuk berpikir beda dengan kehendak dan kemauan pemerintah. Bila semua guru Cuma diam dan tak ada yang bersuara apalagi kritis, pemerintah akan selalu berkata, "guru sudah setuju kok?".
Belajar dari Pohon
Seorang guru yang biasa berdiam diri beragumentasi. Guru yang tak bersuara lantang bukan mereka tak berani. Tetapi mereka sedang berpikir keras mencari solusi jitu tanpa harus menampakkan diri. Guru seperti ini adalah guru tipe akar yang begitu kuat menopang pohon agar selalu tumbuh subur menghasilkan buah dan daun yang rindang. Para guru harus belajar dari falsafah pohon. Ada yang bekerja menjadi akar, ada yang menjadi batang, ranting, cabang dan daun sehingga menghasilkan buah yang segar bagi pohon pendidikan.
Prof Arif Rachman sering mengatakan kepada kami para guru. "Pohon pendidikan itu berakar moral dan agama. Berbatang ilmu pengetahuan dan teknologi, beranting amal perbuatan, berdaun tali silahturahim, dan berbuah kebahagiaan".
Ketika guru yang cerdas hanya diam, maka guru-guru pandir yang akan menguasai dunia pendidikan. Mereka yang bersuara lantang tak bisa dikatakan hebat, tetapi mereka yang cuma diam tak bisa juga dibilang hebat. Saatnya guru berani bicara, dan menulis di berbagai media. Tulisannya mengalir deras bagai mata air yang turun ke bawah menghilangkan dahaga ilmu. Saya menjura hormat kepada mereka. Saatnya guru bersuara lantang.
Wijaya Kusumah, Pendidik dan Pengurus Pusat Ikatan Guru Indonesia (IGI)
Tulisan ini sudah dimuat di koran Media Indonesia, Senin 29 April 2013