Siapa yang tidak kenal ujian nasional. Orang-orang menyebutnya UN. Sebuah kegiatan hajat besar negara yang mengeluarkan duit yang tidak sedikit. Ada pro dan kontra di sana. Mereka yang kontra mengatakan, "duit segitu mending buat perbaiki fasilitas sekolah yang rusak, sebab fasilitas sekolah masih belum merata di negeri ajaib ini". Sedangkan mereka yang pro sangat yakin UN akan akan meningkatkan mutu pendidikan di negeri "paman besut". Bahkan UN dipuja-puji bak makhluk tuhan paling seksi.
[caption id="attachment_172322" align="aligncenter" width="533" caption="Makhluk Tuhan Paling Seksi"][/caption]
Tiba-tiba sekolah menjadi bermuatan religius. Doa bersama sampai sholat dhuha dikampanyekan. Katanya, ikhtiar dengan pendalaman materi sudah dilakukan. Tinggal saatnya kita berdoa. Mereka menangis sesunggukan. Kocek kantong orang tuapun ikutan menangis. UN membuat para orang tua menjerit dengan semakin tingginya biaya pendidikan. Orang tua terpaksa, dan dipaksa untuk membayar biaya bimbingan belajar dan pendalaman materi soal-soal UN. Hal yang lebih sadis lagi, sekolah bekerjasama dengan bimbingan belajar agar siswanya lulus 100 persen. Sebuah harga yang harus dibayar mahal demi sebuah prestise sekolah unggul di masyarakat.
UN memang penting buat peserta didik, bila kita semua menyadari bahwa UN bukan makhluk Tuhan paling seksi. Kepandaian dan kecerdasan peserta didik tidak hanya dilihat dari nilai. Aspek kognitif tidak melulu menjadi raja dalam penilaian pembelajaran. Kita lupa ada aspek afektif dan psikomotor yang juga dapat dijadikan bahan penilaian. Itulah mengapa para peserta didik kita cerdas dalam menjawab soal-soal un, tapi tak cerdas mengatasi sikap dan perilakunya menjadi pribadi yang berkarakter. Anakpun tak bergairah untuk berprestasi dan mencapai nilai yang tinggi. Pada akhirnya kita hanya melahirkan pengangguran terdidik yang miskin kreativitas dan Imajinasi.
Berita-berita negatif seputar UN jangan ditanya lagi. Hari pertama dan kedua saja, kita menemui berbagai kecurangan yang dilakukan peserta didik di SMA dan SMK. Adanya guru pengawas yang tertidur pulas di saat mengawas UN menjadi bahan tertawaan di jejaring sosial twitter dan facebook. Belum lagi peserta didik yang ketahuan mencontek lewat ponsel, digiring polisi bak residivis kelas kakap. Gayus saja yang mencuri duit rakyat masih terlihat terhormat, masa anak SMA ketahuan nyontek digiring oleh polisi?
[caption id="attachment_172379" align="aligncenter" width="320" caption="siswa digiring oleh Polisi karena ketahuan mencontek"]
Entahlah, ini tak masuk akal sehat saya. Mata saya hanya bisa melihat bangga ketika pak mendiknas  eh mendikbud datang ke sekolah teman saya. Wow senang sekali dikunjungi pak menteri pagi hari. Sampai-sampai pak menteri melongo ke toilet putri. "Awas pak ada sundul bolong" seperti apa yang bapak katakan di televisi.
UN memang makhluk Tuhan yang paling seksi. Selama hampir 20 tahun menjadi pendidik, saya temukan ritual-ritual budaya sekolah yang dilestarikan dengan legalitas kerohanian dan keagamaan. Seolah-olah mereka yang tak beragama tidak akan pernah lulus UN, karena tak mengikuti doa bersama dan sholat dhuha bagi yang muslim. Entah bagi mereka yang non muslim, mungkin lebih kurangnya sama. Begitu kira-kira.
Saya bukannya tak mendukung doa bersama. Apalagi sholat dhuha yang disarankan ajaran agama Islam. Banyak rezeki yang akan turun ke bumi bila kita rajin sholat dhuha. Hanya saja kenapa pelaksanaannya lebih heboh di saat menjelang UN? Bukankah UN akhirnya menjadi makhluk Tuhan yang paling seksi? Dicari dan dikagumi banyak orang di muka bumi. Bak selebriti trio macan yang lagi naik daun sekarang ini. Mungkin mereka bernyanyi "Iwak Peyek" yang terkenal itu.
UN seharusnya dilaksanakan dengan gembira. UN harus dilaksanakan dengan suasana menggembirakan. Bila peserta didik sudah gembira maka kebahagiaan akan tercipta. Ketika kebahagiaan tercipta, pastilah prestasi tinggi akan diraih. Seperti sekolah dimana saya mengabdikan diri. Orang tua, guru, dan siswa saling melengkapi. Peserta didikpun menyadari bahwa UN adalah sebuah proses yang harus mereka lalui untuk menggapai cita-cita mereka. Menjadi generasi penerus bangsa yang berguna bagi bangsa dan negaranya.
UN memang sudah menjadi makhluk Tuhan paling seksi. Pejabat negara dibuat pusing karenanya, para guru dibuat sibuk dengan katrol mengkatrol nilai. Nilai menjadi dewa, dan peserta didikpun didorong untuk mencapai nilai tinggi. Seolah-olah tanpa nilai yang tinggi, siswa belum menjadi apa-apa.