Sayangnya, kami lemah dalam pembuatan media pembelajaran dan kurang melakukan kegiatan sosial di luar, karena waktu kami sudah habis di sekolah. Kemampuan menulis karya tulis pun lemah. Dari 20 orang guru itu hanya ada satu orang yang sudah mengikuti lomba karya tulis guru tingkat nasional. Padahal setiap tahun depdiknas (kemendiknas) melaksanakan lomba karya tulis, baik lomba keberhasilan guru dalam pembelajaran, karya inovasi guru, lomba karya tulis imtak, dan lomba karya tulis untuk siswa akselerasi. Kemampuan guru juga sangat lemah dalam membuat buku. Hanya beberapa guru saja yang membuat sendiri buku pelajarannya. Belum ada diantara kami yang mendapatkan penghargaan sebagai guru teladan tingkat nasional. Kalaupun ada baru tingkat sekolah dimana tempat kami bekerja dan berkarya.
Portofolio berfungsi untuk menilai kompetensi guru dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai agen pembelajaran. Kompetensi pedagogik dinilai antara lain melalui dokumen kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. Kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial dinilai antara lain melalui dokumen penilaian dari atasan dan pengawas. Kompetensi profesional dinilai antara lain melalui dokumen kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, dan prestasi akademik.
Sertifikasi guru memang melelahkan. Tetapi kalau kita sudah menyiapkan diri dari jauh-jauh hari, maka kelelahan itu akan menjadi kegembiraan. Dari teman yang telah lulus sertifikasi di gelombang pertama mengatakan," perlu waktu enam bulan untuk mengumpulkan berkas-berkas portofolionya". Sebenarnya masalah sertifikasi itu berakar pada masalah kualitas guru dan kesejahteraan guru. Bila guru berkualitas, maka kesejahteraan pun akan datang menghampirinya.
Dalam bulan Januari 2008, kami berdoa agar lulus dan tertulis di website sertifikasiguru.org. Kalau ternyata tidak lulus, harus siap ikut diklat PLPG. Walaupun akhirnya waktu untuk keluarga terkurangi, karena dilakukan pada hari Sabtu-Minggu.
Namun, saya agak sedikit kecewa. Ketika saya mendapatkan telepon dari sudin jakarta timur kalau berkas saya hilang dan tercecer entah kemana. Padahal saya mengumpulkan berkas itu bersama dengan teman-teman yang lain. Jengkel dan kecewa menjadi satu. Saya pun menjadi teringat dengan teman saya yang sudah menjadi guru berprestasi tingkat nasional. Berkasnya hilang dan dia harus ikut PLPG.
Sertifikasi guru sungguh melelahkan. Tapi buat dosen sebagai asesor sangat membahagiakan. Banyak dosen yang kebagian rezeki menjadi asesor. Semoga pemerintah kita selalu memperhatikan terus nasib para guru. Itulah sedikit pengalaman saya mengikuti sertfikasi guru yang melelahkan. Pada akhirnya, saya pun harus mengikuti PLPG, karena berkas yang tercecer itu terselip oleh panitia sertifikasi. Sampai saat ini tidak jelas dokumen saya hilang dimana, dan justru saya bersyukur, karena bisa ikut PLPG. Saya menjadi tahu kekurangan-kekurangan saya menjadi guru setelah mengikuti PLPG.
Sertifikasi guru memang melelahkan. Kelelahan itu juga terlihat dari pencairan tunjangan sertifikasi yang seringkali terlambat. Lemahnya sumber daya manusia dalam pengelolaan sistem administrasi sertfikasi guru membuat sertifikasi guru ini menjadi melelahkan. Seharusnya, pengelolaan dan penanganan sertifikasi guru menjadi mudah bila SDM yang mengelola juga unggul. Seringkali kita temui ada kesalahan pemasukan data yang berakibat banyak guru yang belum cair tunjangan sertifikasinya. Saya pun akhirnya menulis sertifikasi guru itu menguntungkan atau merugikan guru?
[caption id="attachment_126015" align="aligncenter" width="465" caption="Foto kenangan mengikuti PLPG diUNJ bersama teman-teman guru"][/caption]
Salam Blogger Persahabatan