Mohon tunggu...
Wijaya Kusumah
Wijaya Kusumah Mohon Tunggu... Guru - Guru Blogger Indonesia

Teacher, Motivator, Trainer, Writer, Blogger, Fotografer, Father, Pembicara Seminar, dan Workshop Tingkat Nasional. Sering diminta menjadi pembicara atau nara sumber di bidang ICT,Eduprenership, Learning, dan PTK. Siapa membantu guru agar menjadi pribadi yang profesional dan dapat dipercaya. Wijaya adalah Guru SMP Labschool Jakarta yang doyan ngeblog di http://wijayalabs.com, Wijaya oleh anak didiknya biasa dipanggil "OMJAY". Hatinya telah jatuh cinta dengan kompasiana pada pandangan pertama, sehingga tiada hari tanpa menulis di kompasiana. Kompasiana telah membawanya memiliki hobi menulis yang dulu tak pernah ditekuninya. Pesan Omjay, "Menulislah di blog Kompasiana Sebelum Tidur". HP. 08159155515 email : wijayalabs@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Catatan Harian Seorang Guru: Menciptakan Sekolah Berkarakter

14 Maret 2012   22:17 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:02 2287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13317844911794905436

Banyak orang tua yang menaruh harapan lebih kepada sekolah. Sebab sekolah harus menjadi rumah kedua bagi anak-anaknya. Tak salah bila mereka berharap lebih dari sekolah. Sekolah yang mampu menanamkan dan menumbuhkan nilai-nilai karakter yang baik kepada peserta didiknya. Sekolah yang berkarakter karena dikelola oleh orang-orang yang berkarakter pula. Di sekolah ada guru-guru yang berkarakter, dan di sekolahpula ada sebuah tumpuan harapan agar para guru mampu memberikan keteladanan kepada para peserta didiknya.

Memang harus diakui, sekolah berkarakter adalah sebuah tumpuan harapan. Harapan orang tua yang ingin anaknya terbina dengan baik. Harapan masyarakat yang ingin anak-anak di lingkungannya menjadi anak yang berbakti kepada bangsa, agama, dan orang tuanya. Itulah sketsa wajah negeri yang kita idolakan. Tetapi bagaimana caranya?

Menanamkan pendidikan berkarakter tidaklah mudah. Diperlukan proses yang panjang dalam membangun karakter itu sendiri. Sebab di Labschool, kami tidak hanya menjadikan anak cerdas otak, tetapi juga cerdas watak. Dari Cerdas Watak inilah kami mengembangkan peserta didik menjadi manusia unggul.

Watak atau karakter peserta didik terbangun ketika ada sebuah system yang kuat dalam mengembangkan budaya sekolah atau school culture. Budaya sekolah yang unik dan tidak dimiliki oleh sekolah lainnya, membuat Labschool unggul di masyarakat. Unggul dalam bidang akademis dan non akademis. Unggul dalam bidang ko-kurikuler dan ekstrakurikuler. Lebih dari 30 cabang kegiatan ekstrakurikuler kami buka untuk menyalurkan minat dan bakat siswa.

Tentu anda akan bertanya-tanya, dimana nilai unggul sebuah sekolah? Nilaiunggul sebuah sekolah terlihat dari upaya-upaya yang dilakukan oleh oleh para civitas sekolah (stakeholder) dalam mengembangkan potensi unik dari para peserta didiknya. Potensi unik inilah yang kami kembangkan dalam pendidkan berkarakter melalui budaya sekolah.

Hal itu telah dilakukan oleh sekolah Labschool dengan mengembangkan budaya sekolah ke dalam bentuk berbagai kegatan kesiswaan. Di dalam berbagai kegiatan itulah pendidikan berkarakter dimasukkan dalam hidden curriculum yang diberikan kepada siswa secara sistematis. Kami sduah memulia itu dari pertama kali siswa masuk ke sekolah sampai meninggalkan sekolah kami.

Pendidikan berkarakter di sekolah kami telah dimulai pada saat siswa pertama kali masuk sekolah sampai kegiatan pelepasan siswa. Melalui kegiatan Masa Orientasi Siswa (MOS), para siswa baru diperkenalkan berbagai kegiatan yang akan mereka ikuti selama mereka bersekolah di Labschool. Ketika mereka telah dinyatakan lulus dari Labschool, maka kami melepasnya dengan sebuah kegiatan yang bernama pelepasan siswa. Inilah event terakhir dari serangkaian kegiatan siswa yang di dalamnya telah disisipkan pendidikan berkarakter dalam kurikulum tersembunyi.

Tak mudah membangun sekolah berkarakter. Apalagi di zaman edan seperti ini. Korupsi merajalela, dan sulit sekali koruptor dijerat dengan pasal-pasal korupsi karena pasal-pasal itu sendiri seperti karet yang elastis dan mudah sekali terputus. Tak heran bila kasus korupsi di negeri ini menjadi kasus yang mudah dilihat, tapi tak bisa dipegang. Sebab sekali dipegang, maka akan banyak tangan yang terpegang, kita pun menjadi bingung dan linglung sebab banyak orang baik menurut kita yang terseret. Sulit dibedakan mana yang benar-benar koruptor, dan mana yang hanya menjadi korban saja. Sebab semua itu harus teruji di meja hijau atau pengadilan.

Melihat sketsa wajah negeri seperti di atas, hal itu tentu akan menjadi tidak baik bila dilihat oleh anak-anak sebagai generasi penerus bangsa. Mereka tentu akan kecewa karena penegakan hukum tak sesuai dengan harapan. Sedangkan mereka selalu mendapatkan nasehat dari para guru untuk berlaku jujur dalam situasi dan keadaan apapun.

Sekolah tentu harus mengajarkan kejujuran kepada para peserta didiknya. Sebab jantungnya karakter terletak kepada kejujuran. Ketika kita tak mampu berbuat jujur, maka jangan harap ada orang yang mau percaya kepada kita. Kitapun tak menjadi orang yang kredibel karena kepercayaan itu dimulai dari sebuah kejujuran. Kejujuran adalah kunci keberhasilan dan kesuksesan.

Sebagai sekolah umum, sekolah kami dituntut untuk mampu menjadi sekolah yang berkarakter. Tentu dalam proses pelaksanaannya tak semudah membalikkan telapak tangan. Ada saja tantangan dan rintangan kami hadapi. Namun dengan penuh ketekunan, dan kerjasama dari semua pihak, sekolah kami mampu mengatasinya. Melalui budaya sekolah atau school culture yang terus menerus disempurnakan, sekolah kami terus membangun karakter siswa yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Hal itu terkemas dalam berbagai program kesiswaan yang disusun dalam program kerja Majelis Pembina OSIS (MPO) yang tersusun rapi, dan setiap tahunnya selalu dievaluasi melalui berbagai program kerja OSIS. Para peserta didikpun dilatih untuk mampu berorganisasi dengan baik di sekolah.

Sekolah berkarakter itu seperti sekolah laskar pelangi. Sekolah dengan fasilitas apa adanya mampu bersaing dan melahirkan peserta didik yang sangat luar biasa. Suatu kisah nyata dari sebuah sekolah yang mampu menjaga sekolahnya tetap unggul walaupun ketiadaan fasilitas dan keterbatasan dana. Tetap menjaga karakter sekolahnya dan membangun kejujuran.

Namun, siapa yang akan mengira kalau sekolah miskin itu telah berhasil mendidik anak didiknya menjadi anak didik yang berbeda dengan sekolah lainnya. Sekolah yang lebih mengedepankan akhlak mulia daripada nilai-nilai pelajaran yang harus dikuasai siswa.

Sekolah itu telah mampu mengajarkan cinta kepada sesama. Kekuatan cinta adalah salah satu kunci keberhasilan dalam dunia pendidikan. ”Tidak pernah ada yang bisa mengalahkan kekuatan cinta yang murni dan tulus. Cinta yang mendalam menebarkan energi positif yang tidak hanya mengubah hidup seseorang, tetapi juga menerangi hidup orang banyak.” (Kompas dalam cover novel Andrea Hirata ”Laskar Pelangi”).

Kesederhanaan, kemiskinan, dan ketiadaan fasilitas justru mampu memompa semangat mereka untuk memenangkan karnaval dan lomba cerdas cermat. Tengoklah Lintang, yang genius dan dengan senang hati bersepeda 80 kilometer pulang pergi untuk memuaskan dahaganya akan ilmu. Atau Mahar, seorang seniman dadakan yang imajinatif, dan kreatif yang mampu mengangkat citra sekolahnya dalam karnaval 17 Agustus dengan tarian budaya nasional tanpa dana.

Film laskar pelangi yang sudah kita tonton sungguh sangat mengharukan. Film yang bercerita tentang dunia pendidikan dengan tokoh-tokoh manusia sederhana, jujur, tulus, gigih, penuh dedikasi, ulet, sabar, tawakal, dan mengajar dengan cinta yang diperlihatkan kepada penonton secara indah dan cerdas. Inilah realita pendidikan Indonesia di tengah berbagai berita dan hiburan televisi tentang sekolah yang tak cukup memberi inspirasi dan spirit.

Film Laskar Pelangi telah mengajarkan bagaimana menjaga sekolah agar tetap unggul. Keunggulan itu terletak pada 6 kekuatan yang harus dibangun, yaitu:

1. Memiliki guru yang mempunyai kompetensi, dedikasi dan komitmen yang tinggi.

Guru sebagai agen pembelajaran dituntut untuk mampu menyelenggarakan proses pembelajaran dengan sebaik-baiknya. Mulai dari merencanakan, melaksanakan, dan menilai hasil proses pembelajaran. Pasal 4 UU No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen menegaskan bahwa, guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Untuk dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, guru wajib untuk memiliki syarat tertentu, salah satu di antaranya adalah kompetensi.

Kompetensi diartikan oleh Cowell (1988) sebagai suatu kemahiran yang bersifat aktif. Kompetensi merupakan satu kesatuan utuh yang menggambarkan potensi, pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dinilai, yang terkait dengan profesi guru.

Selain kompetensi, harus ada komitmen dan dedikasi yang tinggi dalam menjaga sekolah agar tetap unggul. Komitmen dan dedikasi itu terlihat dari perilaku guru yang senantiasa meningkatkan kemampuannya untuk terus belajar sepanjang hayat. Konsisten dan tak pernah berhenti untuk belajar dalam rangka mengembangkan potensinya menjadi guru profesional.

2. Memiliki siswa yang berprestasi.

Siswa berprestasi lahir dari proses belajar mengajar yang kreatif dan efektif. Sekolah harus dapat menciptakan siswa berprestasi yang dapat membawa nama baik sekolah di tingkat nasional maupun internasional. Karena itu adanya sebuah pembinaan jelas menjadi sebuah keharusan. Sekolah harus dapat menyeimbangkan otak kiri dan kanan siswa yang tercerminkan dari berjalannya kegiatan ekstrakurikuler dan intrakurikuler.

Dalam film Laskar Pelangi digambarkan secara sederhana bagaimana sekolah itu mampu mengembangkan kreativitas siswa dan mencapai prestasi yang gemilang. Si Mahar sang seniman alam itu mampu membuat sebuah kreativitas seni yang indah, di mana dia mampu untuk membuat sebuah kreasi seni budaya bangsa yang berupa tarian tradisional begitu hidup dan menarik. Lewat ide gila si Mahar, sekolah yang apa adanya dan tak memiliki dana mampu bersaing dengan sekolah-sekolah unggulan papan atas yang memiliki banyak dana.

3. Mengembangkan sumber belajar yang tidak hanya berpusat pada guru.

Sekarang ini, sumber belajar bukan lagi berpusat pada guru, melainkan pada berbagai sumber. Peran guru adalah mengusahakan agar setiap siswa dapat berinteraksi secara aktif dengan berbagai sumber belajar yang ada. Selain guru, masih banyak lagi sumber belajar yang lain.

Menurut Asosiasi Teknologi Komunikasi Pendidikan (AECT), sumber belajar adalah semua sumber (baik berupa data, orang atau benda) yang dapat digunakan untuk memberi kemudahan belajar bagi siswa. Sumber belajar itu meliputi pesan, orang, bahan, peralatan, teknik, dan lingkungan/latar. Sumber belajar memiliki fungsi : (1) Meningkatkan produktivitas pembelajaran yang dapat lebih banyak membina dan mengembangkan gairah. (2) Memberikan kemungkinan pembelajaran yang sifatnya lebih individual sesuai dengan kemampuannya.(3) Memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap pembelajaran dengan cara lebih sistematis.(4) Lebih memantapkan pembelajaran, dengan jalan meningkatkan kemampuan sumber belajar, penyajian informasi, dan bahan secara lebih kongkrit. (5) Memungkinkan belajar secara seketika, dengan mengurangi kesenjangan antara pembelajaran yang bersifat verbal dan abstrak dengan realitas yang sifatnya kongkrit; memberikan pengetahuan yang sifatnya langsung. (6) Memungkinkan penyajian pembelajaran yang lebih luas, dengan menyajikan informasi yang mampu menembus batas geografis.

4. Memiliki budaya sekolah yang kokoh.

Dalam makalah Konferensi Guru Indonesia (KGI) September 2007 yang diselenggarakan oleh Sampoerna Foundation Institut dan dihadiri oleh lebih dari 1000 orang guru dari seluruh Indonesia, penulis menuliskan bagaimana menciptakan budaya sekolah yang tetap eksis. Kuncinya perpaduan semua unsur di sekolah itu dari mulai peran guru, siswa, dan orang tua siswa menjadi three in one dalam merajut kebersamaan.

Budaya sekolah yang harus diciptakan agar tetap kokoh adalah mengembangkan budaya keagamaan (religius), budaya kerjasama (team work), budaya kepemimpinan (leadership) dan budaya kedisiplinan (dicipline).

5. Memiliki seorang tokoh panutan di sekolah dan mampu menjadi contoh teladan.

Dalam film Laskar Pelangi, tokoh panutan itu diperankan dengan baik oleh pak Harfan. Dia selalu menekankan pada anak didiknya bahwa ”hiduplah untuk memberi sebanyak-banyaknya, bukan menerima sebanyak-banyaknya”. Sudahkah tokoh panutan ini ada dalam sekolah kita? Seorang guru yang ikhlas mengabdi untuk kemajuan negeri. Kalau jawabannya belum, maka diri kita sendiri yang harus menjadi tokoh panutan itu. Sebuah sekolah unggul pasti di dalamnya ada tokoh yang menjadi panutan, pemimpin dan idola para siswanya.

6. Memiliki motivasi yang tinggi untuk mampu bersaing dalam dunia global.

Pada intinya motivasi merupakan kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Dalam kegiatan belajar, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Motivasi ada dua, motivasi intrinsik dan ektrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam diri sendiri tanpa ada paksaan dorongan orang lain, tetapi atas dasar kemauan sendiri. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian siswa mau melakukan sesuatu atau belajar. Karena itu guru harus dapat memotivasi para siswanya agar dapat bersaing di dunia global.

Akhirnya, untuk menjaga agar sekolah tetap unggul diperlukan kebersamaan yang erat dari berbagai komponen yang ada di di dalam komunitas sekolah. Semua harus saling melengkapi dan bekerjasama dalam membangun sekolah ke arah yang lebih baik. Diperlukan suatu sistem yang utuh dan sistemik agar sekolah tetap unggul. Ketika sekolah telah mampu membuktikan keunggulannya, maka nilai-nilai karakter bangsa harus terjaga dengan baik.

Salam Blogger Persahabatan

Omjay

http://wijayalabs.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun