Bau kentut ini benar-benar menyiksa hidungnya.Kemarahan sudah berkumpul di rongga dada. Budiman pun bersiap diri untuk marah.
“Siapa di antara kalian yang kentut? Ayo Ngaku!”, Marahnya sudah terasa ke ubun-ubun.
Tapi tentu saja tak ada yang mau ngaku. Yah begitulah memang kentut. Baunya kemana mana tapi sumbernya tak pernah jelas. Budiman melangkah masuk begitu hidungnya mengatakan bahwa bau kentut di kelas ber AC itu sudah tidak begitu parah.
“Baiklah, kalau kalian tidak ada yang mau ngaku. Sepertinya bapak harus mengajari sedikit tentang korsa…” Budiman berusaha membuat seisi kelas penasaran. Namun yang ada adalah kelas ketakutan.
“Nah… semuanya berdiri. Kita lanjutkan pelajaran 30 menit lagi dengan kalian berdiri semua. Itu yang dinamakan dengan korsa. Tidak ada satupun dari kalian yang boleh makan tulang punggung kawan!”
Kelas masih diam…. Palingan ada keluhan, “Wihhh pak….. wihhh pak….”
Budiman tak menghiraukan, “Nah, Fendi, kamu baca kelanjutan yang tadi…” Fendy membaca dengan janggal, karena harus berdiri. Berhenti ketika Budiman mengisyaratkan berhenti.
“Masih tak ada yang mau mengaku?…. Tegakah salah satu diantara kalian yang berbuat, seisi kelas kena hukum?
Dimana perasaan kebersamaan kalian? Bapak tidak akan menghukum kalau ada yang berani mengaku….!” Pancingan Budiman agaknya berhasil.
Dia tatap satu persatu murid-muridnya, dan pandanganpun tertuju kepada salah seorang muridnya yang tambun. Badannya gempal penuh lemah. Mungin beratnya sudah lebih dari 105 kg.
“Saya pak! Tadi saya gak sengaja kentut pak. Tadinya saya mau tahan, tapi lolos juga pak”, Amir mengaku, dan seluruh murid di kelaspun gaduh.