[caption id="attachment_169671" align="alignleft" width="300" caption="Bernarsis Ria di istana maimoon"][/caption]
Hari ini Kamis, 17 Juni 2010 saya dan guru-guru SMP Labschool Jakarta berkunjung kekota Medan untuk melaksanakan Studi Banding di SMPN 1 Medan dan SMP Sutomo Medan. Setelah studi banding rencananya kami akan berkeliling kota Medan,jalan-jalan kuliner menikmati kota medan yang terkenal dengan kue bika ambonnya.
Kami naik pesawat Batavia Air dari Jakarta menuju Medan pukul 08.30 dan tiba di bandara Polonia Medan pukul 10.45. Senang sekali rasanya bisa berkunjung ke kota ini. Sambil menunggu bagasi, sayapun mengambil beberapa brosur tempat wisata yang ada di kota ini.
Dari Bandara kami dijemput oleh Tropy Tour Travel yang akan mendampingi kami selama 4 hari  3 malam berkeliling di propinsi Sumatera Utara ini. Rencananya, selain studi banding ke SMP terbaik di kota Medan, kami akan berkunjung pula ke Parapat dan Brastagi.
Ada dua bus yang menjemput kami. Saya mendapat tempat di bus kedua dengan pemandu wisata bapak Robin yang ramah. Sepanjang perjalanan dari Bandara menuju penginapan, kami diceritakan sedikit tentang kota Medan dan penduduknya. Ternyata, menurut pak Robin penduduk Medan ^0% adalah orang Jawa. Mereka bergabung dalam paguyuban PUJAKESUMA (Penduduk Jawa Kelahiran Sumatera). Sisanya penduduk asli Melayu dan Batak serta etnis lainnya seperti China, Minang, Sunda, dan lain-lain.
[caption id="attachment_169674" align="aligncenter" width="150" caption="Singgasana Sultan deli yang sudah Berusia 122 tahun"][/caption]
Penduduk kota Medan saat ini sudah multi etnis. Banyak suku merantau di kota Medan. Bahkan pak supir yang busnya kami tumpangi berasal dari Nusa Tenggara Barat (NTB). Namun demikian, menurut cerita dari pak Robin, perekonomian di Medan tetap dikuasai oleh penduduk Keturunan China yang sudah berbaur dengan masyarakat setempat. Nyaris di kota Medan tak ada perang antar suku atau etnis, yang terjadi justru perang antar sultan. Bila sultan meming seorang gadis dan ditolak, maka akan terjadilah perang karena merasa terhina. Tapi itu dulu, sekarang tidak lagi. Begitulah pak Robin bercerita dengan penuh semangat.
Di kota medan, posisi Sultan tidak berkuasa atas pemerintahan seperti di Yogyakarta. Hal itu saya ketahui setelah berkunjung ke Istana Maimoon siang ini. Sebuah istana yang menjadi cagar budaya di kota Medan dan operasionalnya ditangani oleh pihak keluarga Sultan.
[caption id="attachment_169672" align="alignright" width="224" caption="Buku Sejarah Medan Tempo Doeloe"][/caption]
Saya membeli buku tentang sejarah singkat istana Maimoon. Bagus sekali isinya. Di buku itu diceitakan tentang istana Maimoon tempo doeloe hingga saat ini. Juga dituliskan sekilas sejarah kerajaan Melayu Deli. Mulai dari Tuanku Panglima Gocah pahlawan sampai Sultan Mahmud lamantjiji Perkasa Alam. Dari cerita pak Robin, sultan terkahir Deli gugur dalam kecelakaan pesawat terbang, dan posisinya akan diantikan oleh anaknya yang baru berusia 10 tahun, kini sedang belajar di kota Makasar.
Wah, banyak banget sebenarnya yang ingin saya ceritaka di kota medan ini. Aplagai tadi setelah sholat berjamaah di Masjid Raya kota Medan. Namun yang paling berkesan adalah ketika mengunjungi istana Maimoon. Saya merasakan menjadi Sultan Deli karena duduk dalam singagasana raja yang sudah berusia 122 tahun. Sayang baju Melayu yang disewakan tak ada yang muat dengan tubuh tambun ini, sehingga saya tak jadi berbusana ala raja melayu Deli. (Bersambung)
Salam Blogger Persahabatan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H