Mohon tunggu...
Wijaya Kusumah
Wijaya Kusumah Mohon Tunggu... Guru - Guru Blogger Indonesia

Teacher, Motivator, Trainer, Writer, Blogger, Fotografer, Father, Pembicara Seminar, dan Workshop Tingkat Nasional. Sering diminta menjadi pembicara atau nara sumber di bidang ICT,Eduprenership, Learning, dan PTK. Siapa membantu guru agar menjadi pribadi yang profesional dan dapat dipercaya. Wijaya adalah Guru SMP Labschool Jakarta yang doyan ngeblog di http://wijayalabs.com, Wijaya oleh anak didiknya biasa dipanggil "OMJAY". Hatinya telah jatuh cinta dengan kompasiana pada pandangan pertama, sehingga tiada hari tanpa menulis di kompasiana. Kompasiana telah membawanya memiliki hobi menulis yang dulu tak pernah ditekuninya. Pesan Omjay, "Menulislah di blog Kompasiana Sebelum Tidur". HP. 08159155515 email : wijayalabs@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Alasan Guru Takut Melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

1 Juni 2010   10:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:49 1527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

[caption id="attachment_155511" align="alignleft" width="300" caption="Omjay dan Guru-Guru di Pangkalpinang, Kep.Bangka Belitung"][/caption]

Dewasa ini banyak kita jumpai para guru yang belum melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) di dalam proses pembelajarannya. Mengapa? Karena ada 5 alasan kenapa guru takut melakukan PTK.

1.Guru kurang memahami profesi guru

Profesi guru adalah profesi yang sangat mulia. Para guru hendaknya menyadari profesi mulia ini. Guru harus dapat memahami peran dan fungsi guru di sekolah. Guru sekarang bukan hanya guru yang mampu mentransfer ilmunya dengan baik, tetapi juga mampu digugu dan ditiru untuk memberikan tauladan yang tidak hanya sebatas ucapan tapi juga tindakan.

Profesi guru adalah profesi yang bukan hanya mulia dimata manusia, tetapi juga di mata Tuhan. Karena itu guru harus dapat mengajar dan mendidik dengan hatinya agar dapat menjadi mulia. Hati yang bersih dan suci akan terpancar dari wajahnya yang selalu ceria, senang, dan selalu menerapkan 5S dalam kesehariannya ( Salam, Sapa, Sopan, Senyum, dan Sabar).

2. Guru malas membaca buku dan malas menulis

Masih banyak guru yang malas membaca. Padahal dari membaca itulah akan terbuka wawasan yang luas dari para guru. Kesibukan-kesibukan mengajar membuat guru merasa kurang sekali waktu untuk membaca. Ini nyata, dan terjadi di sekolah kita. Bukan hanya di sekolah, di rumah pun guru malas membaca. Guru harus dapat melawan kebiasaan malas membaca. Ingatlah dengan membaca kita dapat membuka jendela dunia.

Pengalaman mengatakan, siapa yang rajin membaca, maka ia akan kaya akan ilmu, namun bila kita malas membaca, maka kemiskinan ilmu akan terasa. Guru yang rajin membaca, otaknya ibarat mesin pencari google di internet. Bila ada siswa yang bertanya, memori otaknya langsung bekerja mencari dan menjawab pertanyaan para siswanya dengan cepat dan benar.

Sudah bisa dipastikan bila guru malas membaca, maka akan malas pula untuk menulis. Menulis dan membaca seperti kepingan uang logam yang tidak dapat dipisahkan. Guru yang terbiasa membaca, maka ia akan terbiasa menulis. Dari membaca itulah guru mampu membuat kesimpulan dari apa yang dibacanya, kemudian kesimpulan itu ia tuliskan kembali dalam gaya bahasanya sendiri.

Menulis itu ibarat pisau yang harus sering diasah. Guru yang rajin menulis, maka ia mempunyai kekuatan tulisan yang sangat tajam, layaknya sebilah pisau. Tulisannya sangat menyentuh hati, dan bermakna. Runut serta mudah dicerna bagi siapa saja yang membacanya.

3. Guru kurang sensitif terhadap waktu dan terjebak dalam rutinitas kerja

Bagi guru yang kurang memanfaatkan waktunya dengan baik, maka tidak akan banyak prestasi yang ia raih dalam hidupnya. Dia akan terbunuh oleh waktu yang ia sia-siakan. Karena itu guru harus sensitif terhadap waktu. Terjaga dari sesuatu yang kurang bermanfaat.

Saat kita memuliakan waktu, maka waktu akan menjadikan kita orang mulia. Karena itu, kualitas seorang guru terlihat dari cara ia memperlakukan waktu dengan baik. Guru yang sukses dalam hidupnya adalah yang pandai memanage waktu dengan baik. Waktunya benar-benar sangat berharga dan berkualitas. Setiap waktunya terprogram dengan baik.

Guru harus pandai mengatur rutinitas kerjanya. Jangan sampai guru terjebak sendiri dengan rutinitasnya yang justru tidak menghantarkan dia menjadi guru dapat diteladani anak didiknya. Guru harus pandai mensiasati pembagian waktu kerjanya. Buatlah jadwal yang terencana. Buang kebiasan-kebiasaan yang membawa guru untuk tidak terjebak di dalam rutinitas kerja, misalnya : membuat diari atau catatan harian yang ditulis dalam agenda guru, di dalam blog internet, dan lain-lain.

Rutinitas kerja tanpa sadar membuat guru terpola menjadi guru yang kurang berkualitas. Hari-harinya diisi hanya untuk mengajar saja. Dia tidak mendidik anak didiknya dengan hati. Waktunya di sekolah hanya sebatas sebagai tugas rutin mengajar yang tidak punya nilai apa-apa. Guru hanya melakukan transfer of knowledge. Dia mengganggap pekerjaan dia adalah karirnya, karena itu dia berusaha keras agar yang dilakukannya bagus di mata pimpinannya atau kepala sekolah. Tak ada upaya untuk keluar dari rutinitas kerjanya yang sudah membosankan. Bahkan sampai saatnya memasuki pensiun.

4.Guru kurang kreatif dan inovatif serta malas meneliti

Merasa sudah berpengalaman membuat guru menjadi kurang kreatif. Guru malas mencoba sesuatu yang baru dalam proses pembelajarannya. Dia merasa sudah cukup. Tidak ada upaya untuk menciptakan sesuatu yang baru dari pembelajarannya. Dari tahun ke tahun gaya mengajarnya itu-itu saja. Rencana Program Pembelajaran (RPP) yang dibuatpun dari tahun ke tahun sama, hanya sekedar copy paste tanggal dan tahun saja. Guru menjadi tidak kreatif.

Guru tidak akan pernah menemukan proses kreativitas bila cara-cara yang digunakan dalam mengajar adalah cara-cara lama. Sekarang ini, sulit sekali mencari guru yang kreatif dan inovatif. Kalaupun ada jumlahnya hanya dapat dihitung dengan dua jari. Guru sekarang lebih mengedepankan penghasilan daripada proses pembelajaran yang kreatif.

Setiap tahun pemerintah maupun swasta mengadakan lomba karya tulis ilmiah (LKTI) untuk para guru, dengan harapan guru mau meneliti. Namun, hanya sedikit guru yang memanfaatkan peluang ini dengan baik. Padahal ini sangat baik untuk guru berlatih menulis, dan menyulut guru untuk meneliti. Dari meneliti itulah guru mengetahui kualitas pembelajarannya.

Penelitian diselenggarakan untuk memperbaiki hal-hal yang telah dilakukan agar menjadi lebih baik atau menciptakan sesuatu yang baru. Sebenarnya meneliti itu tidak sulit. Kesulitan itu sebenarnya berasal dari guru itu sendiri. Guru menganggap meneliti itu adalah bukan tugasnya. Tugas guru hanya mengajar. Meneliti adalah tugas mereka yang ingin naik pangkat. Kalau sudah kepepet barulah guru mau meneliti. Misalnya kalau ingin naik pangkat dari golongan IVA ke IVB. Kalau tidak, maka pangkatnya tidak akan naik. Data di depdiknas membuktikan bahwa guru golongan IVA terlalu banyak, dan guru golongan IVB masih sangat sedikit. Banyak guru yang mengalami kesulitan dalam meneliti dan melaporkan hasil penelitiannya.

[caption id="attachment_155525" align="aligncenter" width="448" caption="Pak Dedi Dwitagama Memberikan Pengalamannya melakukan PTK"][/caption]

5.Guru kurang memahami PTK

Banyak guru yang kurang memahami penelitian tindakan kelas atau PTK. Guru menganggap PTK itu sulit. Padahal PTK itu tidak sesulit apa yang dibayangkan. PTK dilakukan dari keseharian kita mengajar. Tidak ada yang sulit, semua dilakukan dengan mudah sebagaimana keseharian kita mengajar di kelas. Guru hanya perlu merenung sedikit dari proses pembelajarannya. Mencatat masalah-masalah yang timbul, dan mencoba mencari solusinya. Ajaklah teman sejawat agar proses observasi dan refleksinya tidak terlalu subyektif

[caption id="attachment_155513" align="alignright" width="300" caption="Peserta Workshop Nasional PTK di Kep. Bangka Belitung"][/caption]

PTK adalah sebuah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri dengan jalan merencanakan, melaksanakan, dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat. Dari PTK inilah diharapkan terjadi proses pembelajaran yang kreatif.

Beberapa alasan itulah yang saya bawakan dalam workshop nasional PTK di Pangkalpinang, Kep. Bangka Belitung. Semoga dengan paparan di atas para guru menjadi lebih giat meneliti di kelasnya sendiri, dan mampu meningkatkan kinerjanya sebagai guru.

Salam Blogger Persahabatan

Omjay

http://wijayalabs.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun