Tradisi Salaman Pagi di Sekolah Kami
Tradisi salaman pagi sudah menjadi budaya sekolah kami. Setiap pagi para guru yang bertugas piket, dan pimpinan sekolah menyambut kedatangan para siswa di pintu masuk sekolah. Tradisi ini kami lakukan setiap hari, dan membuat para peserta didik merasa diperhatikan dengan baik.
Sudah 16 tahun lamanya saya menjadi guru, belum pernah satu haripun saya melihat tradisi salaman pagi tak terjadi. Para guru yang bertugas piket, dan pimpinan sekolah selalu hadir tepat waktu menunggu anak-anak datang ke sekolah. Mereka biasanya datang lebih pagi dari kedatangan peserta didik. Rata-rata pukul 06.00 pagi, para guru yang bertugas sudah stand by berdiri di pintu masuk sekolah untuk menyambut kedatangan siswa.
Tradisi salaman pagi adalah salah satu bentuk dari pendidikan karakter yang kini tengah didengung-dengungkan oleh pemerintah. Sebelum pemerintah mencanangkan konsep pendidikan berkarakter, sekolah kami sudah memulainya 42 tahun lalu. Tepatnya, ketika sekolah kami berdiri di tahun 1968. Sebagai salah satu sekolah laboratorium kependidikan yang dibentuk oleh Rektor IKIP Jakarta, sekolah kami menjadi salah satu sekolah perintis pendidikan berkarakter, dan terus berkembang ketika Prof. Dr. Conny R Semiawan menjadi Rektor IKIP Jakarta pada saat itu.
Tradisi salaman pagi adalah pencerminan dari penghormatan antara yang muda dan tua dengan cara mencium tangan. Di sanalah terjadi penghormatan seorang pendidik kepada para peserta didiknya. Penghornatan anak kepada orang tuanya.
Bila tradisi bersalam-salaman terus dilestarikan di bumi Indonesia, maka tak ada orang muda yang tidak bersalaman (seraya mencium tangan) kepada orang tua ketika bertemu. Inilah symbol dari sebuah kultur budaya Indonesia asli, dimana yang tua menghormati yang muda dan begitupun sebaliknya.
Tradisi salaman pagi harus terus dikembangkan di sekolah-sekolah kita. Para guru wajib menyambut para peserta didiknya yang tiba di sekolah. Ini merupakan sebuah apresiasi yang tidak akan pernah ada dalam kurikulum kita. Budaya ini terus berkembang melalui hidden curriculum yang dikembangkan melalui budaya sekolah (school culture) yang tetap eksis dan terus dilestarikan. Tradisi bersalaman tak akan punah apabila para pendidik memahami akan kebermanfaatan salaman pagi itu.
Manfaat paling terasa dari tradisi salaman pagi adalah membuat para guru lebih tahu dari awal, mana siswa yang telah siap belajar, dan mana siswa yang belum siap belajar. Hal itu terlihat mudah dari wajah-wajah mereka. Siapa saja siswa yang telah siap datang ke sekolah, maka ada keceriaan di sana. Ada senyuman manis di bibir yang seolah mengatakan, "saya sudah siap belajar hari ini".
Akhirnya tradisi salaman pagi akan mampu membuat para penyelenggara pendidikan menyiapkan 5S dalam kesehariannya di sekolah. Ada senyum, sapa, sabar, syukur dan sehat terjadi di sana. Membuat para peserta didik merasa terperhatikan, dari mulai kedatangan di rumah keduanya yang menyenangkan. Sekolah harus menjadi rumah kedua bagi peserta didiknya. Mengapa kita tak biasakan juga bersalaman dengan para anggota keluarga kita sebelum keluar dari rumah?
Salam Blogger Persahabatan Omjay http://wijayalabs.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H