Kini, aku bisa sedikit lega. Berlian sudah anteng dengan teh manisnya. Tinggallah aku melanjutkan menulis. Menulis cepat di kompasiana.
Ide yang ada di kepalaku tiba-tiba menghilang. Jadilah saya terkesima di depan laptopku. Bingung apa yang akan aku lakukan. Saya seperti orang pikun yang tak tahu apa yang harus kulakukan. Apalagi aku pengen banget mendapat hadiahnya yang lumayan bagus.
Daripada aku bingung apa yang akan aku tuliskan, lebih baik kutuliskan ini saja sebagai kisah nyataku. Seorang ayah yang ditinggal pergi istrinya untuk berbisnis. Melayani anak-anaknya dengan sepenuh hati. Tak ada gengsi, karena seorang suami harus juga bisa pekerjaan istri.
Aku pun semakin tahu, bahwa pekerjaan istri memang sangat luar biasa. Tak salah bila aku memujinya dan mengatakan, “Istriku memang wanita hebat dan gagah”.
Ketika mama pergi, banyak pembelajaran yang aku dapatkan. Banyak pengalaman dan pengetahuan yang kuperolah. Akupun menjadi lebih tahu bahwa istriku, mama dari anak-anakku adalah wanita perkasa yang telah membuatku sadar sebagai seorang suami bahwa pekerjaan ibu rumah tangga tak akan pernah berhenti dari bangun tidur sampai tidur lagi.
Ketika mama pergi, membuatku menjadi malu sendiri. Betapa egosinya aku selam ini sebagai seorang suami. Mau enaknya sendiri, dan merasa bahwa tugas seorang suami lebih berat daripada seorang istri. Maafkan aku istriku. Kutahu aku belum menjadi suami yang mengerti apa yang diinginkan istriku.
Ketika mama pergi, menyadarkanku bahwa aku harus senantiasa menyayangi anak-anakku dengan penuh pelayanan, dan membuat mereka nyaman berada dalam dekapan ayahnya. Terima kasih istriku.
Salam Blogger Persahabatan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H