[caption id="attachment_28076" align="alignleft" width="300" caption="Anto sang Pengamen Buta sedang Beraksi"][/caption]
Hari Jumat, 20 November 2009 saya diundang oleh Mbak Linda ke rumahnya di Jeruk Purut untuk menghadiri syukuran karena telah keluar dari rumah sakit. Dalam perjalanan menuju ke rumah mbak Linda itu, di dalam bus kota Mayasari Bakti no. 57 jurusan Pulogadung-Blok M saya terkagum-kagum melihat seorang tuna netra yang sedang mengamen di bus itu. Bagi saya, pengamen ini memiliki talenta yang luar biasa dalam menyanyi, meskipun dia buta. Nyanyian yang dibawakannya dengan suara yang merdu membuat para penumpang memberikan sawerannya dengan senang hati. Saya memperhatikan hampir semua penumpang memberikan uang, dan jarang yang tak memberi, artinya pengamen buta ini telah sukse memuaskan orang-orang yang berada di dalam bus itu dengan nyanyiannya yang merdu. Mereka puas karena telah terhibur oleh pengamen buta ini.
----------------------------------------------------------------------------------
Ketika selesai berkeliling meminta saweran dari para penumpang ia duduk dekat dengan saya, dan lalu menghitung uang semua saweran yang masuk ke dalam kantong sawerannya itu yang terbuat dari bekas kantong permen. Saya takjub sekali melihatnya. Dia bisa membedakan lembaran uang seribuan, dua ribuan, lima ribuan, dan sepuluh ribuan dari hanya merabanya saja. Luar biasa, Allahu Akbar! Allah telah mengajarkan kepada pengamen buta ini sebuah keterampilan yang tidak semua orang buta bisa melakukannya, dan Allah telah memberinya suara emas sehingga bisa dimanfaatkannya untuk bertahan hidup di Jakarta.
[caption id="attachment_28077" align="alignright" width="225" caption="Pengamen Buta sedang Beraksi di Bus Kota"][/caption]
Saya beranikan diri berkenalan dengannya, dan saya tanyakan siapa namanya. Ternyata nama pengamen buta itu adalah Anto. Beliau telah 6 tahun mengamen berkeliling dari bus ke bus, dan mengandalkan penghasilan hidup dari mengamen itu. Beliau tinggal di rumah kontrakan di bilangan Cipulir, dan biasanya beliau pergi mengamen dari jam 2 siang sampai jam 11 malam.
Terus terang saya belajar banyak dari pengamen buta ini. Matanya boleh tak melihat, tetapi hatinya sangat jelas melihat peluang mencari nafkah yang sekarang menjadi profesi yang ditekuninya. Dia tak pasrah dengan keadaan, dia lalui kegelapan dihadapannya menjadi sebuah kekuatan luar biasa yang membuat dia bisa menghibur semua orang.
Bila saya punya rezeki lebih, ingin sekali saya mengundang pengamen buta ini ke rumah, Bermain dengan gitar tuanya dan menyanyikan lagu-lagu tentang kehidupan yang fana. Memberikan semangat hidup, bahwa hidup adalah perjuangan dan kita tak boleh menyerah dengan kondisi apapun.
Mata boleh buta, tetapi semangat hidup harus terjaga. Mata boleh tak melihat tapi hati tetap melihat dan memikat.
Malam itu, ditengah-tengah berkumandangnya suara adzan Isya saya merenungi hidup ini di dalam bus kota. Sayapun termenung dalam lamunan saya. Hidup memang perlu perjuangan, dan saya tak boleh kalah dengan pengamen buta ini, walaupun matanya buta, tapi semangatnya  membangunkan saya dari tidur panjang saya bahwa kita tak boleh mengeluh, dan harus senantiasa bersyukur kepada Allah. Berterima kasih kepada Tuhan pemilik bumi karena telah diberikan panca indra yang lengkap.
Saya harus malu dengan pengamen buta ini. Beliau tak pernah pantang menyerah berkeliling ibu kota Jakarta menyanyikan lag-lagu yang menghibur kita semua. Melupakan keadaannya yang sebenarnya buta. Tetapi hatinya tidak buta. Jiwanya tetap terjaga untuk berbagi kepada sesama.
Tiba-tiba, lamunan saya terjaga ketika kondukter bus mengatakan, "Blok M habis, Blok M habis, Blok M habis", itu tandanya saya harus turun dari mobil bus kota itu dan menyambungnya dengan kendaraan lainnya. Mlalam itu, saya belajar dari pengamen buta.
Salam Blogger Persahabatan
Omjay
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H