Mohon tunggu...
Wijaya Kusumah
Wijaya Kusumah Mohon Tunggu... Guru - Guru Blogger Indonesia

Teacher, Motivator, Trainer, Writer, Blogger, Fotografer, Father, Pembicara Seminar, dan Workshop Tingkat Nasional. Sering diminta menjadi pembicara atau nara sumber di bidang ICT,Eduprenership, Learning, dan PTK. Siapa membantu guru agar menjadi pribadi yang profesional dan dapat dipercaya. Wijaya adalah Guru SMP Labschool Jakarta yang doyan ngeblog di http://wijayalabs.com, Wijaya oleh anak didiknya biasa dipanggil "OMJAY". Hatinya telah jatuh cinta dengan kompasiana pada pandangan pertama, sehingga tiada hari tanpa menulis di kompasiana. Kompasiana telah membawanya memiliki hobi menulis yang dulu tak pernah ditekuninya. Pesan Omjay, "Menulislah di blog Kompasiana Sebelum Tidur". HP. 08159155515 email : wijayalabs@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Setujukah Anda UN Dipertahankan?

2 Februari 2010   01:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:08 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

[caption id="attachment_66431" align="alignleft" width="300" caption="Setujukah UN dipertahankan?"][/caption]

Membaca kompas hari ini, Selasa 2 Februari 2010 dengan judul Kisruh Ujian Nasional yang dituliskan oleh Mas Tonny D Widiastono, membuat saya tersulut untuk membuat sebuah tulisan yang berjudul setujukah anda UN dipertahankan?

Sebagai seorang pendidik yang hak evaluasinya dirampas oleh pemerintah membuat saya merasakan bahwa ada ketidakadilan dalam UN ini. Ketidakadilan itu nampak jelas dari ketidakberdayaan si miskin agar bisa lulus UN dengan nilai yang tinggi. Si kaya semakin hebat karena berbagai fasilitas telah disediakan. Bisa ikut pendalaman materi (PM) yang dilaksanakan oleh sekolah, bisa ikut bimbingan belajar (bimbel), dan mungkin bisa mengikuti berbagai try out UN. Tahukah anda berapa biaya yang harus dikeluarkan oleh orang tua untuk bisa ikut PM, bimbel dan try out?

Bagi si kaya, masalah duit tidaklah menjadi persoalan. Tetapi bagi si miskin masalah duit tentu menjadi pemikiran yang rumit. Wajar saja bila UN akhirnya hanya berpihak kepada si kaya dan tidak berpihak kepada si miskin. Si kaya lebih siap menghadapi UN dengan gizi yang tinggi dan si miskin hanya bisa mengelus dada dan mendapatkan pelayanan apa adanya.

Sepertinya pemerintah itu terlalu memaksakan kehendaknya. Tak mau mendengar dan cenderung lebih percaya kepada hasil survei atau penelitian yang belum tentu benar dalam kenyataan. Sebab banyak data dimanipulatif secara nasional dan dibuat seolah-olah kita telah melaksanakan UN yang benar.

Mohon maaf bila saya terkesan menuduh, sebab di kalangan para guru besar di perguruan tinggi sendiri terjadi pro dan kontra. Masing-masing-masing berpikir dengan pandangannya masing-masing. Bahkan, ketika saya berdialog dengan para guru besar itu, nampak sekali ada perbedaan cara pandang yang mendasar dari mereka tentang pelaksanaan evaluasi yang cenderung dipaksakan.

Evaluasi berbeda dengan penilaian. Evaluasi lebih cenderung kepada sebuah penilaian secara sistemik, sedangkan penilaian lebih cenderung kapada nilai yang telah diukur dengan skala 1 s.d. 10.  Contohnya guru memberikan penilaian dari hasil ujian peserta didiknya. Hasil penilaian itu dievaluasi oleh guru yang bersangkutan untuk melakukan refeksi diri.

Anda boleh berbeda pandangan dengan saya, tentang evaluasi dan penilaian. Sebab di sinilah kita akan berdiskusi. Mengetahui lebih jauh tentang urgensi evaluasi dan penilaian.

UN yang dilakukan sekarang ini lebih cenderung bersifat penilaian dan belum menjadi evaluasi. Wajar saja kalau pada akhirnya hanya nilai yang digenjot agar peserta didik mendapatkan nilai yang tinggi. Maka dilakukanlah proses dril, latihan soal-soal sebanyak mungkin. Peserta didik pun menjadi mahir dalam menjawab soal, tetapi miskin aplikasi. Alhasil sekolah-sekolah kita hanya mencetak anak yang pintar dari proses drill tadi, tetapi tak mencetak anak yang berbudi pekerti.

Kasus korupsi, tawuran, aksi kejahatan, kenakalakan remaja, narkoba, dan lain-lain masalah sosial yang timbul di masyarakat  dikarenakan pendidikan budi pekerti kurang tergarap dengan baik. UN yang dikeluarkan dengan biaya yang fantastis akhirnya hanya sekedar menjalankan proyek besar seperti membangun proyek Banjir Kanal Timur (BKT) di Jakarta yang belum jelas kapan selesainya.

Akhirnya, saya hanya ingin menghimbau kepada pemerintah untuk melaksanakan UN yang benar. UN yang benar-benar adil terhadap warga negaranya. Tidak membedakan si kaya dan si miskin. Semua diperlakukan sama, karena mereka memiliki hak yang sama sebagai warga negara. Kewajiban pemerintahlah untuk selalu berlaku adil agar pendidikan di negara ini semakin bermutu.

Jangan lagi mengorbankan anak didik kita demi ego sang penguasa. Sekaranglah saatnya kita saling melengkapi dan tidak terjebak dalam kisruh UN.

Kalau sudah begitu, setujukah anda bila UN dipertahankan?

Salam Blogger Persahabatan

Omjay

http://wijayalabs.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun