[caption id="attachment_38035" align="alignleft" width="118" caption="Kasus Century"][/caption]
Semoga di pagi hari yang cerah ini, anda senantiasa bahagia karena nikmat kesehatan selalu mendampingi hidup anda. Semoga pula keceriaan senantiasa bersama anda mengiringi hari-hari kerja anda. Saya pun berdoa semoga anda mampu berpikir kritis demi kemajuan bangsa dan negara ini.
Mencermati kasus demi kasus yang terjadi di negara ini, ada kasus yang begitu heboh dibicarakan, tetapi ada juga kasus yang hanya heboh sesaat. Padahal kasus ini tak kalah hebatnya dengan kasus besar itu.
Kasus century dan ujian nasional ibarat bumi dengan langit. Century begitu menghebohkan karena menelan biaya 6,7 trilyun uang rakyat yang raib di tangan orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Tetapi sadarkah anda bahwa ujian nasional juga membutuhkan biaya sekitar 500 milyar per tahunnya? Kalau anda tak percaya, anda bisa membacanya di sini.
Nampaknya, ada berita yang perlu anda ketahui. Kemarin, mendiknas memberikan pernyataan kepada para wartawan. Ujian nasional (UN) yang tidak dijadikan salah satu syarat kelulusan siswa akan menyebabkan peserta ujian tidak serius mempersiapkan diri. Karena itu, UN 2010 tetap akan dipakai sebagai syarat kelulusan siswa dari satuan pendidikan, selain untuk memperkuat pemetaan pendidikan di Tanah Air.
Terkait usul untuk menjadikan UN hanya sebagai pemetaan pendidikan, Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas)Mohammad Nuh di Jakarta, Senin (14/12/2009), meminta supaya kontroversi UN sebagai syarat kelulusan atau pemetaan pendidikan dihentikan. "Kalau hasil UN tidak melekat pada nilai pada orang per orang, maka bisa menjadi bias lagi. Karena UN itu tidak menentukan, nanti peserta menjawab sembarangan. Jadi kenapa persoalan UN terus kita kontroversikan? Jauh lebih baik, untuk menentukan kelulusan, juga untuk melihat standar pencapaian di tingkat nasional," kata Nuh kepada wartawan.
Saya menyetujui apa yang disampaikan bapak Mohammad Nuh dengan sebuah syarat. Kejujuran harus tertanam pada para penyelengara UN. Sebab UN tidak berdampak apa-apa pada diri siswa ketika kejujuran tidak menjadi panglimanya. UN hanya melahirkan anak berotak cerdas, tetapi tak melahirkan anak berwatak cerdas pula.
[caption id="attachment_38040" align="alignright" width="116" caption="Contek Mencontek Harus Hilang dalam UN"][/caption]
UN memang harus menjadi salah satu pintu kelulusan siswa, dan bukan hanya pemetaan semata. Tetapi tahukah bapak mendiknas bahwa banyak sekolah yang tidakjujur dengan adanya UN?
Banyak sekolah yang menghalalkan segala cara agar siswanya lulus 100%. UN pada akhirnya menjadi sebuah proyek yang mematikan kreativitas siswa. Perlu kontrol yang super ketat dalam proses penyelenggaraannya. Sebab bila tidak ketat, akan mengakibatkan kebocoran-kebocoran dana yang tak perlu. Di sinilah akhirnya negara dirugikan. Uang negara tidak tepat sasaran dan hanya dinikmati oleh mereka-mereka yang menentukan kebijakan itu.
Kalau kita melihat kasus century, sebenarnya kasus ini merupakan kasus yang awalnya berjalan benar, tetapi pada prosesnya mengalami penyimpangan. Belajar dari kasus century itu, sebaiknya mendiknas yang baru melakukan kontrol agar kebijakan UN yang awalnya bagus, akan menjadi tidak baik prosesnya apabila tidak dikawal dan dikontrol pelaksanaannya. Jangan biarkan uang rakyat 500 milyar itu terbuang percuma. Sebab masih banyak di negeri ini gedung sekolah yang rusak dan harus segera direnovasi. Masih banyak pula guru yang kesejahteraannya atau gajinya dibawah UMR.
Kultur bangsa ini harus dibangun melalui pendidikan. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas No.23 pasal 1 ayat 1). Oleh karenanya, penyelenggaraan pendidikan di negera kita harus tertuju kepada tujuan di atas. Jangan sampai tak sesuai dengan tujuan yang mulia itu.
Kasus century dan ujian nasional sebenarnya sebuah mata rantai yang tidak bisa dipisahkan. Mereka terjadi di negara ini dan kita wajib mengkritisinya. Century bukan hanya kasus yang memalukan tetapi juga kasus yang memilukan. Membuat kita tersadarkan bahwa masih banyak orang yang belum berlaku jujur di negara kita. Kasus tertangkapnya seorang guru yang sedang memberikan jawaban soal kepada para siswanya melalui sms membuktikan bahwa kejujuran menjadi sangat mahal di negara ini.
Semua itu harus dimulai dari penyelenggaran pendidikan yang benar sesuai dengan Undang-undang sistem pendidikan nasional yang berlaku di negara ini. Jangan biarkan anak didik menjadi tidak jujur karena kesalahan kita dalam mendidik. Faktor keteladanan jelas menjadi cara efektif dalam menerapkan kejujuran kepada anak didik kita. Sudahkan anda memberikan keteladanan pada mereka?
Akhirnya ada benang merah antara kasus Century dan UN. Benang merah itu adalah nilai-nilai kejujuran harus menjadi budaya dalam masyarakat kita. Untuk merubah itu diperlukan pendidikan berkarakter yang menanamkan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan (imtak), dimana siswa tidak hanya diarahkan untuk memiliki otak yang cerdas, tetapi juga watak yang cerdas pula. Sehingga ketika mereka lulus dari sekolah atau perguruan tinggi memiliki sifat kenabian, Sidiq, Tabligh, Amanah, dan Fathonah. Sudahkah sifat itu tertanam pada diri anak didik kita?
Salam Blogger Persahabatan Omjay
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H