Kemunculan film pendek Tilik berhasil mencuri perhatian beragam kalangan di tengah merebaknya beragam seminar maupun diskusi daring dengan aneka tema yang kadang membuat dahi berkernyit.Â
Film yang terinspirasi oleh obrolan-obrolan keseharian di kampung ini mengundang beragam tanggapan mulai dari sekedar menanggapi ekspresi sosok Bu Tejo yang mirip dengan orang-orang yang lazim kita temui dalam kehidupan sehari-hari hingga nalar kritis dengan menggunakan beragam pendekatan keilmuan yang analisisnya mungkin lebih sulit dipahami daripada cerita filmnya.
Setelah membaca dan mendengar beragam tanggapan dan kritik terhadap film Tilik, saya tergoda pula untuk sedikit menanggapi film unik ini. Kebetulan sudah cukup lama saya tidak membuat suatu tulisan tentang film yang sudah saya tonton. Semoga tulisan pendek ini tidak harus dibaca dengan dahi berkernyit.
Suatu cerita atau fiksi secara intrinsik memiliki nilai plausibilitas atau logika sendiri. Maksudnya, suatu cerita memiliki logika sendiri sesuai kemauan sang penulis/ pengarang karena dia memang menghendaki karyanya seperti itu.Â
Dia tidak menulis berdasarkan kemauan pembaca, melainkan atas kemauannya sendiri atau atas imajinasi sang penulis itu sendiri. Jika pandangan ini diterapkan untuk ngobrol soal film Tilik, kiranya film yang pastinya dibuat berdasar suatu skenario ini lebih baik dinikmati saja sebagai mana adanya.
Saya biasanya merasa kurang puas jika setelah menonton film, belum menonton dokumentasi di balik layar atau dokumentasi proses pembuatan film yang bahasa kerennya film behind the scene.Â
Untungnya, meskipun Tilik hanya merupakan film pendek, dokumentasi proses pembuatannya pun tersedia di YouTube. Begitu pula rekaman wawancara terhadap artis pemeran Bu Tejo, sehingga rupa-rupa informasi tentang produksi film Tilik bisa didapat.Â
Satu informasi yang penting adalah bagaimana Siti Fauziah sebagai pemeran utama berupaya membangun sosok dan perwatakan Bu Tejo sesuai tuntutan skenario dan improvisasi berdasar pengamatan realita hidup keseharian.
Hasilnya, sosok Bu Tejo bisa ditampilkan sangat menarik sehingga tokoh utama dalam Tilik itu menjadi viral belakangan ini. Sebagaimana bisa diamati dalam beragam media sosial, sebagian warganet membenci Bu Tejo karena suka nyinyir dan gemar bergosip.
Tapi ada juga warganet yang menyukai Bu Tejo karena gaya bicaranya yang ceplas ceplos dan jenaka. Di luar perdebatan dua sisi itu, berkat kehadiran Bu Tejo, alur cerita dalam film itu bisa mengalir dengan lancar mulai awal hingga akhir. Tentu ini juga berkat akting pemeran Bu Tejo yang berkwalitas
Pada kenyataannya sosok seperti Bu Tejo itu mudah ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam dunia virtual maupun dunia nyata. Dalam suatu grup WhatsApp, misalnya, bisa ditemukan anggota grup yang aktif memberi informasi sekaligus mempengaruhi anggota-anggota lain untuk mempercayai informasi yang disebarkan.Â
Orang seperti itu tidak harus merupakan administrator grup, tetapi ia mesti punya pengaruh paling kuat dalam grup. Pengaruh kuat dalam grup itu bisa didapat karena status sosialnya tinggi, misalnya punya pekerjaan atau jabatan yang bergengsi.
Sehingga tidak ada anggota lain dalam grup yang berani mendebat atau membantah kata-katanya. Kalaupun ada yang berani membantah, sang pembantah pun tidak bakal didukung oleh anggota grup lain karena kalah kredibilitas meskipun bantahan dia mengandung kebenaran.
Sosok dominan dalam pergaulan dunia virtual semacam itu juga bisa ditemukan di dunia pergaulan nyata. Orang seperti ini kerap memposisikan dirinya sebagai penyampai informasi (komunikator) sekaligus mengontrol bagaimana informasi yang disampaikan itu diapresiasi oleh para penerima informasi (komunikan) dalam kelompoknya. Sebagai komunikator, dia tidak ingin dibantah. Dia yakin bahwa informasi yang disampaikan benar dan harus dipercaya oleh orang lain.
Padahal belum tentu sosok dominan seperti itu bisa menyebarkan informasi yang selalu benar. Bisa saja informasinya tidak benar atau kurang benar. Tapi sudah menjadi suatu kelaziman bahwa orang yang punya status sosial tertentu selalu dipandang benar dan menjadi tempat bertanya bagi orang-orang dalam kelompoknya.
Bu Tejo dalam film Tilik ditampilkan sebagai sosok dengan status lebih tinggi dibandingkan dengan orang-orang lain dalam kelompoknya. Kedua tangan dan jarinya dipenuhi aneka perhiasan emas, dandanannya lumayan komplit dengan paduan serasi lipstick serta bedak didukung oleh kombinasi busananya yang lumayan modis.Â
Coba saja penampilan Bu Tejo dibandingkan dengan Yu Ning dan Yu Sam! Sang pengemudi truk, Gotrek, pun tampil amat bersahaja. Dengan penampilan lumayan modis dan mewah dibandingkan orang-orang lain dalam kelompok itu serta didukung oleh keluwesan dalam berbicara dan kemampuan untuk mempengaruhi orang lain, Bu Tejo punya modal kuat untuk menyebarkan informasi dan membentuk opini di kalangan kelompoknya.
Sebenarnya film Tilik merupakan kritik bagi kita semua yang sering begitu mudah mempercayai suatu informasi hanya karena status sosial penyampai informasi (komunikator).Â
Pada bagian akhir film Tilik ditampilkan sosok Dian yang menjadi sasaran gosip pada dialog di sepanjang film itu. Bila kita sedikit cermat memperhartikan bagaimana sosok Dian ditampilkan, dia ternyata tampil sederhana dan tak semewah sebagaimana digosipkan oleh Bu Tejo. Penampilan Dian tak sedikit pun mencerminkan bahwa dia sosok penggoda.
Alih-alih, dia justru berhati-hati agar hubungan dengan kekasih yang dicintainya tidak mengganggu perasaan orang lain, yakni Fikri yang merupakan anak kekasihnya tersebut. Jadi apakah informasi yang disampaikan oleh Bu Tejo tentang sosok Dian benar 100 persen?
Pesan moral yang dapat diambil dari film Tilik sebenarnya adalah bahwa sebaiknya kita tidak begitu mudah mempercayai informasi yang disampaikan oleh seseorang hanya karena penampilannya atau karena status sosialnya.Â
Seyogyanya kita bisa menimbang bobot informasi dari seseorang yang tampil sederhana seperti Yu Ning karena di balik kesederhanaan lazimnya terdapat kebijaksanaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H