Banyak kalangan memandang Maudy Ayunda sebagai sosok sempurna. Ia cantik, cerdas, terdidik, kaya raya dan kaya karya. Ia pun sosok selebritis yang bebas dari skandal pun berita miring. Ia adalah sosok publik figur sempurna tiada cela sehingga wajar jika menjadi idola kaum muda.Â
Namun tidak jarang, kekaguman pada Maudy membuat para pengagumnya merasa insecure dengan diri mereka sendiri. Mereka merasa Maudy bagai dewi sempurna tiada cela, sehingga merasa tak pantas untuk membandingkan diri.
Maudy bukanlah anak manusia yang simsalabim menjadi keren seperti yang kita saksikan sekarang. Dia berproses dan bertumbuh sebagaimana manusia pada umumnya.Â
Maudy mengakui bahwa ia memanfaatkan privilese dengan baik, sehingga ia merasa sakit hati saat kerja kerasnya dinihilkan. Ia juga merasa sedih karena sering direndahkan sebab profesinya sebagai aktris.Â
Bahkan saat ia telah melahirkan banyak karya, tetap saja banyak orang menganggap ia tak becus bekerja. Orang mengira yang disebut kerja adalah kerja kantoran 9 to 5, lantas melupakan bahwa pekerja industri kreatif juga pekerja. Bahkan Maudy belajar bekerja di industri ini sejak masih kecil saat si pekerja kantoran masih gemar bermain.
Maudy Ayunda adalah sulung dari dua bersaudara. Ayah dan ibunya orang terdidik dan mereka pebisnis.Â
Ibu Maudy yaitu tante Muren banyak berkisah tentang masa-masa membesarkan kedua anaknya, dan sekaligus banyak bercerita tentang proses yang dijalani Maudy. Misalnya, saat Maudy SD ibunya resah dengan kurikulum di sekolah Maudy yang mengedepankan hapalan ala sekolah negeri.
 Sehingga ia mencari-cari sendiri sekolah yang pas untuk mendukung perkembangan anaknya. Maka saat menemukan satu sekolah dengan kurikulum nasional plus, ia mengajak Maudy ke sekolah itu dan Maudy jatuh cinta.Â
Mereka sama-sama merasa cocok dengan iklim belajar di sekolah yang baru berdiri itu. Meski kemudian Maudy mengaku bahwa hingga SMP satu sekolah nggak suka sama Maudy. Ia pun merasa dibully tanpa tahu apa salahnya.
Pilihan sekolah yang merupakan hasil observasi dan diskusi antara Maudy dan ibunya ini menurutku merupakan pertanda bahwa tante Muren melihat pendidikan bukan sekadar anaknya bisa sekolah, melainkan belajar dengan cara yang benar di sekolah.Â