Mohon tunggu...
Wijatnika Ika
Wijatnika Ika Mohon Tunggu... Penulis - When women happy, the world happier

Mari bertemu di www.wijatnikaika.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Budaya Memerkosa alias 'Rape Culture' Nyata Adanya di Sekitar Kita

26 September 2020   13:14 Diperbarui: 26 September 2020   16:25 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kasus kekerasan seksual terbanyak terjadi dalam ranah personal. Sumber: Komnas Perempuan

Tetapi rupanya, kemarahan NF yang nggak tertanggungkan bikin dia bunuh anak kecil dan menyerahkan diri ke polisi, adalah dia sengaja agar bisa melarikan diri dari pemerkosa yang tak lain pamannya sendiri.

Nah, kasus NF ini kalau disambungkan ke Catatan Tahunan Kekerasan terhadap Perempuan tahun 2019, kita akan paham bahwa ternyata kasus kekerasan seksual paling banyak terjadi di ranah rumah tangga. Bayangkan aja ayah perkosa anak kandung, paman perkosa keponakan, suami perkosa istri, sepupu perkosa sepupu, kakek perkosa cucu, bahkan para lelaki itu memerkosa bayi mereka sendiri. Bayi-bayi itu jadinya mati.

So, saat kita kekeh bilang bahwa rumah adalah tempat paling aman sehingga memaksa mengurung perempuan di rumah atas nama ketundukan pada orangtua atau suami, kita keliru. Nyatanya, tempat paling aman adalah di mana perempuan tidak mendapatkan perlakukan buruk apalagi diperkosa sampai mati.

Dimanakah tempat itu? Tidak ada.

Kasus kekerasan seksual terbanyak terjadi dalam ranah personal. Sumber: Komnas Perempuan
Kasus kekerasan seksual terbanyak terjadi dalam ranah personal. Sumber: Komnas Perempuan
Dalam kasus-kasus pemerkosaan biasanya pelaku nggak dijerat dengan pasal pemerkosaan melainkan pasal pencabulan. Bayangkan, seorang perempuan diperkosa sampai sekarat tapi pemerkosanya dijerat pasal pencabulan! Atau pelaku bisa dijerat pasal dalam UU Perlindungan Anak kalau korbannya manusia berusia antara 0-18 tahun.

Pelaku juga bisa dijerat pasal dalam UU Penghapusan KDRT kalau korban dan pelaku merupakan anggota keluarga, seperti kasus ayah perkosa anak kandung, atau paman perkosa keponakan. Ngenes kan ya, kasusnya pemerkosaan tapi pelaku dijerat pakai pasal yang nggak nyambung dengan kasusnya.

Lha, memangnya nggak ada kebijakan khusus untuk menjerat pelaku pemerkosaan? Nggak ada. Makanya para pegiat advokasi perlindungan pada perempuan dan anak memperjuangkan kebijakan khusus tentang kekerasan seksual. kebijakan ini masih digodok di DPR dan berproses sejak 2014.

Namanya Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Kenapa kebijakan ini lama banget diundangkan padahal kita butuh mendesak? Karena RUU PKS ini ditolak sebagian kalangan Muslim yang menganggap RUU PKS pro zina dan LGBT.

Sejumlah partai yang menolak misalnya PKS dan PPP, yang bahkan membuat kebijakan tandingan yaitu drat RUU Ketahanan Keluarga yang sama sekali nggak nyambung dengan kebutuhan penanganan kasus kekerasan seksual yang semakin tahun semakin meningkat.

Entah bagaimana bisa sebagian kelompok Muslim menganggap RUU PKS pro zina dan LGBT, padahal kekerasan seksual di lembaga pendidikan berbasis Islam aja banyak, cuma ditutupi demi menjaga nama baik para ustadz pelaku kekerasan seksual. Salah satu contohnya kasus MSA, anak Kiai pemilik pesantren di Jombang yang memerkosa sejumlah santriwati.

Tapi, meski status MSA udah jadi tersangka dan kasusnya ditangani Polda Jatim, tetep aja tuh orang kebal hukum. Mau tahu kenapa MSA kebal hukum? Karena sebagian warga melindungi dia seakan-akan dia manusia kebal dosa. Sang Kiai sepuh sebagai orangtuanya juga nggak serahkan MSA ke polisi. Waktu polisi datang buat bawa MSA demi melakukan penyelidikan, warga pendukungnya jadi pagar betis dong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun