Mohon tunggu...
Wijatnika Ika
Wijatnika Ika Mohon Tunggu... Penulis - When women happy, the world happier

Mari bertemu di www.wijatnikaika.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kasus Dedy Susanto, Kekerasan Seksual Berkedok Terapi Psikologi

21 Februari 2020   13:57 Diperbarui: 21 Februari 2020   14:08 4454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Sexual violence is a serious public health and human rights problem." -WHO-

Publik baru saja dikejutkan oleh pengakuan sejumlah perempuan yang pernah menjadi peserta pelatihan atau seminar atau apalah namanya, yang dilakukan oleh lelaki bernama DEDY SUSANTO bersama sejumlah rekannya, yang ternyata merupakan korban kekerasan seksual. 

Yang dimaksud kekerasan seksual disini berupa pelecehan seksual (menyentuh anggota tubuh tanpa izin, menggesekkan alat kelamin, mengusap punggung, menciumi rambut, video call sex (VCS), dan mengatakan ucapan cinta pada klien yang baru dikenal melalui direct messenger); hingga pemerkosaan (persetubuhan tanpa consent korban dan dilakukan dalam tekanan yang menggunakan trik psikologi, yang diduga sebagai hipnotis sehingga membuat korban tidak bisa melarikan diri) karena merasa ketakutan. 

Kasus ini semakin hari semakin memanas layaknya gunung api yang siap memuntahkan laharnya, karena Dedy berusaha menghilangkan jejak diigitalnya bersama sejumlah korban. Ia bahkan mengancam sejumlah korbannya yang SPEAK UP! dengan pasal karet dalam UU ITE. 

Jika ini terjadi, maka akan mirip dengan kasus Baiq Nuril dan ini bisa menjadi preseden buruk dalam upaya menurunkan angka kekerasan seksual di Indonesia yang saat ini dalam status darurat. 

SIAPA SEBENARNYA DEDY SUSANTO? 

Aku tahu Dedy Susanto yang dikenal sebagai Paduka Bekicot melalui Instagram. Ia merupakan seorang selebgram dengan ribuan pengikut dan telah mendapat centang biru dari pihak Instagram.

Dalam pengamatanku, Dedy ini seorang yang punya banyak energi untuk aktif di media sosial. Ia sering posting di Insta feed dan Insta story tentang kegiatannya yaitu training-psikoterapi, selfie dan wefie dengan peserta perempuan, hingga kata-kata yang berkaitan dengan dunia Psikologi dengan bahasa yang mudah dimengerti. 

Tak heran jika pengikutnya bejibun, trainingnya selalu ramai, buku-bukunya laris di pasaran, dan kolom komentarnya sangat ramai yang menandakan akun Instagramnya punya tingkat engagement yang tinggi. 

Dedy pernah jadi tamu Kick Andy dong
Dedy pernah jadi tamu Kick Andy dong
Namun, aku meragukan sesuatu tentang lelaki ini. Pertama, dia narsis. Aku pernah kenal dekat dengan lelaki dengan tingkat kenarsisan seperti Dedy dalam kaitannya dengan perempuan.

Misal, mengaku jomblo, fakir cinta dan butuh kasih sayang tapi tidak merasa malu apalagi risih untuk memamerkan foto dengan perempuan-perempuan seakan-akan sosoknya merupakan lelaki yang disukai, digemari bakhan digilai perempuan. 

Kedua, konten Instagram Dedy tidak rapi khususnya berkaitan dengan kata-kata yang berkaitan dengan motivasi berbasis ilmu Psikologi. Konten dibuat berbasis tulisan di Insta Story yang dipasang ulang di Insta Feed.

Ini menunjukkan bahwa Dedy tidak punya tim kreatif alias konten kreator yang bertugas memproduksi konten professional. Padahal konten dengan tampilan professional merupakan keharusan dalam marketing sebuah bisnis. 

Ketiga, aku tidak pernah menemukan keterangan bahwa Dedy dan tim melakukan training-psikoterapi atas nama suatu lembaga berbadan hukum yang bisa dicek keberadaannya baik kantornya maupun website.

Oke, untuk website bisa masuk ke pemulihanjiwa.com tapi ya ampun itu website bikin pusing dan sama sekali tidak menunjukkan sebagai portofolio sebuah perusahaan penyedia jasa training psikoterapi dan sebagainya. 

Ada juga blog dedysusanto.com tapi isinya sangat nggak professional, nggak jelas dan hanya berisi nomor kontak penanggung jawab training di tiap provinsi dan kota. Benar-benar situs yang tidak professional untuk sebuah perusahaan. 

Tampilan website pemulihanjiwa.com
Tampilan website pemulihanjiwa.com
Saat aku mencoba masuk ke situ pemulihanjiwa.com, tampilan websitenya berantakan dan sejumlah pages/halaman dalam keadaan error (mungkin karena sedang diakses ribuan orang atau bagaimana, entahlah. Atau memang tampialn websitenya begitu).

Namun, dalam website tersebut terdapat sejumlah keterangan bahwa tim Dedy memberikan layanan inhouse-training di perusahaan, seminar parenting, terapi anak dan banyak lagi. 

Training psikoterapi ala Dedy ini bernama "Training Magnet Keajaiban" yang katanya bisa melapangkan hati dan rezeki. Selain mengikuti training, peserta juga dianjutkan membeli buku seri Pemulihan Jiwa dan CD (entah apa isinya). CD yang dijual memiliki tema khusus seperti CD Terapi Ikhlas, Terapi Penyembuhan Psikosomatik, Mantra Keajaiban, Magnet Sukses, dan Magnet Jodoh. 

Eh btw, Dedy bikin terapi Magnet Jodoh tapi dianya sendiri jomblo dan malah menjadi pelaku kekerasan seksual pada klien, sangat kontradiktif dan membingungkan, bukan?  Oke, sampai di sini aku tidak menemukan di lembaga berbadan hukum (perusahaan) tempat Dedy bekerja atas nama Magnet Sukses.

Apakah mungkin Dedy bekerja tidak menggunakan nama lembaga berbadan hukum? Lantas bagaimana dia membayar pajak atas usahanya tersebut? Dedy bekerja menggunakan perusahaan bodong? 

Tidak banyak catatan tentang pribadi Dedy. Informasi di situs forlap.ristekdikti.go.id Dedy berstatus aktif sebagai dosen tetap di Universitas Persada Indonesia Yai dan mengajar mata kuliah Psikologi Profesi, tapi tidak ada keterangan apapun dalam riwayat mengajar ataupun penelitian. 

Disana hanya ada keterangan bahwa Dedy lulus sebagai Sarjana Ekonomi dari Institut Teknologi dan Bisnis Kalbis pada 2006; lalu lulus sebagai Magister Manajemen dari Sekolah Tinggi Manajemen PPM tahun 2009; dan lulus sebagai Doktor dari Universitas Persada Indonesia Yai pada tahun 2017. Anehnya, saat menjalanan kuliah S3 Psikologi di Universitas Persada Indonesia Yai, Dedy juga kuliah S1 Psikologi di kampus yang sama dan lulus pada 2017. 

Ya ampun, Dedy mengerjakan Skripsi dan Disertasi secara bersamaan? Trus di mana kita bisa menemukan jurnal internasional Dedy sebagai syarat kelulusan mahasiswa program Doktoral? 

Bikin terapi privat dengan modal 'trust' untuk melakukan kekersan seksual?
Bikin terapi privat dengan modal 'trust' untuk melakukan kekersan seksual?
Selain bekerja sebagai dosen, Dedy terlihat aktif sebagai motivator atau pembicara melalui training-psikoterapi menggunakan metode pemulihan jiwa. Ia juga kerap diundang ke sejumlah kampus untuk menjadi dosen tamu dan pembicara, bahkah sekelas acara Kick Andy. Pada 2015, Dedy pernah diundang sebagai tamu di acara Kick Andy dan disana ia menjelaskan tentang psikoterapi dengan metode pemulihan jiwa. 

Selanjutnya pada Mei 2017 misalnya, Dedy diundang untuk mengisi Kuliah Tamu bertema Psikologi Spiritual (spiritual wellness) oleh Universitas Ciputra. Kesibukan Dedy yang lain adalah membuat konten untuk channel Youtube Kuliah Psikologi miliknya. Aku pernah mencoba menonton beberapa videonya, dan malah pusing karena njlimet cara menjelaskannya. 

Dan yeah, Dedy pernah viral gara-gara mengomentari pernikanan Syahrini dan Reino Barrack pada 2019 silam, kemudian berseteru dengan Young Lex soal lagunya yang dianggap bisa berpengaruh buruk pada psikologis anak-anak dan remaja yang mendengarnya. 

MELAWAN DEDY SUSANTO BERSAMA REVINA VT

"The truth start with suspicion." Mungkin inilah kata yang paling tepat menggambarkan awal mula selebgram Revina VT berhasil membongkar kekerasan seksual yang dilakukan Dedy pada sejumlah klien perempuan yang mengikuti private therapy. Jadi, Dedy Susanto DM Revina untuk mengajak kolaborasi. 

Tapi, Revina yang Sarjana Hukum ini mencium sesuatu yang mencurigakan di feed Instagram Dedy, di mana Dedy menyatakan bahwa bipolar dan LGBT bisa disembuhkan dengan mengikuti terapi yang dilakukannya.

Padahal setahu Revina, Bipolar itu mental illness yang belum bisa disembuhkan melainkan hanya dikontrol. Sementara LGBT sendiri oleh WHO sudah dinyatakan bukan sebagai penyakit, melainkan orientasi seksual. 

Nah, penyakit mental dan penyakit fisik jelas beda cara menanganinya. Terlebih soal LGBT yang merupakan orientasi seksual. Jika pakar kesehatan dunia saja terbukti tidak mampu menyembuhkannya, masa iya Dedy bisa menyembuhkannya hanya dengan terapi yang dilakukan berjamaah pula macam muhasabah di SMA. 

Revina mencoba mengonfirmasi hal ini dengan menanyakan latar belakang pendidikan dan sertifikasi atas profesi Dedy. Bagaimana pun juga seseorang yang melakukan praktek hipnoterapi dan psikoterapi nggak bisa sembarangan, melainkan harus memiliki izin praktek resmi dari lembaga yang resmi juga. 

Sumber: Instagram/RevinaVT
Sumber: Instagram/RevinaVT
Karena Dedy tak kunjung menunjukkan bukti, Revina mulai 'ngoceh' di Insta Story yang akhirnya membawanya pada kenyataan mengejutkan: Revina menerima banyak DM dan email dari sejumlah korban kekerasan seksual Dedy saat melakukan terapi privat.

Mengetahui hal ini, Revina lantas mengonfirmasi ke Dedy apakah benar ia melakukan kekerasan seksual pada sejumlah kliennya dan Dedy malah menyatakan itu sebagai fitnah.

Dari sinilah, Revina mulai berpihak pada korban dan semakin intens menelusuri latar belakang Dedy karena menurutnya, seorang yang tidak memiliki izin praktek terapi psikologi sama saja dengan melakukan penipuan dan merusak nama baik para Psikolog resmi. 

Terlebih saat Revina membuktikan bahwa sertifikasi Dedy dikeluarkan olehsebuah perusahaan tabloid dan perusahaan itu angkat bicara dengan mengatakan bahwa lulusan sertfikasi dari lembaganya tidak diperkenankan membuka praktek terapi. Maka kasus ini menjadi viral dan Dedy dihabisi publik melalui hukuman sosial. Dedy diiris tipis-tipis dan kini semua orang memandangnya sebagai predator seks alias penjahat kelamin. 

Sumber: Instagram?RevinaVT
Sumber: Instagram?RevinaVT
Dedy kalang kabut dan panik. Ia mulai berkicau di Instagramnya melakukan pembelaan diri. Ia terus saja mengatakan bahwa dirinya difitnah. Ia terlihat sempat meminta tolong seseorang untuk mendapat back up dari pihak berwenang, namun seseorang itu menolak menolongnya karena katanya Dedy sudah lama dalam pengawasan polisi dan kasusnya akan booming. 

Tak habis usaha, Dedy terus menunjukkan bahwa dirinya difitnah dengan berbagai cara. Bahkan ada sedikit fans garis keras Dedy yang mengatakan bahwa Revina telah mematikan rezeki Dedy.

Perang terus berlanjut, dan kini sejumlah pihak berdiri di samping korban melawan Dedy. Terakhir, Dedy mengunggah video seorang perempuan di feed Instagramnya (sekarang sudah dihapus) yang menyatakan bahwa dirinya bukan korban Dedy. 

Namun, kemudian netizen menemukan fakta bahwa Dedy menggunakan video milik warga negara Thailand dan melakukan pengaturan suara sebagai bentuk penipuan kepada publik. Menghadapi para perempuan pemberani, Dedy is dead meat!

Revina dan masyarakat Indonesia tidak sedang mematikan rezeki Dey Susanto dan timnya. Namun, hanya sedang menuntut seorang kriminal untuk mendapatkan hukuman yang setimpal atas perbuatannya, demi melindungi perempuan Indonesia dari kekerasan seksual, dan masyarakat Indonesia dari penipuan berkedok terapi psikologi. 

Hal ini sangat biasa dilakukan sebagaimana terhadap tindakan kriminal lain seperti korupsi, pembunuhan, perampokan, pembegalan, pencurian, dan sebagainya. Hal ini bukan pula sebagai ghibah alias menggunjingkan keburukan orang lain. Di zaman digital, media sosial merupakan alat yang powerful dalam melakukan apapun, termasuk mengungkap kejahatan. 

BENTUK-BENTUK KEKERASAN SEKSUAL

Mungkin selama ini kita sering bingung saat memperoleh berita/informasi terkait kekerasan seksual, karena seringkali banyak konten berita menggunakan kata 'pelecehan seksual', 'kekerasan seksual' hingga 'kejahatan seksual' dan tak jarang menggunakan 'perkosaan' dan 'pemerkosaan'. Wajar sih kalau bingung dan kita harus mempelajarinya agar tidak bingung. 

Sekarang, mari kita pelajari dengan singkat apa itu kekerasan seksual dan sebaiknya kita juga mengenal bentuk-bentuk kekerasan seksual.  Definisi kekerasan seksual dari Komisi Nasional Perempuan (Komnas Perempuan) adalah: 

"Setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang dan/atau tindakan lainnya, terhadap tubuh yang terkait dengan nafsu perkelaminan, hasrat seksual seseorang, dan/atau fungsi reproduksi secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang, dan/atau tindakan lain yang menyebabkan seseorang tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas karena ketimpangan relasi kuasa, relasi gender dan/atau sebab lain, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, dan/atau politik."

Jika merasa tidak puas dengan definisi dari Komnas Perempuan, mari kita pelajari definisinya dari berbagai sudut pandang lain, seperti dari WHO berikut ini, di mana definisinya dipandang dari sudut kesehatan publik:

"Sexual violence is a serious public health and human rights problem with both short-and-long term consequences on women's physical, mental and sexual and reproductive health. Shether sexual violence occurs in the context of an intimate partnership, within the larger family or community structure, or during times of conflict, it is deeply violating and painful experience for the survivor."

Kita juga dapat mengacu pada definisi internasional berikut ini: 
"Sexual violence, but not limited in rape. Although there is no agreed upon definition of sexual violence, commonly apllied ones encompass any act of a sexual nature or attempt to obtain a sexual act carried out through coercion. Sexual violence also includes physical and psycological violence directed at a person sexuality, including unwanted comment or advances, or acts of traffic such as forced prostitution and sexual slavery. "

Bentuk-bentuk Kekerasan Seksual dalam RUU PKS
Bentuk-bentuk Kekerasan Seksual dalam RUU PKS
Nah, setelah paham definisi kekerasan seksual, kini kita juga harus mengetahui bentuk-bentuk kekerasan seksual. Klasifikasi bentuk-bentuk kekerasan seksual ini berasal dari data laporan yang dihimpun Komnas Perempuan sepanjang 1998-2013. Data tersebut yang dijadikan landasan lahirnya draf RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) oleh Komnas Perempuan yang sudah dibahas di DPR sejak 2014.

Dengan demikian, kita jadi paham bahwa bentuk kekerasan seksual itu spektrumnya luas dan tidak melulu pemerkosaan. Sebab, pemerkosaan ada di level paling 'parah' kekerasan seksual. 

LALU, SELANJUTNYA APA? 

Kita semua tentu saja penasaran mau dibawa ke mana kasus ini, terlebih polisi belum menciduk Dedy. Kita juga masih tidak tahu siapa yang akan menjadi kuasa hukum para korban jika kasus ini masuk ke meja hijau.

Saat ini Revina masih menjadi pihak yang bertanggung jawab dan berjanji akan melaporkan kekerasan seksual yang dilakukan Dedy terhadap korban. 

Hanya para pakar hukumlah yang mengerti pasal berapa dari UU apa yang bisa digunakan untuk menjerat Dedy, berhubung RUU PKS belum disahkan. Kalaulah RUU PKS sudah disahkan, kasus Dedy ini akan lain ceritanya karena negara kita punya kebijakan hukum khusus (lex specialist) untuk menangani kasus kekerasan seksual. 

Revina masih memperjuangkan keadilan bagi korban
Revina masih memperjuangkan keadilan bagi korban
Kita tentu saja geram atas kasus ini, dan berpikir kok pihak berwenang lamban karena sampai saat ini Dedy belum diciduk. Proses hukum memang lamban, terutama berkaitan dengan kekerasan seksual. Namun, Revina sedang memprosesnya, dan mungkin pihak lain juga yang tidka kita ketahui. 

Saat ini, adalah sangat penting bagi kita untuk menolong korban, dengan mengarahkannya mendapatkan terapi akibat trauma sebagai korban kekerasan seksual kepada lembaga dan Psikolog resmi.

Saat ini sejumlah lembaga telah membuka dirinya untuk membantu korban dan untuk kepentingan lain terkait kasus ini. Silakan kontal lembaga-lembaga tersebut dan dapatkan perlindungan bagi korban: 


- Lembaga Terapan Psikologi Universitas Indonesia

- Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI)

- Ikatan Psikologi Klinis Indonesia

- Yayasan Pulih

- Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) di setiap Polres

- P2PTPA di Kabupaten/Kota

Selain itu, jika publik membutuhkan pendampingan hukum atas kasus ini, bisa juga melaporkannya ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di setiap kota di seluruh Indonesia. Semua kontak lembaga-lembaga yang bisa memberikan pendampingan korban dan bantuan hukum bisa dicek DISINI. Kita juga bisa menolong korban dengan mendukungnya untuk SPEAK UP! agar kasus ini bisa dipetakan dengan baik dan tidak terkubur. 

Sikap berani untuk SPEAK UP! juga berguna untuk menghindarkan perempuan yang lain menjadi korban, sekaligus sarana edukasi kepada masyarakat tentang kekerasan seksual berkedok terapi psikologi. Kita harus saling menolong dan melindungia satu sama lain, bukan?

Mengakhiri tulisan ini, aku ingin mengatakan bahwa siapapun orangnya yang berani melakukan kekerasan seksual pada perempuan maka hidupnya akan hancur lebur! Mengapa? Sebab kekerasan seksual pada perempuan merupakan tindakan kriminal menjijikan setara kanibalisme, di mana manusia memakan manusia. 

Jika pembaca ingin tahu, di Lembaga Permasyarakatan (penjara) para tahanan yang dihukum karena melakukan kekerasan seksual seperti pemerkosaan merupakan tahanan dengan derajat paling rendah. Tahanan lain akan menghabisi mereka sebagai bentuk hukuman sosial karena telah merendahkan perempuan dengan memerkosanya. Perempuan adalah perwujudan keindahan Tuhan sang Maha Pencipta. 

Maka siapa yang merusak perempuan dengan melakukan kekerasan seksual padanya sama dengan menghina dan melawan Tuhan. Jadi, wajar lah kalau Tuhan menggunakan tangan Revina untuk menghukum Dedy Susanto. Saat ini pihak berwenang mungkin memang belum bergerak untuk menciduk Dedy, meski katanya Dedy sudah lama dalam pengawasan polisi. 

Namun, masyarakat bisa memberi pelajaran awal kepada Dedy sebagai hukuman sosial. Trus, nggak usah banyak bacot soal Revina mematikan rezeki Dedy, karena pelaku kekerasan seksual pada perempuan harus dihukum! 


Dear Revina VT, terima kasih atas keberanianmu membongkar kasus ini. 

Dear rekan-rekan korban, terima kasih banyak telah berani SPEAK UP! 

Dear Dedy Susanto, segera akui kesalahanmu dan serahkan diri ke pihak berwenang. 

Dear keluarga Dedy Susanto, tolong serahkan Dedy ke pihak berwenang. 

Dear penegak hukum, tolong kasus ini jangan sampai lolos. 

Dear pada Psikolog, terima kasih telah bersedia mendampingi korban.

Dear para pengacara, tolong jadi tim kuasa hukum korban. 

Dear bang Hotman Paris, bersediakah Anda menolong korban? 

Dear masyarakat Indonesia, mari kawal kasus ini agar korban mendapat keadilan. 

Tulisan ini juga diterbitkan di blog pribadi: www.wijatnikaika.id

Bahan bacaan: 

dedysusanto.com | pemulihanjiwa.com | Youtube Kuliah Psikologi | popbela.com | magdalene.co | forlap.ristekdikti.go.id | parenting.orami.co.id |Youtube Dedy Susanto

| teropongsenayan.com | uc.ac.id | hukum.rmol.id | gaya.tempo.co | today.line.me | detik.com | klikdokter.com | dpr.go.id | Youtube Universitas Ciputra | Instagram Revina VT

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun