Mohon tunggu...
Wijatnika Ika
Wijatnika Ika Mohon Tunggu... Penulis - When women happy, the world happier

Mari bertemu di www.wijatnikaika.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sejak Kecil hingga Berusia 23 Tahun, Aku Diajarkan Membenci Agama Lain

25 November 2019   06:15 Diperbarui: 25 November 2019   13:40 11624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku pun beberapa kali ke Bali dan seringkali bercengkerama dengan orang Hindu dan mereka sering mengantarku ke tempat makanan halal dijual, atau tinggal di rumah teman Katolik yang mengizinkan aku shalat di rumahnya. Kurasakan perbedaan nggak berbahaya. 

"Aku bersumpah nggak akan menginjakkan kaki di rumah orang Kristen! Aku juga bersumpah nggak akan mengizinkan orang Kristen masuk ke rumahku!" kata seorang teman berapi-api, sekitar 12 tahun silam. 

Kata-katanya menjadi sumber perubahan besarku dalam memandang orang Kristen, karena meski keimanan mereka berbeda denganku, mereka adalah manusia. Aku nggak berhak membenci atau menyerang mereka hanya karena aku Muslim dan mereka Kristen. 

Namun, karena doktrin itu telah diberikan kepadaku sejak kecil, maka pemahaman itu masih menempel. Setiap kali aku bertemu teman-teman atau siapapun yang berbeda agama denganku, otomatis ingatanku lari ke masa-masa kecil di mana aku didoktrin untuk menganggap mereka kafir.

Susah sekali untuk menolong diriku melepaskan diri 'racun' ini dan meyakinkan diriku bahwa perbedaan ini bukan tanggung jawabku, melainkan hak Tuhan. Susah sekali membuatku bisa menemukan kesadaran penuh bahwa mereka beda karena banyak faktor, mulai dari keturunan, suku bangsa, geografis dan banyak lagi. Doktrin masa kecil begitu hebatnya memenjara pikiranku. 

Meski demikian, aku sudah tidak lagi memiliki kebencian kepada mereka yang berbeda. Sudah bertahun-tahun aku menerima perbedaan yang paling ekstrem sekalipun. Sebab sekarang aku sedang belajar beragama dengan perasaan bahagia dan penuh syukur.

Baca juga: Kupikir, Menjalankan Agama Harus Dengan Cinta dan Perasaan Bahagia

Dan sekarang, aku ingin memeluk sebanyak mungkin orang untuk mempererat hubungan kemanusiaan. Aku ingin kita semua saling mengasihi, apapun perbedaan yang menjadi latar belakang setiap orang. 

Soal perbedaan iman, biarlah Tuhan yang menentukan akhir dari nasib manusia. Karena hanya Dia yang Maha Mengetahui apa yang manusia tidak ketahui. Tugasku dan tugas semua orang saat ini adalah tidak menjadikan iman masing-masing sebagai landasan menghakimi iman orang lain dengan penuh kebencian. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun