Joko Widodo sebagai Presiden terpilih pada Pemilu 2019 menyampaikan pidato bertajuk Visi Indonesia 2019-2022 di Sentul International Convention Center. Terdapat lima tahapan besar yang menjadi prioritas Jokowi-Ma'ruf dalam membangun Indonesia yang lebih baik. Namun, dalam tulisan ini aku akan fokus pada tahapan kedua, yaitu:
"KEDUA, kita akan menggeser yaitu pada pembangunan sumber daya manusia. Kita akan memberikan prioritas pembangunan kita pada pembangunan sumber daya manusia. Pembangunan SDM menjadi kunci Indonesia ke depan. Titik dimulainya pembangunan SDM adalah dengan menjamin kesehatan ibu hamil, kesehatan bayi, kesehatan balita, kesehatan anak usia sekolah. Ini merupakan umur emas untuk mencetak manusia Indonesia yang unggul ke depan. Itu yang harus dijaga betul. Jangan sampai ada stunting, kematian ibu, atau kematian bayi meningkat. Tugas besar kita di situ!"
Titik tekan tahapan dua ada pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. Nah, dalam membangun SDM indonesia yang adaptif, produktif, inovatif dan kompetitif, terdapat pesan yang berbunyi: "Titik dimulainya pembangunan SDM adalah dengan menjamin kesehatan ibu hamil, kesehatan bayi, kesehatan balita, kesehatan anak usia sekolah. Ini merupakan umur emas untuk mencetak manusia Indonesia yang unggul ke depan. Itu yang harus dijaga betul. Jangan sampai ada stunting, kematian ibu, atau kematian bayi meningkat."Â
MENGENAL STUNTINGÂ
Dalam tahapan kedua Visi Indonesia 2019-2022, Jokowi mewanti-wanti agar jangan sampai ada stunting. Berikut adalah definisi stunting menurut Kementerian Kesehatan:
"Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada balita akibat kekurangan gizi kronis sehingga ia lebih pendek dari anak seusianya. Stunting diawali oleh kekurangan gizi kronis sejak dalam rahim ibu dan baru dapat di deteksi saat anak berusia 2 tahun. Stunting disebabkan oleh empat faktor utama, yaitu 1)praktek pengasuhan yang tidak baik; 2) kurangnya akses ibu hamil dan balita ke makanan bergizi; 3) terbatasnya akses kepada/dan layanan kesehatan; dan 4) kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi."
Stunting tidak terjadi dengan sendirinya alias takdir Tuhan. Stunting atau tidaknya seorang anak ditentukan oleh pola asuh orangtua dan dukungan lingkungan sekitar. Proporsinya 30% pola asuh orangtua dan keluarga, dan 70% dipengaruhi oleh peran lingkungan sekitar.
Pola asuh orangtua dimulai dari pemahaman calon orangtua (ibu dan ayah) yang sedang merencanakan kehamilan. Mengapa demikian? Karena pemahaman calon orangtua mengenai gizi dalam tubuh calon ibu menentukan sebanyak 30% apakah anak akan mengalami stunting atau tidak. Pengetahuan tersebut dimulai dari pemeriksaan kesehatan calon ibu di fasilitas kesehatan, baik Puskesmas maupun Rumah Sakit.Â
Misalnya nih, seorang calon ibu yang sedang merencanakan kehamilan tidak boleh menderita anemia dan kurang gizi. Sebab, janin dalam tubuh memakan gizi yang terdapat dalam tubuh sang ibu. Bayangkanlah jika sang ibu tidak mendapat kecukupan gizi dalam makanannya, maka otomatis di janin akan kekurangan gizi juga.
Pada minggu ke 9-16 dimulai perkembangan otak yang sangat penting menentukan berat dan tinggi badan saat bayi lahir. Disusul penyempurnaan perkembangan organ tubuh, hingga bentuknya sempurna saat janin berusia 38 minggu dan siap dilahirkan.
Nah, jika selama masa Critical Window si janin kekurangan gizi dalam pembentukan otak dan tulang, maka saat dilahirkan ia berkemungkinan mengalami stunting. Bayi yang menderita stunting tidak bisa dideteksi kecuali telah berusia 2 tahun.Â
Dalam jangka panjang penderita stunting akan mengalami masalah terkait kecerdasan, kerentanan terhadap penyakit, menurunkan produktifitas, hingga menghambat pertumbuhan ekonomi nasional dan meningkatkan kemiskinan serta kesenjangan.
Peran lingkungan berpengaruh sebanyak 70% terhadap stunting. Hal ini berkaitan dengan akses calon ibu dan ibu pada fasilitas kesehatan, air bersih, sanitasi dan lingkungan yang sehat di mana ia tinggal. Termasuk juga peran berbagai pihak dalam kolaborasi yang disebut sebagai intervensi gizi, berikut ini:
- Intervensi Gizi Spesifik dengan kontribusi 30% ditujukan pada 1.000 hari pertama kehidupan yang dilakukan oleh sektor kesehatan seperti Posyandu, Puskesmas dan Rumah Sakit. Sasarannya adalah ibu hamil, ibu menyusui dengan anak usia 0-6 bulan, dan ibu menyusui dengan anak usia 7-23 bulan.
- Intervensi Gizi Sensitif dengan kontribusi 70% ditujukan untuk pembangunan di luar sektor kesehatan, yang menjadi support system bagi kehidupan ibu dan bayi. Sasarannya adalah sarana dan prasarana untuk mendukung kehidupan ibu dan bayi seperti fasilitas sanitasi dan air bersih, akses pada KB, pemberian Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), pemberian bantuan sosial bagi keluarga miskin, manajemen gizi dalam bencana hingga pemberdayaan perempuan.
Stunting ini merupakan masalah nasional sehingga sangat pas jika menjadi tahapan penting pembangunan kabinet Jokowi-Ma'ruf lima tahun kedepan. Bagaimanapun juga, pemerintahan Jokowi-JK mewarisi masalah stunting ini dari pemerintah sebelumnya, yang keadaannya sungguh mengkhawatirkan. Prevalensi stunting anak Indonesia itu sebesar 27.5% alias 1 dari 3 balita Indonesia mengalami stunting.Â
Anak Indonesia adalah masa depan bangsa, di mana mereka lah generasi yang akan membangun, memelihara dan memperjuangkan Indonesia puluhan tahun kedepan saat generasi sekarang menjadi tua lagi lemah. Sehingga pencegahan stunting memang membutuhkan kerjasama semua pihak.
Pemahaman calon ibu pada kebutuhannya dalam mengasuh anaknya akan menentukan peran keluarga besar dan anggota masyarakat di lingkungan sekitar. Jika calon ibu membisu dan diam saja, maka bagaimana mungkin orang lain paham bahwa misalnya ia mengalami masalah kekurangan gizi, tiadanya akses pada air bersih dan sanitasi, dan masalah lainnya. Semua hal terkait kehamilam harus dibicarakan agar calon ibu mendapatkan bantuan dengan segera.
"Memang sih kehamilan seorang perempuan terkesan merupakan masalah privasi sebuah keluarga. Sayangnya, masalah privasi tersebut akan berubah menjadi bumerang bahkan masalah nasional jika si anak mengalami stunting. Karena stunting tidak bisa diperbaiki setelah anak berusia 2 tahun dan dalam jangka panjang berdampak besar pada kehidupan berbangsa dan bernegara."
Oleh karena itu, sebelum memutuskan hamil, calon ibu harus memahami dulu hal-hal berikut ini yang berkaitan dengan gizi dan kesehatan lingkungan.
GIZI BAGI CALON IBU DAN BAYI
Seorang perempuan yang akan menjadi ibu dan menjalani program kehamilan, harus terlebih dahulu memahami ilmu gizi, karena hal ini berkaitan dengan nutrisi dalam tubuh calon ibu yang juga akan menjadi makanan janin. Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Nasional (BKKBN) terdapat 4 program selama 1.000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK) yang harus diperhatikan calon ibu, mulai dari persiapan sebelum hamil; masa kehamilan; persalinan, nifas dan menyusui; dan bayi-balita.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan bahwa rencana kehamilan misalnya tidak membahayakan kesehatan calon ibu berdasarkan usia, riwayat kesehatan seperti golongan darah, kadar hemoglobin, urin dan lain-lain. Termasuk juga gaya hidup calon ibu apakah pernah menjadi peminum alkohol dan pengguna obat-obatan terlarang atau tidak.
"Pemeriksaan kesehatan tersebut sudah dimandatkan negara lho melalui Permenkes Nomor 97 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, serta Pelayanan Kesehatan Seksual."
Sampai disini calon ibu dan ayah sudah paham kan bahwa hamil tuh nggak boleh sembarangan apalagi beranggapan bahwa urusan hamil mah kehendak Tuhan, karena ada aturannya terkait kesehatan calon ibu dan bayi. Aturan ini semuanya teknis karena punya anak itu memang masalah teknis.
Nah, calon ibu juga wajib banget tahu hal-hal apa saja yang harus dijalani selama masa kehamilan. Selain harus mendapat asupan gizi yang baik, juga harus rajin memeriksakan kesehatan secara berkala. Terkait masalah gizi, Kementerian Kesehatan sebenarnya sudah memberikan panduan Gizi Seimbang. Nah, calon ibu harus mendapat asupan gizi seimbang agar mendapatkan nutrisi yang baik sehingga tubuhnya siap berbagi nutrisi dengan janin.
HAK CALON IBU ATAS KESEHATAN LINGKUNGANÂ
Selanjutnya, setelah calon ibu memastikan bahwa ia siap hamil dan memberikan nutrisi terbaik pada calon anaknya kelak. Kini giliran calon ibu memastikan dukungan lingkungan sekitar seperti akses pada air bersih, sanitasi, fasilitas kesehatan, fasilitas bantuan gizi dan kesehatan bagi ibu dari keluarga miskin, pemberian Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) hingga kebersihan lingkungan sekitar tempat sang ibu tinggal.
Membahas masalah stunting, kesehatan calon ibu, ibu dan bayi serta hal-hal terkait memang tidak cukup melalui artikel sederhana ini. Namun, kukira kita harus saling mendukung para perempuan (karena aku juga perempuan) dalam upayanya menjadi calon ibu dan ibu yang mampu memberikan gizi dan pengasuhan terbaik bagi anak-anak yang dilahirkannya. Setiap ibu Indonesia haruslah mendapatkan kecukupan gizi dan dapat mengakses fasilitas kesehatan dengan mudah. Dengan demikian bangsa kita siap menyongsong cita-cita Indonesia Emas 2045.
Silakan juga membaca BULETIN STUNTING 2018 dan BUKU SAKU DESA DALAM PENANGANAN STUNTING sebagai bahan belajar yang bisa dibagikan untuk calon ibu dan calon orangtua oleh pembaca Kompasiana. Mari bantu perempuan Indonesia menjadi calon ibu dan ibu yang sehat dan hebat demi Indonesia yang lebih baik. Indonesia pasti bisa!
Surabaya, 25 Juli 2019
Bahan Bacaan:Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H