Orang-orang muda enggan bertani dan mewarisi lahan pertanian keluarganya, ditambah lagi dengan berkuranganya lahan pertanian untuk keperluan non pertanian seperti perumahan dan kawasan industri.
"Sebelum kita bicara soal swasembada pangan, kita harus mampu melewati tantangan berdaulat pangan. Pesantren Ath-Thaariq sudah melakukan itu. Kita mengaji kalam Tuhan sekaligus paham bagaimana mengisi perut sendiri tanpa meminta-minta. Tantangan ini harus juga dijawab keluarga petani di seluruh Indonesia," tambahnya.Â
Pernyataan itu menohokku karena aku paham betul bagaimana keseharian keluarga petani yang jauh dari ukuran sejahtera. Aku mengangguk paham, sembari mengikuti langkah kaki teh Nissa menuju kebun sayuran. Sementara di sisi lain ada tanaman kecipir dan oyong yang merambat di dinding Musholla dua lantai yang terbuat dari bambu.
KE UBUD, BELAJAR BERTANI DI HARS GARDEN
Aku masih belum puas. Aku harus mampu meyakinkan diriku sendiri bahwa jika kelak memilih bertani maka aku tidak akan terperosok ke jurang kemiskinan. Maka aku menuju Ubud, Bali untuk belajar di Hars Garden. Sebuah kebun organik milik Hartono Lokodjoyo, petani nyentrik lagi sukses yang kukenal lewat Facebook.
Aku penasaran mengapa petani sepertinya dapat jalan-jalan keliling Indonesia bersama istrinya begitu seringnya seakan-akan bertani hanya merupakan hobi yang dapat dikerjakan dengan menjentikkan jarinya saja. Apakah ia petani dengan lahan puluhan hektar?
Berangkatlah aku ke pulau dewata itu. Penerbangan dari Cengkareng ke Denpasar berjalan lancar tanpa hambatan. Setelah sampai di bandara, kulanjutkan perjalanan ke kota Gianyar menggunakan taksi online selama 90 menit. Dilanjutkan dengan bersepeda motor selama 30 menit ke Hars Garden di Ubud.
Di pergelangan tangan kirinya melingkar sebuah jam yang aku yakin harganya sangat mahal, yang nyaris tidak mungkin dibeli petani miskin. Ia berjalan santai beralaskan sandal jepit dan membawa sebuah toples dari plastik. Kupikir, ia akan memanen sayuran untuk makan malam yang akan dibuat istrinya.
Setelah saling menanyakan kabar masing-masing, aku duduk di saung. Lelaki itu meladeni seorang asing yang membeli beberapa jenis sayuran dan ubi, sementara aku mengemil tomat yang kupetik sendiri dari kebun. Saat transaksi selesai ia tersenyum bahagia. Kulihat, ia menghitung segepok uang yang kemudian ia masukkan kedalam saku celananya. Petani kaya nih.